Gaya Hidup
Menimbang Mana yang Lebih Ramah Lingkungan, Sedotan Platik atau Kertas?
Sama seperti sedotan plastik, sedotan kertas juga biasanya tidak dapat didaur ulang
Sedotan kertas semakin populer digunakan di berbagai gerai makanan dan coffee shop sebagai pengganti sedotan. Akan tetapi, meskipun sedotan kertas bisa terurai di lingkungan, tidak seperti plastik, sedotan kertas tetap masih memiliki banyak kekurangan.
Studi terbaru dari University of Antwerp, Belgia, mengungkap bahwa sedotan kertas mengandung lebih banyak bahan kimia per- and polyfluorinated substance (PFAS), dibandingkan plastik. PFAS yang juga dikenal sebagai bahan kimia abadi dapat bertahan di lingkungan selama beberapa dekade dan dikaitkan dengan berbagai masalah kesehatan.
Para peneliti di balik penelitian ini mengatakan, hasil penelitian mereka menunjukkan bahwa sedotan kertas belum tentu merupakan alternatif yang lebih berkelanjutan daripada plastik. Semakin tinggi tingkat bahan kimia yang terkandung di dalamnya, itu dapat dilihat sebagai tanda tanya tentang seberapa biodegradable alternatif ini.
Jumlah gas rumah kaca yang dilepaskan selama siklus hidup sedotan kertas diperkirakan setara dengan seperempat emisi dari sedotan plastik. Penilaian siklus hidup yang dilakukan oleh para peneliti di Brasil pada 2020 juga menghasilkan hasil yang serupa, di mana sedotan kertas memiliki dampak lingkungan yang lebih tinggi daripada sedotan plastik.
Penggunaan lahan yang dibutuhkan untuk bahan baku kertas, yaitu pohon adalah alasan utamanya. Namun, penelitian ini tidak memperhitungkan dampaknya terhadap kehidupan laut, di mana para peneliti mengakui bahwa sedotan plastik kemungkinan akan memiliki dampak yang lebih tinggi karena sedotan kertas terurai dengan cepat di dalam air.
Selain itu, sama seperti sedotan plastik, sedotan kertas juga biasanya tidak dapat didaur ulang karena lebih gampang terurai saat terkena cairan. Pemerintah Inggris juga menyimpulkan, sedotan kertas mengeluarkan lebih banyak gas rumah kaca saat membusuk di tempat pembuangan akhir dibandingkan dengan plastik.
Timbang-timbang emisi
Lantas mana yang terbaik, sedotan kertas atau plastik? Tampaknya tidak keduanya. Founder The Last Plastic Straw, Jackie Nunez, mengatakan bahwa pilihan terbaik adalah dengan memilih sedotan nonplastik yang dapat digunakan kembali.
Menurut dia, sedotan berbahan stainless steel dan kaca jauh lebih aman serta tahan terhadap keausan daripada plastik. Meskipun lagi-lagi, sedotan berbahan kaca dan stainless steel tetap tidak luput dari masalah.
Sebuah penelitian mengungkap, sedotan kaca menghasilkan emisi gas rumah kaca 44 kali lebih banyak dibandingkan sedotan plastik, sementara sedotan stainless steel menghasilkan emisi 148 kali lebih banyak. Sedotan bambu lebih baik, tetapi masih menghasilkan 27 kali lebih banyak karbon dioksida daripada plastik.
Penelitian lain di Afrika Selatan menemukan bahwa Anda perlu menggunakan sedotan kaca sebanyak 23-39 kali dan sedotan stainless steel tahan karat sebanyak 37-63 kali untuk menetralisasi dampak lingkungan yang ditimbulkannya saat dibuat dan dijual.
Untungnya, sedotan yang dibuat dengan baik dan dapat digunakan kembali akan bekerja dengan baik untuk ratusan kali pemakaian. Namun, dari hitung-hitungan para ahli sejauh ini, sedotan nonplastik bagaimanapun, tetap dinilai lebih baik daripada sedotan plastik.
Profesor sistem keberlanjutan di University of Michigan, Shelia Miller, menyatakan, sebagian besar sedotan plastik akhirnya dibakar atau dibuang ke tempat pembuangan sampah. Setelah berada di tempat pembuangan sampah, plastik terurai secara perlahan, terurai menjadi mikroplastik yang dapat terlepas ke lingkungan yang lebih luas, bahkan menghasilkan kontaminasi bahan kimia yang berbahaya.
Namun, jumlah gas rumah kaca yang dihasilkan oleh sedotan plastik relatif rendah. "Menghindari satu perjalanan mobil sejauh 72,4 km setara dengan tidak menggunakan botol air plastik selama empat tahun. Jadi, bagaimanapun plastik itu sangat mengkhawatirkan," kata Miller, yang melakukan penghitungan ini dengan menggunakan Model Pengurangan Limbah EPA AS, seperti dilansir BBC, Selasa (7/11/2023).
Global Plastics Outlook memperkirakan, sekitar 380 juta ton sampah plastik diproduksi secara global setiap tahunnya, dengan sekitar 23 juta ton di antaranya berakhir di lingkungan. Diperkirakan sekitar 1,7 juta ton dari jumlah tersebut berakhir di lautan setiap tahunnya, meskipun penelitian lain menyebutkan angka antara 4,8 hingga 12,7 juta ton.
Dari 380 juta ton sampah plastik yang dihasilkan, sekitar 43 juta ton berasal dari produk konsumen yang mencakup plastik sekali pakai dari industri makanan dan minuman. Sekitar 14 juta ton di antaranya atau 3,7 persen dari total sampah plastik, terbuat dari polipropilena, bahan utama yang digunakan dalam sedotan plastik.
Di lautan, jaring ikan adalah salah satu bentuk polusi plastik yang paling banyak ditemukan. Sebuah penelitian yang diterbitkan pada 2018 menemukan bahwa 46 persen dari 1,8 triliun potongan plastik yang diperkirakan ada di Great Pacific Garbage Patch yang terkenal berasal dari jaring ikan. Jadi, mengapa sedotan plastik menjadi lambang dari masalah polusi plastik jika dampaknya minimal?
Menurut wakil presiden World Wildlife Fund, Erin Simon, selama ini sedotan memang menjadi simbol dari masalah polusi plastik. Kita pun bisa mengambil bagian untuk tidak memilihnya. "Krisis global seperti polusi plastik hanya bisa diselesaikan jika semua orang melakukan bagiannya masing-masing,” kata dia mengingatkan.
Pilihan terbaik adalah dengan memilih sedotan nonplastik yang dapat digunakan kembali.JACKIE NUNEZ, Founder The Last Plastic Straw.
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.
Berburu Destinasi Wisata Berkelanjutan
Indonesia mendorong konsep pariwisata berkelanjutan atau sustainable tourism sebagai bagian dari kunci strategis.
SELENGKAPNYASektor Telekomunikasi, Jadi Andalan tapi tak Berkelanjutan
Jumlah operator ynag lebih sedikit tentu alokasi frekuensinya akan jadi lebih optimal.
SELENGKAPNYA