Suasana kompleks perumahan di kawasan Sawangan, Depok, Jawa Barat, Ahad (9/2). | Putra M. Akbar/Republika

Ekonomi

Edukasi adalah Kunci

 

 

Jika jempol kita mengetik "rumah syariah" di media sosial seperti Instagram, kita akan mudah mendapati penawaran pengembangan rumah dengan klaim syariah, tanpa riba, tanpa BI Checking atau kini SLIK, dan tanpa perantara bank. Sebagai konsumen, masyarakat bebas memilih pembelian rumah dengan skema apa pun.

Namun, sebelum itu, masyarakat bisa belajar dari kasus Kampoeng Kurma dan membekali diri dengan pengetahuan. Akhir 2019, sempat mengemuka kasus investasi PT Investasi Kampoeng Kurma yang diklaim berkonsep syariah dan bebas riba dengan menjanjikan membangun wilayah perkebunan kurma dengan berbagai fasilitas Islami. Namun, Satgas Waspada Investasi OJK kemudian mengungkap PT Investasi Kampoeng merupakan investasi palsu dan tidak memiliki opini syariah dari Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN MUI).

Pengembang properti, Grand Wisata Bekasi, yang merupakan anggota Sinar Mas Land melakukan edukasi kepada konsumen. Kegiatan ini seiring dengan maraknya pengembangan properti tanpa kolaborasi dengan lembaga keuangan resmi, seperti perumahan syariah dengan klaim bebas riba, bebas BI Checking atau SLIK, dan tanpa bank.

Commercial and Digital Communication Section Head Grand Wisata Bekasi Hans Alvadino Lubis menyampaikan, pasar Muslim yang menginginkan skema pembiayaan syariah cukup potensial. Ia menyarankan konsumen untuk memilih proyek yang terpercaya. "Kami melakukan edukasi dan informasi kepada klien bahwa memilih properti harus juga melihat siapa dan bagaimana sepak terjang pengembang properti tersebut," kata Hans kepada Republika, akhir pekan lalu.

Tanpa rekam jejak yang terpercaya, maka konsumen terpapar risiko tinggi. Tidak hanya risiko materiel, tapi juga legal.

Meski menyasar berbagai komunitas Muslim, ternyata tidak semua komunitas tertarik pada iklan perumahan syariah. Pendiri Komunitas Bebas Riba (Kobar) Adrian Candra menyebut komunitasnya tidak mengenal dan tertarik dengan perumahan syariah. "Karena konsepnya tetap utang sekalipun (diklaim) syar'i. Kami berusaha tidak utang, sekalipun syar'i," kata Adrian.

Kobar terbentuk dari semangat bebas riba dengan menekankan pada empat hal. Sebisa mungkin mengerem utang, riba bukan opsi, menggalakkan angel investor, dan tangan di atas. Solusi untuk pembelian rumah tidak dengan membeli jadi, tapi membangunnya. Adrian menegaskan, gerakan ini bukan berarti menghindari atau tidak percaya pada lembaga keuangan syariah. "Kami tidak judging soal hukum bank syariah," kata dia.

Deputi Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Bidang Edukasi dan Perlindungan Konsumen, Sardjito, mengatakan, masyarakat harus cerdas, hati-hati, dan memeriksa secara menyeluruh kredibilitas pengembang perumahan. Literasi menjadi tameng utama agar masyarakat tidak terjerat pada konsekuensi kerugian. "Jangan terpengaruh dengan iming-iming yang serbaindah dan pastikan realistis semuanya," kata Sardjito.

Ia mengatakan, persoalan cicilan rumah langsung kepada pengembang bukan kewenangan dan bukan tugas OJK. Namun, OJK mengimbau masyarakat berhati-hati.

Anggota DSN MUI, Adiwarman Karim, juga mengimbau masyarakat untuk teliti sebelum melakukan transaksi perumahan syariah. Masyarakat perlu memeriksakan legalitas perusahaan pengembang dan skema syariahnya. "Cek legalitasnya ke otoritas, lalu cek kesyariahannya ke DSN," kata Adiwarman.

Tanpa kedua itu, maka masyarakat mengambil risiko, baik secara legal maupun materiel. "Kalau skemanya terlalu indah dan tidak masuk akal, ya, jangan," kata dia.n

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat