Iqtishodia
Potensi Pengembangan Islamic Financial Center di Indonesia
Sejumlah negara berebut posisi untuk menjadi pusat keuangan Islam.
OLEH Dr. Laily Dwi Arsyanti (Sekretaris Departemen Ilmu Ekonomi Syariah, Fakultas Ekonomi dan Manajemen IPB University), Busaid, M.Si (Peneliti Pusat Studi Bisnis dan Ekonomi Syariah/CI-BEST IPB University)
Industri keuangan syariah global bernilai sekitar 4 triliun dolar AS pada 2021 dan diproyeksikan meningkat hingga mencapai 6 triliun dolar AS pada 2026. Aktivitas perbankan syariah menyumbang sekitar 70 persen dari aset keuangan syariah global.
Selanjutnya, diikuti sukuk dengan kontribusi 18 persen, reksa dana syariah sekitar 4 persen, lembaga keuangan syariah lainnya (fintech, investasi, pembiayaan, sewa guna usaha dan perusahaan keuangan mikro serta pialang dan pedagang) menyumbang 4 persen. Adapun takaful (asuransi syariah) menyumbang sekitar 2 persen.
Pertumbuhan tinggi dan mengesankan yang dinikmati industri keuangan syariah menjadikan beberapa negara berebut posisi untuk menjadi pusat keuangan Islam (Islamic Financial Center/IFC) global, seperti Malaysia, Kazakhstan, Uni Emirat Arab, dan Qatar. Beberapa negara tersebut terus berusaha agar pusat keuangan yang dimilikinya menjadi yang terbaik di dunia dengan menawarkan beberapa fasilitas.
Pertama, keuangan sosial syariah Indonesia menempati posisi pertama sebagaimana terlihat pada Global Islamic Finance Report 2021 yang menempatkan Indonesia pada peringkat pertama dalam Islamic Finance Country Index (IFCI). Kemudian, sektor keuangan syariah Indonesia menempati urutan keenam di bawah Malaysia yang berada pada urutan pertama, disusul Arab Saudi hingga Kuwait sebagaimana dirilis oleh State of the Global Islamic Economy (SGIE) Report 2022.
Selanjutnya, total aset keuangan syariah RI berada pada posisi ke-7 terbesar dengan nilai 119,5 miliar dolar AS. Kondisi fintech syariah di Indonesia berdasarkan The Global Islamic Fintech (GIFT) menempati posisi ketiga di dunia dengan index score sebesar 65 setelah Malaysia urutan pertama dengan skor 81 dan Saudi Arabia urutan kedua dengan skor 80.
Pasar modal syariah Indonesia juga terus tumbuh dengan pesat. Bursa Efek Indonesia (BEI) merupakan bursa efek satu-satunya di dunia yang mendapatkan penghargaan the Best Islamic Capital Market of the Year selama empat tahun berturut-turut, yaitu tahun 2019-2022.
Sedangkan pasar sukuk global menempati peringkat ketiga pada 2022.
Ada beberapa data yang mendukung hal tersebut. Saham syariah yang diterbitkan jumlahnya sebanyak 510 saham atau 64 persen dari keseluruhan saham yang ada.
Selain itu, sukuk korporasi syariah jumlahnya sebanyak 221 sukuk atau 74 persen dari keseluruhan sukuk. Adapun reksa dana syariah sebanyak 274 reksa dana atau sebesar 13 persen dari keseluruhan reksa dana yang ada.
Jumlah investor syariah dalam 10 tahun terakhir juga tumbuh sangat pesat mencapai 22.891 persen dari 513 orang pada 2012 menjadi 117.942 orang pada 2022.
Pasar modal syariah memiliki ruang tumbuh yang sangat besar dengan porsi terhadap pasar modal mencapai 22 persen, terhadap keuangan syariah sekitar 60 persen dan terhadap GDP sebesar 7 persen.
