Iqtishodia
Menghijaukan Kampus dengan Wakaf Panel Surya
Beralih ke energi terbarukan adalah langkah yang sangat penting dalam menjawab tantangan perubahan iklim.
OLEH Muhammad Ghozi Ammar (Mahasiswa Departemen Ilmu Ekonomi Syariah FEM IPB University), Qoriatul Hasanah (Dosen Departemen Ilmu Ekonomi Syariah FEM IPB University), Alla Asmara (Dosen Departemen Ilmu Ekonomi, FEM, IPB University)
Pada tahun 2022, sebagian besar sumber energi listrik di Indonesia tercatat masih berasal dari energi konvensional, seperti batu bara, minyak bumi, dan gas alam. Sumber energi konvensional tersebut membawa sejumlah bahaya dan ancaman bagi lingkungan dan kesehatan manusia.
Penggunaan batu bara, misalnya, sering kali terkait dengan pencemaran udara dan emisi gas rumah kaca yang menyebabkan perubahan iklim. Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) bahkan memperingatkan bahwa emisi bahan bakar fosil harus dikurangi setengahnya dalam waktu 11 tahun jika pemanasan global ingin dibatasi hingga 1,5 derajat Celsius di atas tingkat pra-industri.
Selain itu, aktivitas pengeboran minyak dan gas alam dapat menyebabkan kebocoran yang merusak ekosistem laut dan berdampak negatif pada fauna laut. Pengelolaan limbah padat dan cair dari pembangkit listrik konvensional juga menjadi masalah serius yang dapat mencemari air tanah dan permukaan.
Bidang pendidikan tinggi, misalnya, pihak manajemen IPB University mengeklaim telah membayar kebutuhan listrik per tahun dengan jumlah di atas Rp 10 miliar setiap tahunnya sejak 2014, seperti yang dilansir artikel Forest Digest tahun 2018. Begitu juga Telkom University, pada laman greencampus.telkomuniversity.ac.id dituliskan penggunaan listrik di setiap fakultas dan seluruh gedung yang ada di Telkom University, kecuali asrama mahasiswa, mempunyai rata-rata penggunaan listrik sebesar 440.195 kWh pada tahun 2018.
Berdasarkan data di atas jika kita menghitung pengeluaran biayanya dengan asumsi penggunaan listrik 12 jam sehari, maka pada tahun 2018 Telkom University perlu membayar sekitar Rp 176.653.071 per bulannya atau Rp 2.149.279.027 per tahunnya.
Beralih ke energi terbarukan adalah langkah yang sangat penting dalam menjawab tantangan perubahan iklim dan memastikan keberlanjutan lingkungan hidup. Hal ini sejalan dengan target SDGs nomor 7 yang menekankan pada energi bersih dan terjangkau. Di samping itu, dengan beralih ke energi terbarukan, visi Pemerintah Indonesia yang mengadvokasi pembangunan berkelanjutan dan perlindungan lingkungan yang tertuang pada Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dapat diwujudkan.
Inovasi dalam teknologi energi surya telah membuka pintu menuju era baru dalam pemanfaatan sumber energi terbarukan. Negara tropis seperti Indonesia yang selalu terpapar sinar matahari setiap hari dapat memanfaatkan sinar matahari sebagai sumber energi dengan menggunakan panel surya.
Panel surya juga dapat membantu mencapai target energi terbarukan sebesar 23 persen pada tahun 2025, sebagaimana yang diamanatkan dalam Rencana Umum Energi Nasional.
Salah satu contoh nyata dampak pemasangan PLTS di kampus adalah Universitas Gadjah Mada, yang berhasil melakukan penghematan energi dan memangkas biaya tagihan PLN dengan pemasangan PLTS melalui pelaksanaan program net zero emission.
Pada Desember 2022, tercatat bahwa energi listrik yang dihasilkan PLTS mencapai 19.889,73 kWh. Jika menggunakan tarif listrik dari PLN untuk UGM sebesar Rp 735 per kWh, listrik "gratis" yang dihasilkan oleh enam sistem PLTS yang sudah termonitor oleh smart meter secara daring pada Desember 2022 setara dengan penghematan tagihan listrik sebesar Rp 735 per kWh x 19.889,73 kWh = Rp 14.618.951,55.
Apabila diasumsikan, rata-rata biaya listrik yang dapat dihemat dari PLTS di enam gedung kampus UGM adalah Rp 15 juta per bulan, setiap tahun akan terjadi penghematan sebesar Rp 180 juta per tahun, bahkan nilai ini belum optimal karena kondisi di musim penghujan.
Selain menghemat tagihan listrik, energi yang dihasilkan dari PLTS ini adalah setara dengan pengurangan emisi karbon sebesar 22,29 ton Co2 atau setara dengan penanaman sebanyak 891 pohon.
Pengadaan panel surya di kampus dapat meningkatkan efisiensi energi. Namun, yang menjadi persoalan dalam mewujudkan hal ini adalah biaya. Untuk mengatasi masalah biaya pengadaan PLTS di kampus, dapat diterapkan solusi melalui pengembangan program wakaf. Melalui program ini, pihak kampus dapat mengajukan inisiatif kepada para calon wakif atau lembaga-lembaga yang peduli lingkungan untuk mendukung pendanaan pembangunan PLTS.
Contoh nyata wakaf dapat digunakan dalam pembangunan fasilitas di kampus, salah satunya adalah gedung Fakultas Ekonomi dan Manajemen yang dibangun dengan dana wakaf, yaitu melalui program CWLS (Cash Waf Linked Sukuk) yang dijalankan oleh Kementerian Keuangan.
Beberapa kampus di Indonesia telah memiliki lembaga pengelola wakaf (nazhir). Sebagai contoh, IPB University memiliki badan yang bertanggung jawab untuk menjalankan fungsi pengelolaan dan pengembangan bisnis, investasi, dan wakaf disingkat BP BISWAF. BP Biswaf atau Badan Pengelola Bisnis, Investasi, dan Wakaf IPB University merupakan badan yang memiliki fungsi penghimpunan, pengelolaan, dan distribusi dana wakaf.
Program wakaf panel surya dapat menjadi alternatif program wakaf yang dapat dikembangkan pada masa mendatang oleh BP BISWAF, dalam mendukung pencapaian green campus.
BP BISWAF juga memiliki program wakaf drinking water station yang sudah berjalan sejak tahun 2022 dan sampai saat ini sudah terpasang sebanyak 23 unit dan tersebar di berbagai fakultas, asrama, poliklinik, dan masjid kampus IPB University serta sudah dirasakan manfaatnya oleh civitas akademika, khususnya mahasiswa.
Apabila program wakaf panel surya dapat direalisasikan, tidak hanya dapat menghemat pengeluaran biaya listrik kampus atau pengurangan emisi karbon, tetapi juga dampak dari penghematan pengeluaran dapat menjadi potensi pengalihan dana kebutuhan listrik menjadi dana pengembangan fasilitas lain atau dana sosial seperti beasiswa.
Dampak dari pengurangan emisi karbon juga dapat meningkatkan kesehatan civitas akademika kampus dan masyarakat sekitar kampus sehingga meningkatkan kualitas kehidupan kampus dan lingkungan sekitarnya. Mewujudkan green campus merupakan salah satu bentuk ketaatan kepada Allah, sebagaimana dalam surah al-A’raf ayat 56, "Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi, sesudah (Allah) memperbaikinya". Wallahu’alam.
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.