Suasana perumahan di Kampung Adat Kuta di Desa Karangpaningal, Kecamatan Tambaksari, Kabupaten Ciamis, Provinsi Jawa Barat. | Kemdikbud.go.id

Nusantara

Kampung Adat Kuta Ada di Jawa Barat

Mereka secara turun-temurun mengeramatkan hutan dengan adanya larangan untuk merusak hutan dan hewan di dalamnya.

JAKARTA -- Kuta tak hanya di Bali, tapi juga sebuah perkampungan adat di daerah yang konon direncanakan jadi pusat Kerajaan Galuh. Jauh dari hiruk pikuk perkotaan, di wilayah yang berada di ujung timur Jawa Barat, berbatasan langsung dengan Jawa Tengah, di sanalah kampung adat itu berada. Sebuah kampung adat yang memiliki cerita sejarah yang cukup melegenda, sisa dari Kerajaan Galuh.

Untuk berkunjung, ada baiknya membekali diri dengan sedikit latar belakang kampung ini. Salah satu versi sejarahnya adalah keterkaitan Kampung Adat Kuta dan Kerajaan Galuh.

Kerajaan Galuh adalah salah satu kerajaan Hindu di Jawa Barat yang berasal dari wilayah Cirebon sebelum menjadi kasepuhan dengan memeluk agama Islam.

Awalnya, pusat Kerajaan Galuh akan didirikan di wilayah ini. Para prajurit kerajaan mulai membawa seluruh perlengkapan kerajaan dan mulai membuka hutan untuk menjadi kompleks kerajaan. Konon, gara-gara banjir dari Sungai Cijolang, rencana itu pun batal.

Kampung Adat Kuta berada di Kabupaten Ciamis, tepatnya berada di Dusun Kuta, Desa Karangpaningal, Kecamatan Tambaksari, Kabupaten Ciamis, Provinsi Jawa Barat. Suasana pedesaan dan wisata alam Kampung Kuta sangat menarik pagi para penggemar wisata. Suasana pedesaan yang tenang amat terasa.

Suasana pedesaan dan wisata alam Kampung Kuta sangat menarik pagi para penggemar wisata

 

 

Aktivitas masyarakat setempat seolah mengembalikan kita pada masa lampau ketika membaca buku atau mendengarkan guru di sekolah menerangkan bahwa negara kita adalah negara agraris di mana mayoritas bekerja sebagai petani.

Sejauh mata memandang, pemandangan mengingatkan memori lama ketika Indonesia pernah menjadi negara swasembada padi pada saat pemerintahan Orde Baru. Ya, mayoritas penduduk Kampung Adat Kuta bermata pencaharian di sektor pertanian.

Hingga saat ini komoditas terbesar dari Kampung Kuta ialah padi dan gula aren. Warga Kuta membawa hasil panen mereka ke pasar terdekat dan luar kota.

Kampung Adat Kuta memiliki luas wilayah sebesar 185,195 hektare yang terdiri dari 44,395 hektare lahan sawah dan 140,8 hektare. Luas tanah darat dan lahan tersebut penggunaannya didominasi oleh perkebunan milik masyarakat Kampung Kuta.

Kampung Adat Kuta berada di ujung timur Provinsi Jawa Barat yang mana berbatasan langsung dengan Kabupaten Cilacap di sebelah timurnya yang dibatasi oleh Sungai Cijolang yang bermuara ke laut selatan Jawa Barat. Batas wilayah Kampung Kuta sebelah selatan, yaitu dengan Dusun Pohat, sebelah barat berbatasan dengan Dusun Margamulya, dan sebelah utara dengan Dusun Cibodas, Desa Karangpaningal, Kecamatan Tambaksari.

Di Kampung Kuta kita bisa melihat langsung keindahan sawah yang membentang tidak jauh dari Bumi Pasanggrahan atau tempat pusat sarana dan prasarana adat. Lokasinya di lembah berbukit yang dikelilingi tebing menandakan bahwa Kampung Kuta berada di wilayah patahan. Dari kawasan ini, kita dapat melihat Tebing Rahong yang gagah membentang tinggi mengelilingi Kampung Kuta dari wilayah timur hingga ke barat.

