Khazanah
Hamba Sang Maha Cahaya, Peta Jalan Menemukan Jawaban
Perjalanan spiritual Ary Ginanjar bisa menjadi pijakan dan teman perjalanan.
Dalam satu momen di fase kehidupan Anda muncul pertanyaan, “Untuk apa Aku hadir di muka bumi ini?” Lalu, Anda juga bertanya, setelah hidup di dunia ke mana kita akan pergi? Kemudian muncul lagi, lagi, dan lagi pertanyaan-pertanyaan lainnya yang tidak mudah dan cepat ditemukan jawabannya.
“Untuk apa Aku hadir di muka bumi ini?”
Boleh jadi pertanyaan-pertanyaan semacam ini dipertanyakan oleh banyak orang. Ary Ginanjar, Pendiri ESQ, menjadi satu dari sekain banyak orang yang mempertanyakan keberadaan dirinya di dunia. Bahkan pertanyaan tentang makna hidup ini telah muncul sejak ia masih belajar alif ba ta. Novel biografi terbaru A. Fuadi, Hamba Sang Maha Cahaya (HSMC), mendokumentasikan jejak perjalanan spiritual Ary yang hati dan kepalanya selalu dipenuhi dengan pertanyaan-pertanyaan bagai topan yang tak kunjung usai. Pertanyaan besarnya yang tak kunjung terjawab adalah "Allah itu siapa?"
Hadirnya pertanyaan-pertanyaan di atas membuat hati gamang dan resah. Bila jawaban tak kunjung didapatkan. Jika hati dan pikiran belum terpuaskan dengan jawaban yang ditemukan. Hidup serasa hampa. Gerak langkah seolah kehilangan arah. Gelimang harta, berada di puncak kuasa, dipuji dan dipuja, seakan tidak ada makna. Kosong.
Bila salah langkah mencari jawaban bisa bahaya dan membahayakan. Dalam proses pencarian terbuka kemungkinan "dirampok" setan. Seolah mendapatkan jawaban, sebenarnya jalan yang dipilih penuh dengan kesesatan. Karenanya dalam upaya mencari penting memilih bacaan, wajib mendapat pendampingan.
Based on True Story
Saat melewati jalan Simatupang, Jakarta Selatan, dari arah Kampung Rambutan menuju Lebak Bulus, tepatnya di daerah Cilandak, baik di jalan arteri atau tol, akan tampak gedung ikonik, dengan tulisan Allah di atapnya. Inilah Menara 165. Kantor Pusat dan pusat kegiatan ESQ.
Di balik kokoh dan ikoniknya Gedung Menara 165 ada cerita menarik dan dramatis. Dan, cerita ini menjadi satu dari sekian puzzle-puzzel kisah hidup Ary Ginanjar yang diceritakan dalam Novel HSMC. Sebagai penulis HSMC, A. Fuadi menjadikan perjalanan hidup Ary Ginanjar sebagai inspirasi dari buku ke-19 nya ini.
Berawal dari obrolan Fuadi dengan sahabatnya, Bakhtiar Rakhman, dalam perjalanan Gontor – Solo tercetus ide mendokumentasikan perjalanan hidup Ary Ginanjar. Setelah melalui proses wawancara, kajian pustaka, dan penulisan akhirnya Oktober 2023 novel HSMC rilis. Ini menjadi novel biografi ketiganya yang kali ini diterbitkan oleh Republika Penerbit. Sebelumya Fuadi menulis novel biografi Lafran Pane dan Buya Hamka. Berbeda dengan dua novel biografi sebelumnya, novel biografi Ary Ginanjar memiliki keistimewaan. Kali ini Fuadi menulis orang yang masih ada dan bisa diwawancarai langsung,
Judul : Hamba Sang Maha Cahaya
Sub Judul : A Story of Ary Ginanjar Agustian The Founder of ESQ
Penulis : Ahmad Fuadi
Ukuran : 15 x 23
Halaman : 356 halaman
ISBN : 978978-623-5343-19-8
Harga : Rp 150.000,-
Kategori : Novel Biografi
Kisah Hidup Dramatis Berakhir Manis
Novel HSMC bercerita tentang keresahan anak manusia, pertanyaan yang tak terjawab, kehancuran setelah keberhasilan, kejatuhan dan ditinggal sendirian, dan puncaknya tentang makna kehidupan. Ary Ginanjar menjalani kehidupan yang naik-turun, sesekali belok dengan sangat patah. Perjalanannya bagaikan jet coaster Dalam perjalanannya Ary mengalami tiga krisis utama. Pertama, krisis saat masa kecil dan remaja. Saat Ary kecil hobinya memanjat tangga, walau selalu jatuh. Pernah naik ke atas genteng dengan bahaya mengancam hanya karena penasaran. Ary remaja penuh dengan gejolak kaula muda. Sempat diremehkan, tetapi kemudian menjadi yang ditakuti.
