Petugas memberikan sosialisasi sertifikasi halal kepada pedagang tahu di Pasar Srago, Klaten, Boyolali, Jawa Tengah, Kamis (4/4/2024). | ANTARA FOTO/Aloysius Jarot Nugroho

Ekonomi

Kewajiban Sertifikasi Halal Usaha Mikro-Kecil Ditunda Hingga 2026

Kebijakan ini diputuskan dalam rapat terbatas di Istana Kepresidenan.

JAKARTA - Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengungkapkan pemerintah mengundur kewajiban sertifikasi halal bagi produk-produk usaha mikro dan kecil, dari semula Oktober 2024 menjadi tahun 2026. Kebijakan ini diputuskan dalam rapat terbatas di Istana Kepresidenan Jakarta, Rabu (15/5/2024).

"Tadi presiden memutuskan bahwa untuk UMKM makanan, minuman dan yang lain itu pemberlakuannya diundur tidak 2024 tapi 2026. Nah tentu UMKM tersebut adalah yang mikro yang penjualannya Rp 1-2 miliar (per tahun), kemudian yang kecil yang penjualannya sampai dengan Rp 15 miliar (per tahun)," kata Airlangga usai rapat terbatas soal sertifikasi halal di Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu.

Ia mengatakan, kewajiban sertifikasi halal tahun 2026 juga ditetapkan untuk kategori obat tradisional, herbal dan yang lain, produk kimia kosmetik, aksesoris, barang gunaan rumah tangga, serta berbagai alat kesehatan. Sedangkan, untuk usaha kategori menengah dan besar, kewajiban sertifikasi halal tetap Oktober 2024.

photo
Warga mengikuti kegiatan bimbingan teknis sertifikasi halal di RPTRA Asoka, Jakarta, Senin (18/9/2023). - (Republika/Thoudy Badai)

Salah satu pertimbangan diundurnya kewajiban sertifikasi halal bagi usaha mikro dan kecil adalah karena capaian target sertifikasi halal per tahun baru mencapai sekitar 4 juta dari yang ditargetkan sebanyak 10 juta sertifikasi halal.

Adapun untuk produk dari berbagai negara lain akan diberlakukan kewajiban sertifikasi halal setelah negara tersebut menandatangani mutual recognation arrangement (MRA). "Tadi dilaporkan Menteri Agama, sekarang ada 16 negara sudah melakukan MRA, maka negara yang sudah melakukan MRA itu diberlakukan karena halalnya disertifikasi di negara asal sehingga barangnya bisa masuk," terangnya.

Sedangkan, untuk negara-negara yang belum menandatangani MRA, maka ketentuan belum diberlakukan. Lebih jauh Airlangga menyampaikan bahwa kewajiban sertifikasi halal hanya ditujukan bagi usaha yang telah memiliki NIB atau nomor induk berusaha.

Oleh karena itu, pemerintah mendorong para pelaku usaha pedagang kategori "kaki lima" untuk mendapatkan NIB sebagai syarat sertifikasi halal. "Kan syaratnya itu mendapatkan NIB baru sertifikasi, jadi butuh waktu sosialisasi. Karena ada kekhawatiran (pedagang kaki lima) kalau NIB pajaknya seperti apa, padahal kalau pajak itu kan sudah ada regulasinya kalau di bawah Rp 500 juta tidak dikenakan pajak dan sebagainya," kata dia.

Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) menekankan pentingnya memiliki sertifikasi halal sebagai standar tertinggi sebuah produk. Pelaksana Tugas (Plt) Ketua YLKI Indah Suksmaningsih mengatakan, sertifikasi halal merupakan langkah penting untuk memenuhi kebutuhan dan harapan konsumen di seluruh Indonesia.

"YLKI sependapat dengan sikap Menteri (Zulkifli Hasan) bahwa konsumen berhak mendapatkan akses produk yang tidak hanya halal, tetapi juga aman, sehat, dan higienis. Sertifikasi halal merupakan bukti nyata bahwa produk memenuhi kriteria penting ini," ujarnya. Mendag Zulkifli Hasan sebelumnya sempat menyampaikan bahwa wajib sertifikasi halal tetap berlaku mulai Oktober 2024.

Indah menyampaikan YLKI menyadari kompleksitas dalam proses sertifikasi halal, terutama untuk usaha kecil dan menengah (UKM) di sektor kuliner, seperti yang diungkapkan oleh Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki.

Menurut dia, usulan penundaan penerapan sertifikasi halal mengangkat kekhawatiran yang valid tentang kesiapan UKM untuk memenuhi batas waktu yang telah ditetapkan.

Lebih lanjut, YLKI menekankan pentingnya mengatasi tantangan yang dihadapi oleh UKM dalam mencapai sertifikasi halal, sekaligus memastikan bahwa standar kesejahteraan hewan dijaga selama proses produksi.

photo
Kepala Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) Muhammad Aqil Irham (kedua kanan) dan Direktur Sales & Distribution BSI Anton Sukarna (kanan) meninjau pelaku UMKM di Jakarta, Jumat (8/3/2024). - (Dok Republika)

Sebagai organisasi yang berdedikasi untuk hak dan kesejahteraan konsumen, YLKI percaya bahwa sertifikasi halal harus mencakup tidak hanya kepatuhan terhadap panduan agama tetapi juga pertimbangan etis, termasuk perlakuan yang manusiawi terhadap hewan.

YLKI juga menegaskan pentingnya memperoleh nomor kontrol veteriner sebagai langkah pertama untuk menjamin syarat thayyib sebelum mendapatkan sertifikasi halal.

"Hal ini akan memastikan bahwa aspek kesehatan dan kesejahteraan hewan telah dipenuhi sebelum produk dianggap sesuai dengan standar halal," kata Indah.

Sementara diskusi terus berlanjut mengenai penerapan persyaratan sertifikasi halal, YLKI mendorong semua pihak terkait, termasuk lembaga pemerintah, perwakilan industri, dan kelompok advokasi konsumen, untuk berkolaborasi dalam menemukan solusi yang memprioritaskan standar halal dan kesejahteraan hewan.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat