Arsitektur
Pesona Masjid Raja Abbasiyah
Dahulu, Masjid al-Khulafa difungsikan sebagai masjid resmi untuk kalangan istana Dinasti Abbasiyah.
Baghdad menyuguhkan pesona jejak-jejak peradaban Islam yang luar biasa. Kota ini menyimpan banyak peninggalan kebudayaan Muslim yang tidak terkikis oleh waktu.
Salah satu legasi kejayaan arsitektur Islam di ibu kota negara Irak itu adalah Masjid al-Khulafa. Lokasinya berada persis di sebelah timur Sungai Tigris. Kompleks tempat ibadah ini adalah salah satu bangunan kuno di Baghdad. Saat ini, usianya telah mencapai lebih dari 11 abad.
Masjid ini dibangun pada masa pemerintahan Khalifah al-Muktafi pada awal abad ke-10 M. Namanya pun mencerminkan penghormatan terhadap jasa-jasa raja ke-17 Dinasti Abbasiyah tersebut.
Selain itu, tempat ibadah ini pada masanya juga secara khusus difungsikan bagi keperluan khalifah dan keluarganya. Oleh karena itu, Masjid al-Khulafa juga dikenal sebagai Masjid al-Qashr atau Masjid Istana. Bahkan, pada mulanya bangunan ini berada dalam kompleks tempat tinggal penguasa Abbasiyah.
Masjid yang didominasi warna krem ini merupakan salah satu landmark yang menonjol di seantero Baghdad. Penjelajah terkenal, Ibnu Battuta (wafat 1369 M) diketahui pernah mengunjungi pusat pemerintahan Abbasiyah ini pada tahun 1327 M. Dalam catatannya, ia pun memuji keindahan Masjid al-Khulafa.
Masjid yang kini digunakan kaum Muslimin-Sunni itu memiliki menara yang sangat indah. Tingginya mencapai 34 meter. Menara itulah yang menjadi satu-satunya bagian yang tersisa dari konstruksi asli kompleks Masjid al-Khulafa. Anda dapat melihatnya berdiri tegak di sudut tenggara tembok batas (sahn).
Menara masjid itu dibangun dari batu bata dan plester. Bagian fondasinya dihiasi muqarnas atau lengkung stalaktit yang menonjolkan cerukan sebagai ciri khas. Adapun bingkai atau sisi permukaan menara diukir dengan ornamen-ornamen yang indah. Selain pola-pola geometris, ada pula kaligrafi yang menggunakan corak Kufi.
Pada 1960, pemerintah Irak melakukan pemugaran besar-besaran pada Masjid al-Khulafa. Begitu pula dengan bagian menaranya. Mazin Jaber dan Emad Hani Ismaeel memberikan penjelasan dalam artikelnya, “The Iraqi Practices in Urban Conservation: An Assessment of Some Projects in Baghdad After 1950.”
Arsitek yang menangani desain rekonstruksi Masjid al-Khulafa saat itu ialah Mohamed Makiya. Menurut mereka, inilah proyek pertama sang arsitek dalam merancang bangunan fasilitas publik. Dan, pengerjaannya menimbulkan tantangan tersendiri. Misalnya pada dimensi dan lokasi situs itu sendiri yang berdekatan dengan pusat kota Baghdad.
Makiya berjuang dengan Kementerian Wakaf Irak selama dua tahun dalam upaya membangun struktur yang sebanding dengan pentingnya nilai historis menara itu. Baginya, membangun masjid baru yang menggabungkan monumen penting dalam lingkungan modern menantangnya untuk mengekspresikan karakter tradisional dalam suasana arsitektur baru.
Akhirnya, proyek itu tuntas dikerjakan sekitar tahun 1970. Namun, kira-kira 10 tahun kemudian pemerintah kota setempat menyetujui proposal untuk membangun masjid baru di kawasan al-Khulafa. Kebaruan itu haruslah tetap melestarikan nilai-nilai sejarah yang dipancarkan kompleks masjid dari era Abbasiyah itu. Untuk proyek pada 1980-an itu, Makiya kembali ditunjuk sebagai arsiteknya.
Kini, Masjid al-Khulafa tampak lebih kokoh. Ruang shalat di sana berbentuk segi delapan, dan tingginya 14 meter dengan kubah yang naik tujuh meter tambahan. Kolom dan balok cincin menopang kubah. Di dasarnya adalah galeri melengkung dan pita dekorasi keramik hitam dan putih.
Hiasan yang ada menampilkan kaligrafi Kufi yang sangat geometris, yang dimaksudkan untuk menyelaraskan dengan gaya kaligrafi Kufi yang lebih tradisional di menara. Bagian luar kubah dilapisi bata kuning geometris yang serasi dengan bata di menara. Dinding luar aula juga dilapisi dengan berbagai corak batu bata kuning, disusun dalam pola geometris. Dinding interior didekorasi dengan beton pracetak, disusun dalam dua pita: pola geometris di atas lengkungan runcing.
Namun, hari ini ada kekhawatiran kehancurannya karena kurangnya pemeliharaan yang diduga berasal dari perpecahan sektarian antara masjid yang berorientasi Sunni dan pemerintah-mayoritas Syiah. Kecemasan itu wajar adanya sebab menara masjid tersebut sudah berusia ratusan tahun. Karena kemiringan menara, masjid ini lebih dikenal oleh penduduk setempat sebagai “Al'ahdab-" yang berarti "si bungkuk.”
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.
Legasi Wali Songo di Cirebon
Masjid Agung Sang Cipta Rasa dibangun pada era Sunan Gunung Jati dan Sunan Kalijaga.
SELENGKAPNYABisakah Islam Dipisahkan dari Politik?
Politik dan kekuasaan merupakan sarana untuk menegakkan perintah Allah SWT dalam amar makruf nahi munkar
SELENGKAPNYA