Kedua, krisis saat meniti karier dan membangun keluarga. Sempat menjadi calon pegawai negeri sipil sambil merintis usaha. Tepat saat diangkat menjadi PNS Ary memutuskan berhenti dan fokus kepada bisnis. Berumahtangga dijalaninya sambil terus mengembangkan usaha. Tidak sia-sia kerja kerasnya selama ini. Usahanya semakin berkembang, tapi sayang rumah tangganya harus tumbang. Secara pribadi meskipun kehidupan Ary sudah berkecukupan, tetapi hatinya dipenuhi keresahan. Pada saat inilah Ary bertemu KH Adnan dan memutuskan untuk menjadi muridnya.
Ketiga, krisis setelah lebih dewasa dan kembali tinggal di Jakarta. Sebelumnya Ary menetap di Bali. Pelatihan ESQ yang didirikan dan dikembangkannya maju luar biasa. Lalu, badai silih berganti menerpa. Ada kabar negatif dari Malaya. Intensitas pelatihan berkurang, padahal karyawan sudah disiapkan dalam jumlah banyak dan gedung sedang proses pembangunan. Dulu banyak yang datang dan berusaha untuk menjadi teman. Kini, satu per satu meninggalkan.
Tak terbayangkan hidup seperti Ary Ginanjar. Kalau orang biasa mungkin saja kepalanya remuk dan hatinya hancur. Tapi tidak bagi Ary. Cobaan justru menjadi jalan bagi Ary bertemu dengan jawaban seperti yang selama ini diharapkannya. Kehidupan yang dramatis Ary terima dan jalani sehingga berbuah manis. Cara Ary menjinakkan topan badai dan cara belajar dari krisis dengan keunikan-keunikannya sangat menarik untuk dipetik dan menjadi pelajaran.
Cahaya di Atas Cahaya.
Satu hal yang patut dicontoh dari Ary adalah kegigihannya untuk terus mencari dan mencari. Ary meyakini bagi yang mau mencari dan berusaha, akan selalu terbentang jalan menuju cahaya cemerlang. Berkaca pada kehidupan Ary, cukuplah Cahaya ilahiyah itu menjadi satu-satunya penuntun segala sesuatu. Cahaya di atas cahaya.
Oleh karena itu, perjalanan spiritual Ary Ginanjar bisa menjadi pijakan dan teman perjalanan. Ary bukan saja telah menemukan jawaban dari setiap pertanyaan yang selama ini membuat hidupnya penuh keresahan dan kegelisahan. Lebih dari itu, kini Ary merasakan hidupnya lebih bermakna karena bisa mengisi setiap detik kehidupannya dengan memberikan kemanfaatan.
Untuk kamu yang sedang mencari jati diri, novel ini bisa menjadi inspirasi. Bagi Anda yang memiliki banyak pertanyaan, kisah Ary Ginanjar bisa menjadi peta jalan. Kepada semua yang merasa hampa, padahal bergelimang harta, memiliki kuasa, terkenal di dunia maya dan nyata, karya terbaru Fuadi ini bisa menjadi pijakan dan tuntunan menemukan hidup yang bermakna.
Lebih Dekat dengan A. Fuadi.
AHMAD FUADI. Lahir di Bayur, kampung kecil di tepi Danau Maninjau, Sumatera Barat. Fuadi merantau ke Jawa, sekolah agama di Pondok Modern Gontor. Lulus kuliah Hubungan Internasional, UNPAD, dia menjadi wartawan Majalah Tempo.
Tahun 1999, dia terbang ke Amerika Serikat saat mendapat beasiswa Fulbright untuk kuliah S-2 di School of Media and Public Affairs, George Washington University. Tahun 2004, dia bertolak ke Inggris ketika mendapatkan beasiswa Chevening Award untuk belajar di Royal Holloway, University of London untuk bidang film.
Fuadi selalu bersemangat melanjutkan sekolah dengan mencari beasiswa. Sampai sekarang, Fuadi telah mendapatkan 10 beasiswa, residency, dan fellowship untuk belajar di luar negeri. Fuadi pernah menetap di Kanada, Singapura, AS, dan Inggris, telah sudah diundang bicara di berbagai acara literasi di 5 benua, serta sudah berkeliling ke 58 negara. Novel pertamanya, Negeri 5 Menara telah diangkat ke layar lebar pada tahun 2012 dan novel Ranah 3 Warna pada tahun 2022. Buku Hamba Sang Maha Cahaya adalah karya Fuadi ke-19, baik dalam fiksi maupun non fiksi (termasuk kompilasi dengan penulis lain).
Penyuka fotografi ini kini sibuk menulis, menjadi public speaker, dan mendampingi Komunitas Menara, yayasan sosial untuk pendidikan anak usia dini yang kurang mampu. Dia tinggal di Bintaro, Jakarta Selatan, bersama istrinya Danya (Yayi) dan anaknya, Salman.
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.