Iqtishodia
Bansos dalam Perspektif Ekonomi Syariah
Negara jangan lagi hanya membagi-bagi dana yang sifatnya jangka pendek.
Oleh Dr Irfan Syauqi Beik, Dekan Fakultas Ekonomi dan Manajemen (FEM) IPB University
Topik tentang bantuan sosial (bansos) menjadi salah satu topik terhangat dalam kampanye pasangan capres-cawapres pada Pilpres kali ini. Di antara problem utamanya adalah terletak pada pemanfaatan bansos sebagai instrumen politik dan kondisi data penerima bansos yang masih belum sepenuhnya tepat sasaran.
Wajar jika kemudian isu bansos mengundang perdebatan hangat di tengah publik, termasuk seruan dari Forum Ekonom Indonesia (FEI) pada 31 Januari 2024 yang meminta agar bansos dikembalikan sebagai instrumen perlindungan sosial dengan basis data yang lebih baik dan lebih terintegrasi.
Terlepas dari perdebatan politik dan hasil Pemilu yang ada, sesungguhnya ada satu hal penting terkait bansos dari perspektif ekonomi syariah. Yaitu, bagaimana mengembangkan paradigma bansos produktif, di samping bansos konsumtif yang selama ini telah berjalan. Selain itu, bagaimana menyinergikan antara program bansos dengan program zakat, karena keduanya memiliki kemiripan karakteristik, yaitu sama-sama digunakan sebagai instrumen perlindungan sosial dan pengentasan kemiskinan.
Konsumtif vs produktif
Selama ini, pendekatan yang digunakan dalam menyalurkan bansos adalah pendekatan yang bersifat konsumtif. Artinya, dana disalurkan langsung kepada para penerima manfaat bansos untuk memenuhi kebutuhan mereka pada jangka pendek.
Dalam hal penyaluran zakat, pendekatan konsumtif ini dikenal dengan istilah pendistribusian zakat, yang mana zakat disalurkan dalam rangka memenuhi kebutuhan penerima zakat (mustahik) yang bersifat mendesak dan jangka pendek. Sifatnya sangat temporer dan tidak memerlukan pendampingan khusus. Hal yang terpenting penerima manfaat zakatnya adalah kelompok mustahik yang telah sesuai dengan kriteria delapan ashnaf berdasarkan ketentuan syariah dan perundang-undangan yang berlaku.
Selama ini, pendekatan yang digunakan dalam menyalurkan bansos adalah pendekatan yang bersifat konsumtif
Adapun pendekatan produktif pada bansos relatif tidak terakomodasi, kecuali pada masa pandemi yang lalu, yang mana dalam program PEN (Pemulihan Ekonomi Nasional) ada program bansos produktif. Sebagai contoh, pada 2021 lalu, telah disalurkan dana bansos produktif kepada 9,1 juta UMKM seluruh Indonesia dengan nilai masing-masing sebesar Rp 2,4 juta, melalui pegadaian, jaringan bank Himbara, dinas koperasi dan UMKM, gerakan koperasi, Asbanda, dan Perbarindo.
Sementara pada penyaluran zakat, pendekatan produktif ini dikenal dengan istilah pendayagunaan zakat. Pendayagunaan zakat adalah pendekatan yang mendorong para mustahik untuk dapat mengembangkan usaha produktif, sehingga mereka memiliki daya tahan ekonomi pada jangka panjang dan mampu keluar dari garis kemiskinan.
Tujuan program produktif agar kaum dhuafa mampu memberdayakan dirinya, sehingga mereka memiliki sumber pendapatan berkelanjutan dan mampu bertransformasi menjadi kelompok yang mampu. Diharapkan, mereka tidak selamanya menjadi penerima zakat, namun bisa berubah menjadi pemberi zakat.
Program produktif ini bisa dalam bentuk program ekonomi, maupun juga program pendidikan dan kesehatan.Misalnya, pada program kesehatan, semasa penulis berada di BAZNAS, pada tahun 2019-2020, pernah dikembangkan program pengentasan stunting dan gizi buruk melalui pemanfaatan potensi kelapa yang diubah menjadi biskuit padat gizi yang diberikan pada ibu-ibu hamil dan anak-anak balita.
Program tersebut dilaksanakan di Desa Tandaigi, Kecamatan Siniu, Kabupaten Parigi Moutong, Sulawesi Tengah. Ini adalah contoh pendayagunaan zakat di bidang kesehatan yang juga memiliki sisi ekonomi produktif.
Jika dibandingkan antara pendekatan konsumtif dengan produktif, maka pendekatan produktif akan memiliki dampak lebih besar dari sisi upaya pengentasan kemiskinan, dibandingkan dengan pendekatan konsumtif. Pendekatan konsumtif berfungsi lebih sebagai penyangga untuk memenuhi kebutuhan dasar yang mendesak pada jangka pendek, sehingga efek terhadap pengentasan kemiskinannya relatif kecil. Namun demikian, upaya penyaluran secara produktif ini memerlukan sejumlah prasyarat. Salah satu prasyarat yang paling utama adalah ketersediaan tenaga pendamping.
Ketersediaan tenaga pendamping yang kompeten merupakan faktor utama yang memengaruhi keberhasilan program penyaluran produktif. Jika melihat pengalaman bansos produktif yang lalu, tenaga pendamping yang akan menjadi mentor dan pembina para penerima manfaat Bansos relatif tidak ada, sehingga efektivitas Bansos produktif juga menjadi pertanyaan.
Kalau melihat program bansos produktif tersebut, makna produktifnya lebih diarahkan pada usaha eksisting yang telah dimiliki oleh para penerima manfaat, tanpa perlu ada pendampingan secara khusus oleh tenaga pendamping. Jadi, dana tersebut digunakan sebagai dana bantuan untuk merevitalisasi usaha milik para penerima manfaat yang terkena imbas pandemi Covid-19. Apakah pada akhirnya para penerima manfaat tersebut menggunakan seluruh dana yang diterimanya untuk me-restart usaha yang dimilikinya, atau sebagian/seluruh dana justru terpakai untuk keperluan konsumsi di luar usaha, tidak ada yang mengetahuinya secara pasti karena tidak ada tenaga pendamping yang melakukan pembinaan dan monitoring program.
Oleh karena itu, perlu didesain program bansos produktif yang disertai dengan penguatan melalui tenaga pendamping, agar dampak dana bansos itu menjadi lebih besar, terutama dalam hal menurunkan angka kemiskinan dan meningkatkan perekonomian. Penguatan bansos produktif ini bukan berarti menghilangkan bansos konsumtif.
Hal yang perlu diatur adalah proporsinya. Jika proporsi konsumtif dan produktif adalah 70:30 misalnya, maka dari anggaran bansos tahun 2024 yang berjumlah Rp 496 triliun, akan didapat Rp 148,8 triliun dana bansos produktif. Jika setiap penerima manfaat bansos produktif menerima Rp 5 juta per orang (dua kali lebih besar dari program di 2021), maka jumlah penerima manfaat yang dapat dibantu adalah sebanyak 29,76 juta UMKM.
Perlu didesain program bansos produktif yang disertai dengan penguatan melalui tenaga pendamping
Dengan pendampingan yang tepat, maka jumlah ini bisa menjadi salah satu faktor penggerak perekonomian nasional. Pada jangka pendek, pemerintah dapat bekerja sama dengan kalangan perguruan tinggi dan LSM pemberdaya masyarakat dalam memenuhi kebutuhan tenaga pendamping yang berkualitas, di samping memanfaatkan infrastruktur yang ada seperti tenaga penyuluh pertanian.
Penulis berharap agar filosofi bansos konsumtif dan produktif ini bisa menjadi paradigma pemerintahan mendatang dalam mengembangkan program bansos. Negara jangan lagi hanya membagi-bagi dana yang sifatnya jangka pendek, namun juga harus memperhatikan dampak pada jangka panjangnya.
Perlu dipilah-pilah mana kelompok masyarakat yang memerlukan bansos konsumtif dan mana kelompok masyarakat yang justru harus dibantu dengan program bansos produktif. Tentu bagi masyarakat usia produktif dan memiliki kesehatan fisik mental yang prima, akan lebih efektif jika program bansosnya bersifat produktif dibandingkan yang konsumtif. Dengan pendampingan yang tepat, maka kelompok masyarakat ini dapat diakselerasi untuk keluar dari garis kemiskinan.
Hal yang juga tidak kalah penting adalah indikator keberhasilan program bansos produktif ini bukan hanya terletak pada pertanggungjawaban keuangan, yaitu pada keberhasilan transfer dana untuk penerima manfaatnya saja, namun harus lebih dari sekedar pertanggungjawaban keuangan.
Pemerintah melalui program ini harus bisa membuat usaha masyarakat naik kelas, dari usaha mikro, naik jadi usaha kecil, dari usaha kecil jadi usaha menengah, dan dari usaha menengah naik kelas jadi usaha besar. Disinilah fungsi pendampingan menjadi krusial, karena para tenaga pendamping ini diharapkan dapat membuka kunci-kunci potensi UMKM yang didampinginya.
Terakhir, penulis berharap ada sinergi antara program bansos dengan zakat. Dengan tantangan perekonomian yang semakin kompleks, maka sinergi keduanya menjadi sangat krusial bagi bangsa ini.
Kemenko PMK diharapkan dapat mengoordinasikan dengan lebih baik antara Kemensos, BAZNAS dan K/L lainnya yang memiliki program pengentasan kemiskinan. Tujuannya agar semua sumber daya yang ada bisa secara tepat dan efektif digunakan dalam meningkatkan perekonomian dan kesejahteraan masyarakat. Wallaahu a’lam.
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.