Dari kawasan ini, kita dapat melihat Tebing Rahong yang gagah membentang tinggi

 

 

Kita juga bisa menikmati Tebing Dodokan yang membentang dari selatan hingga ke utara Kampung Kuta. Selain itu, beberapa situ peninggalan atau petilasan Kerajaan Galuh yang biasa disebut masyarakat sekitar sebagai ancepan. Di antaranya ada Rancabogo, yaitu situ dengan luas sekitar satuhektare. Situ yang sangat indah dan biasa digunakan oleh penduduk sekitar ataupun dari luar kampung kuta untuk memancing.

Selain memiliki nilai sejarah, Rancabogo juga dapat menjadi lokasi berfoto dan memancing. Untuk mencapai Rancabogo, cukup berjalan selama 15-20 menit atau 300 m melewati perkebunan rakyat. Kita akan sampai di tempat itu sambil menikmati jalan khas kampung yang beralaskan batuan dan tanah. Tak kalah menarik Sungai Cijolang dapat kita kunjungi untuk melihat keindahan bentukan geomorfologi sungai, yang menghasilkan batuan sedimentasi. Air jernih yang mengalir lancar dan tebing yang indah menjadi daya tarik yang tiada henti.

Makanan khas kampung, yaitu nasi liwet yang bisa dinikmati bersama dipinggir Sungai Cijolang menjadi hidangan favorit. Menyantap hidangan lokal sambil ditemani oleh kicauan burung dan suara aliran air Sungai Cijolang yang menambah suasana semakin mengesankan.

Leweung Gede atau hutan keramat juga menjadi daya tarik pengunjung kampung ini. Hutan ini banyak menyimpan sejarah. Warga kampung percaya di hutan itu tersimpan pusaka Kerajaan Galuh dan tempat bersemayamnya leluhur masyarakat Kampung Kuta. Hutan keramat ini tak bisa dimasuki sembarang waktu. Kunjungan hanya bisa dilakukan pada beberapa hari setiap minggunya. Tak cuma itu, ada beberapa syarat yang perlu dipatuhi oleh pengunjung yang ingin memasuki hutan itu, yakni wajib menjaga kebersihan, melepas alas kaki, dilarang membawa perhiasan dan tas, dilarang meludah, dilarang mengganggu hewan, dan dilarang membawa sesuatu dari dalam hutan.

Jumlah penduduk tetap

Kampung Kuta memiliki keunikan lain. Jumlah penduduknya sejak dahulu hingga sekarang tidak lebih dari 300 jiwa. Hal ini sangat menarik seperti yang tercatat dalam profil Komunitas Kampung Adat Kuta, jumlah penduduk hingga tahun 2014 sebanyak 285 jiwa yang terdiri dari 135 penduduk wanita dan 150 jumlah penduduk laki-laki.

Dari dulu sama saja. Bahkan, sebelum adanya KB pun sama karena yang lahirnya pun tidak setiap tahun ada, kata sesepuh adat Kampung Kuta. Hal ini saya pikir sangat berkaitan dengan kearifan lokal masyarakat Kuta. Sementara, dalam kaitannya dengan lingkungan, di Kampung Kuta tidak ada kepadatan penduduk yang memengaruhi ekosistem. Daya dukung lingkungan Kampung Kuta sesungguhnya tetap terjaga dan terkendali.

Mereka secara turun-temurun mengeramatkan hutan dengan adanya larangan untuk merusak hutan dan hewan di dalamnya. Tak heran bila pemangku adat kampung ini dianugerahi hadiah Kalpataru sebagai penyelamat hutan oleh presiden Republik Indonesia pada 2002. Sebagai pengingat, apabila kita mengunjungi Kampung Kuta akan bisa kita lihat tugu Kalpataru setinggi kurang lebih dua meter yang berada di areal Bumi Pasanggrahan.                                 

 (Disadur dari Harian Republika edisi 11 November 2016)                                                                   

 

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat