Ekonomi
Menakar Dampak Cukai Minuman Berpemanis
Jangan sampai kebijakan ini berdampak buruk kepada industri.
JAKARTA -- Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Mohammad Faisal mengungkapkan, pemerintah perlu melakukan beberapa hal sebelum menerapkan cukai minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK). Faisal menuturkan, pemerintah perlu mengetahui lebih dulu pola konsumsi masyarakat, khususnya dalam hal upaya untuk mengatasi penyakit diabetes dan obesitas.
"Apa yang menjadi penyumbang utama dari tingginya kalori termasuk juga konsumsi makanan minuman berpemanis. Itu yang dilakukan terlebih dahulu baru menetapkan kebijakan," kata Faisal di Jakarta, Rabu (13/3/2024).
Jika tidak, Faisal menuturkan akan memunculkan kekhawatiran dari dampak kebijakan cukai tersebut. Dia menuturkan, jangan sampai kebijakan tersebut berdampak buruk kepada industri.
"Karena kalau tidak, yang dikhawatirkan adalah kebijakan diterapkan. Kesehatan masyarakatnya tidak membaik, industri yang kena malah jadi turun kinerjanya. Dari sisi ekonomi atau fiskal tapi lebih aman," ujar Faisal.
Sebab, Faisal menegaskan pada dasarnya cukai merupakan alat untuk mengontrol barang-barang yang memiliki eksternalitas negatif. Dia menyebut cukai bukan untuk menambah penerimaan negara seperti pajak, PPN, dan PPH.
"Sekali lagi, cukai tujuannya untuk mengendalikan. Jadi misalnya kalau tujuannya seberapa efektif kebijakan cukai dalam mengendalikan efek negatif salah satunya kalau minuman berpemanis kepada calorie intake atau kesehatan. Ini sering kali dari sisi efektivitasnya rendah," ungkap Faisal.
Asosiasi Industri Minuman Ringan (Asrim) mengungkapkan, jika kebijakan cukai tersebut diterapkan maka akan ada sejumlah konsekuensi. Ketua Umum Asrim Triyono Prijosoesilo menuturkan, salah satunya adalah kenaikan harga.
"Kalau ini diterapkan, konsekuensinya ujung-ujungnya beban tambahan industri dan terpaksa menaikan harga," kata Triyono.
Triyono menjelaskan, jika terjadi kenaikan harga hal tersebut akan berdampak kepada daya beli masyarakat. Menurut dia, hal tersebut akan membuat masyarakat untuk tidak membeli minuman berpemanis dalam kemasan.
"Nah, kalau kemahalan lalu tidak mau membeli, jadi dampaknya kinerja turun," ucap Triyono.
Di sisi lain, Triyono tidak yakin kebijakan tersebut akan sesuai dengan tujuan pemerintah. Khususnya dalam menghadapi persoalan kesehatan yang berkaitan dengan diabetes dan obesitas.
"Apakah tujuannya tercapai? Kalau asupan gula, itu di mana-mana, tidak hanya dari minuman siap saji," tutur Triyono.
Jika memang tujuannya kesehatan, dia menegaskan, pemerintah bisa mengatasinya secara lebih komprehensif. Di antaranya dengan memastikan faktor pasti yang menyebabkan meningkatnya kasus diabetes dan obesitas.
Sebelumnya, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) berencana menerapkan cukai minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK) pada 2024. Target pendapatan minuman bergula dalam kemasan diperkirakan akan mencapai Rp 3,08 triliun.
Penerapan cukai tersebut telah dimuat ke dalam Kebijakan Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (KEM-PPKF) 2024. Selain itu juga, penerapan aturan cukai minuman manis ini untuk mencegah dampak buruk gula terhadap masyarakat.
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.
Riset: Cukai Minuman Berpemanis Turunkan Kasus Diabetes
Jika intervensi tidak dilakukan, angka kematian yang disebabkan diabetes diprediksi terus meningkat
SELENGKAPNYA