Ekonomi
Indonesia Usul Pembentukan Dana Abadi Air
Ada beberapa sumber dana yang bisa digunakan untuk dana abadi air.
BADUNG – Pemerintah Indonesia mengusulkan endowment fund atau dana abadi air untuk membiayai proyek-proyek sumber daya air. Dana abadi dibutuhkan untuk pemeliharaan infrastruktur sumber daya air dan konservasi air di hulu secara berkelanjutan.
“Semuanya tentu membutuhkan biaya. Dan dengan dana abadi bisa lebih berkelanjutan karena sifatnya adalah bisa berinvestasi secara konsisten,” kata Direktur Jenderal Pembiayaan Infrastruktur Pekerjaan Umum dan perumahan Rakyat (PUPR) Herry Trisaputra Zuna dalam konferensi pers di Media Center World Water Forum ke-10 di Nusa Dua Bali, Rabu (22/5/2024).
Herry menjelaskan bahwa skema dana abadi air nantinya akan diinvestasikan, dan hasil pengembangannya digunakan untuk melangsungkan berbagai proyek sumber daya air. Skema ini, kata Herry, telah diterapkan pada dana abadi pendidikan (LPDP) serta dana abadi perumahan (Tapera).
“Sebagai dana abadi, tentu dananya harus diinvestasikan dulu. Mekanismenya sama dengan yang dilakukan di LPDP, Tapera, untuk dana operasionalnya juga dilakukan dengan dana serupa. Sehingga ada kepastian di dalam pemeliharaannya,” kata Herry.
Herry mengatakan, ada beberapa sumber dana untuk dana abadi air. Pertama yaitu dana pemerintah. Namun, sayangnya, menurut Herry, dana pemerintah tidak memadai untuk melakukan pemeliharaan secara penuh.
Selanjutnya, sumber dana abadi air bisa diambil dari biaya jasa pengelolaan sumber daya air (BJPSDA). “Air itu bisa dikembangkan untuk pembangkit listrik, air minum, PDAM, dan seterusnya dan itu ada biaya jasanya. Inilah dana yang diharapkan jadi sumber dana abadi utama, yang nantinya akan diinvestasikan,” kata dia.
Selain dana abadi air, Pemerintah Indonesia juga mendorong pembentukan Global Water Fund di ajang World Water Forum ke-10. Ini dinilai penting untuk merespons ketimpangan anggaran dan mempercepat pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDG) keenam, yaitu pemenuhan akses air bersih dan sanitasi bagi semua masyarakat.
“Saat ini terdapat 2,2 miliar masyarakat di dunia yang tidak dapat mengakses air bersih. Global Water Fund diproyeksikan untuk kebutuhan infrastruktur air, mitigasi krisis atau bencana terkait air, adaptasi perubahan iklim, serta mekanisme pemantauan, akan menjadi langkah nyata mengatasi masalah air dunia,” kata Herry.
Namun demikian, menurut Herry, masih ada beberapa tahapan yang perlu dilakukan sampai Global Water Fund terbentuk. Mulai dari siapa yang bisa berpartisipasi, terkait lembaga pembiayaan, dan seterusnya.
“Lingkup yang diharapkan dari Global Water Fund ini mencakup dari hulu ke hilir, sehingga memang problem kita di sana. Mestinya di dalam Global Water Fund itu mencakup dana penyiapan project. Karena problem hari ini, kesenjangannya besar, tapi proyek yang sudah siap dimulai tidak banyak,” kata dia.
Sementara itu, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Republik Indonesia Luhut Binsar Pandjaitan menekankan pentingnya kolaborasi global untuk mencapai ketahanan air dan iklim. Hal itu diungkap Luhut dalam sesi panel bertajuk "Blended Finance for Global Sustainable Water" di rangkaian World Water Forum ke-10 di Nusa Dua, Bali.
"Roadmap Global Blended Finance Alliance (GBFA) yang baru diluncurkan mencakup strategi pengurangan risiko untuk memperkuat keberlanjutan air. Kita memerlukan pembiayaan inovatif dan kemitraan kolaboratif untuk menciptakan kepercayaan investor dan mengembangkan infrastruktur air yang tangguh," kata Luhut.
Dalam sesi panel tersebut, ahli dari Amsterdam University, Prof Joyeeta Gupta, menyampaikan bahwa peluncuran GBFA yang bertujuan untuk menjembatani kebutuhan pembangunan dan iklim menjadi sebuah kemajuan global dalam mencapai ketahanan air. "Ada harapan untuk perumusan pembiayaan yang lebih baik, mekanisme peningkatan kredit, peningkatan pendapatan, dan keterlibatan sektor swasta, menjadikan masalah kompleks di sektor ketahanan air lebih mudah untuk diselesaikan," kata Prof Gupta.
Panel kedua dalam sesi ini memiliki fokus pada kemitraan inovatif dalam pembiayaan campuran yang telah berhasil dalam mengatasi tantangan pembiayaan program dan proyek di sektor berkelanjutan. Para pemimpin dari berbagai sektor berbagi pengalaman dan strategi mereka dalam membangun kemitraan yang menggabungkan sumber daya dari sektor publik, swasta, dan filantropi.
CEO Acea, Fabrizio Palermo, menyampaikan bahwa pembiayaan campuran dapat menjembatani kesenjangan antara kebutuhan pembangunan dan kebutuhan iklim, tapi keseimbangan adalah kunci keberhasilan pembiayaan campuran.
Dengan diluncurkannya GBFA, dia berharap GBFA dapat menjadi organisasi kunci bagi segala hal terkait pengembangan pembiayaan campuran di dunia. "Bahwa pembiayaan campuran diharapkan bisa menjembatani kesenjangan dalam program dan proyek di sektor berkelanjutan," kata dia.
Keberhasilan World Water Forum ke-10 ini menandai langkah penting dalam upaya global untuk mengatasi tantangan ketahanan air. Para pemimpin dan pakar yang hadir berkomitmen untuk terus bekerja sama melalui platform GBFA dan berbagai inisiatif lainnya, guna memastikan implementasi strategi pembiayaan campuran yang efektif.
Dengan semangat kolaboratif dan inovatif yang telah ditunjukkan, diharapkan dunia dapat mencapai ketahanan air yang berkelanjutan dan inklusif, membawa manfaat bagi generasi sekarang dan masa depan.
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.