Selanjutnya, sektor makanan halal mengalami kenaikan signifikan yang naik dua peringkat ke posisi kedua pada 2022. Ekspor makanan halal ke negara-negara OKI meningkat 16 persen pada 2021. Nilainya juga akan terus meningkat seiring dengan inisiatif dari pemerintah dan stakeholder lainnya.
Pemerintah Indonesia juga memiliki komitmen kuat untuk mengembangkan ekonomi dan keuangan syariah. Komitmen itu tercermin dengan dibentuknya Komite Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah yang langsung diketuai oleh Presiden dan wakil presiden debagai wakil ketua/ketua harian.
Pemerintah bahkan akan mengembangkan sebuah pusat keuangan (Financial Center) dengan Islamic financial activities yang menjadi bagian dari Financial Center tersebut di ibu kota Nusantara (IKN). Hal ini telah diamanatkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2023 tentang Pemberian Perizinan Berusaha, Kemudahan Berusaha, dan Fasilitas Penanaman Modal bagi Pelaku Usaha di Ibu Kota Nusantara (PP IKN).
Potensi tersebut selanjutnya dapat menggambarkan aktivitas layanan yang nantinya akan menjadi ruang lingkup Islamic financial center di Indonesia. Pertama, aktivitas layanan Keuangan Syariah yang mencakup keuangan komersial dan keuangan sosial syariah (wakaf, zakat, infak, dan sedekah). Kedua, aktivitas layanan bisnis syariah yang melayani kegiatan bisnis dari sektor riil meliputi perdagangan baik lokal maupun internasional halal food and beverages, muslim fashions, and halal medicines serta layanan jasa haji dan umrah. Sedangkan yang ketiga berupa aktivitas layanan pendukung jasa keuangan dan bisnis syariah, meliputi international standard dan learning center.
Ruang lingkup tersebut harus ditopang oleh sebuah ekosistem yang utuh dan menyeluruh agar Islamic Financial Center yang dikembangkan dapat bertumbuh secara berkelanjutan. Terdapat beberapa unsur atau stakeholder yang harus ada pada Islamic financial center di Indonesia.
Pertama, lembaga keuangan syariah yang meliputi komersial (bank syariah, fintech syariah, asuransi syariah, dan pasar modal syariah) dan sosial (Badan Wakaf Indonesia, Badan Amil Zakat Nasional, dan Lembaga Amil Zakat Nasional).
Kedua, institusi bisnis syariah yang meliputi perusahaan halal food and beverages, muslim fashions, halal medicines, dan layanan jasa haji dan umrah. Ketiga, institusi pendukung jasa keuangan dan bisnis syariah yang meliputi international standard institution (global financial center index dan international standard setting body keuangan syariah dan keuangan sosial syariah). Selain itu, diperlukan adanya learning center (bisnis inkubator syariah, international sharia university, research center, dan training center).
Keempat, regulator khusus meliputi aspek moneter (Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan, dan Lembaga Penjamin Simpanan), fiskal (Kementerian Keuangan), dan lainnya (Komite Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, Kementerian Perdagangan, Kementerian Perindustrian, Kementerian Agama (BPJPH), Kementerian Koperasi dan UKM, Kementerian Investasi/BKPM, Kementerian BUMN, dan Pengelola Khusus IFC).
Kelima, stakeholder lainnya yang meliputi Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH), Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN MUI), Ikatan Ahli Ekonomi Islam (IAEI), Masyarakat Ekonomi Syariah (MES), Asosiasi Fintech Syariah Indonesia (AFSI).
Tentu, semuanya kembali pada kemauan politik dari lembaga dan instansi terkait untuk memanfaatkan potensi-potensi yang ada sebagai pendorong dalam menginisiasi pembentukan IFC di Indonesia. Lembaga dan instansi yang dimaksud di antaranya adalah pemerintah (presiden dan wakil presiden), Dewan Perwakilan Rakyat, Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan, serta Komite Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah sebagai stakeholder kunci. Wallaahu a’lam.
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.