Ekonomi
Terdampak EUDR, Ekspor Biodiesel Anjlok
Pengenaan tambahan pajak yang tinggi membuat pengusaha urung menjual biodiesel ke Eropa.
JAKARTA -- Kebijakan Uni Eropa yang membatasi ekspor produk turunan sawit Indonesia membuat realisasi ekspor anjlok. Menurut catatan pemerintah, penurunan ekspor biodiesel mencapai 70 persen.
Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian ESDM Jisman Hutajulu menjelaskan, Kebijakan Anti Deforestasi Uni Eropa (European Union Deforestation-free Regulation/EUDR) berpengaruh pada bisnis turunan sawit Indonesia.
"Kemudian ada juga tuduhan anti-dumping pengenaan biaya masuk tambahan atas produk bioenergi, khususnya sawit. Yang terbaru adalah penerapan EUDR," ujar Jisman dalam diskusi Bioenergi, Selasa (27/2/2024).
EUDR merupakan rancangan regulasi yang dimiliki Uni Eropa yang bertujuan mengenakan kewajiban uji tuntas terhadap 7 komoditas pertanian dan kehutanan, termasuk kelapa sawit. Kewajiban ini untuk membuktikan bahwa barang yang masuk ke pasar Eropa merupakan barang yang bebas dari deforestasi.
Uni Eropa dengan berbagai cara mencoba mendiskriminasikan produk biofuel Indonesia melalui kampanye negatif Renewable Energy Directive (RED).
Direktur Bioenergi Kementerian ESDM Edi Wibowo menjelaskan, adanya pengenaan tambahan pajak yang tinggi membuat pengusaha mengurungkan rencananya menjual biodieselnya ke Eropa. "Sebab, pengenaan pajak tambahannya kisaran 15 sampai 20 persen," tambah Edi.
Terkait kebutuhan di dalam negeri, pemerintah menargetkan kebutuhan bioenergi tahun 2025 mencapai 13,9 juta kiloliter. Sedangkan pada tahun ini diharapkan serapan bioenergi mencapai 13,1 juta kiloliter.
Direktur Bioenergi Ditjen EBTKE Kementerian ESDM Edi Wibowo menjelaskan target tahun 2025 sudah ditetapkan dalam Rancangan Umum Energi Nasional (RUEN). Bioenergi berkontribusi 7,7 persen pada bauran energi.
"RUEN yang sudah ditetapkan salah satunya biofuel ini, kita optimistis tercapai. Oleh karena itu, peran bioenergi dalam bauran energi cukup besar hampir 7,7 persen," kata Edi.
Nantinya faktor pendukung serapan bioenergi tidak hanya pada sektor transportasi saja. Sektor pembangkit dan industri akan lebih banyak menggunakan bioenergi.
"Itu ada juga untuk pembangkit atau bahan bakar di boiler atau masak di rumah tangga. kemudian yang cairnya ada bahan bakar nabati ada biodiesel, bioetanol, bioavtur, ada diesel biohidrokarbon, kemudian gasoline biohidrokarbon," ujar Edi.
Bioenergi sebagai salah satu sumber EBT memegang peranan yang sangat penting dalam perjalanan mencapai NZE.
Dukungan pemerintah
Sementara itu, pemerintah menyatakan berkomitmen mendukung sektor perkebunan kelapa sawit untuk meningkatkan produktivitas dan produk sawit rakyat. Salah satu upaya itu dilakukan melalui program Peremajaan Sawit Rakyat (PSR) atau replanting.
Pada 2023, realisasi program PSR mencapai 53.012 hektar (ha). Angka itu meningkat 72,35 persen dibandingkan capaian 2022 yang sebesar 30.759 ha dengan penyaluran dana PSR pada 2023 mencapai Rp 1,5 triliun yang diberikan kepada 21.020 pekebun.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyoroti realisasi program penanaman kembali atau replanting sawit yang hanya mencapai 30 persen dari target yakni 180 ribu hektare. Airlangga menekankan, salah satu penghambat utamanya yakni regulasi yang mempersulit proses replanting bagi pekebun rakyat.
"Salah satu yang menjadi kendala adalah kendala di regulasi, maka tadi diminta agar Kementan mengkaji Peraturan Menteri Pertanian ini karena kebun rakyat tidak bisa di-replanting karena diminta dua hal. Satu, selain sertifikat, diminta juga rekomendasi dari KLHK (Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan),” tuturnya dalam keterangan resmi, Selasa (27/2/2024).
Dalam Program PSR, pada tahun pertama pekebun sawit rakyat bisa mendapatkan dana bantuan sebesar Rp 30 juta per hektare dengan maksimal luasan kebun empat hektare. Untuk tahun kedua dan selanjutnya, pekebun dapat memanfaatkan Kredit Usaha Rakyat (KUR) dengan batas maksimal pagu Rp 500 juta dengan bunga enam persen per tahun.
Airlangga menuturkan, saat ini sedang diajukan usulan kenaikan dana bantuan tersebut menjadi Rp 60 juta untuk biaya pembangunan kebun, perawatan, tanaman sela, pendampingan sampai dengan tanaman mulai berbuah (P0–P3) dengan kebutuhan biaya Rp 10,8 triliun.
“Kami juga usulkan kenaikan dana untuk replanting yang sekarang diberikan Rp 30 juta itu untuk dinaikkan ke Rp 60 juta. Kenapa harus dinaikkan ke Rp 60 juta? Karena dari hasil kajian naskah akademik dan juga dari hasil komunikasi dengan para pekebun, itu untuk replanting mereka baru bisa berbuah di tahun keempat," ujar dia.
"Sehingga mereka bisa melakukan tanaman sela atau tanaman lain untuk menunjang hidup juga. Nah, ini sedang dalam pembahasan lanjutan,” katanya.
Selain itu, pemerintah melalui Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) sedang mempersiapkan program beasiswa untuk menciptakan sumber daya manusia kelapa sawit yang unggul dan menjamin keberlanjutan industri kelapa sawit sesuai dengan tantangan industri dan prinsip keberlanjutan. Lalu mengenai keterlanjuran lahan, dilihat dari daftar yang sudah masuk, dinilai keluarannya masih sangat sedikit.
"Padahal ini sudah masuk di dalam Undang-Undang Cipta Kerja dan sudah dikerjakan sejak tahun 2021. Oleh karena itu perlu ada percepatan penyelesaian keterlanjuran lahan untuk pekebun rakyat. Termasuk untuk pembagian wilayah TORA-nya juga harus didorong,” ujar dia.
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.