
Dunia Islam
Mengenal Lebih Dekat Seni Kaligrafi
Ekspresi kesenian Islam disalurkan antara lain melalui kaligrafi.
Kaligrafi merupakan salah satu elemen seni yang dikenal luas masyarakat dunia. Terlebih lagi bagi umat Islam, kadang kala ekspresi kebudayaan itu dianggap sebagai produk peradaban agama ini. Padahal, belum tentu demikian.
Seni kaligrafi tidak secara khusus bertuliskan aksara Arab atau menyampaikan ayat-ayat suci Alquran. Banyak tulisan lain, seperti Jepang, Cina, dan Yunani, yang juga memiliki seni visual tersebut.
Secara kebahasaan, kaligrafi bermakna seni tulisan indah. Asal katanya bersumber dari bahasa Yunani, allos, yang bermakna 'indah' dan graphein, yakni 'menulis.' Maka, kaligrafi (khat) Arab atau yang sering dikenal sebagai kaligrafi Islam hanyalah salah satu variannya.
Bagi bangsa Arab, tulisan pun sebetulnya bukanlah hal yang utama. Mereka pada masa lalu lebih bangga dengan tradisi lisan, semisal kepiawaian bersyair atau berpidato. Kebudayaan menulis indah sangat minim dilakukan.

Jikalau ada syair yang amat cantik, itu pun hanya ditulis jika hendak digantungkan pada Ka’bah. Ketika ketika Islam datang, kondisinya tidak jauh berubah. Alquran umumnya disimpan dalam memori para sahabat Nabi Muhammad SAW.
Kitabullah baru ditulis setelah banyak hafiz yang wafat di medan pertempuran pascawafatnya Rasulullah SAW. Maka, dimulailah proses penulisan atau pembukuan Alquran pada masa khalifah Abu Bakr ash-Shidiq. Barulah pada masa khalifah Utsman bin Affan, proyek monumental itu usai dikerjakan sehingga lahirlah Mushaf Utsmani.
Tak heran jika pada generasi awal Islam, kaligrafi bukan sesuatu yang diperhatikan. Meski aksara Arab diperkirakan telah muncul seabad sebelum Islam datang, seni visual tersebut baru muncul pada abad kedua atau ketiga Hijriyah.
Meski perkembangannya cukup lamban, kaligrafi akhirnya mendapatkan tempat di hati masyarakat Muslim. Philip K Hitti dalam buku History of the Arabs mengatakan, seni kaligrafi mendapat popularitas dan tempat tersendiri dalam kesenian Islam. Sebab, tujuan awalnya untuk memperindah tampilan ayat-ayat Kitab Suci.

Dalam Alquran pun, terdapat pelbagai isyarat tentang tulisan-tulisan serta faedahnya. Misalnya, dalam surah al-Qalam dan al-'Alaq. Keduanya menekankan, betapa kebudayaan tulis menghasilkan maslahat bagi manusia. Dan, hal itu adalah sebuah karunia dari Allah Ta'ala.
Lepas dari abad ketiga Hijriyah, kaligrafi menjadi primadona kesenian Islam. Pada tahap berikutnya, lanjut Hitti, kaligrafi sepenuhnya menjadi karya seni Islami. Pengaruhnya terasa kuat dalam seni lukis yang kemudian diikuti banyak kalangan.
Melalui karya kaligrafi, seorang Muslim menyalurkan bakat seninya yang tidak bisa diekspresikan melalui representasi objek-objek yang hidup. Seorang penulis kaligrafi atau kaligrafer menempati kedudukan yang terhormat dan mulia melebihi kedudukan para pelukis.
Pelopor dan periodisasi
Terdapat beberapa pelopor pengembangan kaligrafi Arab, di antaranya, al-Raihani (meninggal 834) yang mengembangkan kaligrafi pada masa kekhalifahan al-Ma’mun dari Dinasti Abasiyah. Ia menyempurnakan gaya kaligrafi Rihan, sesuai dengan namanya. Kemudian, Ibn Muqlah (meninggal 940), seorang menteri Abasiyah yang tangan kanannya dipotong oleh Khalifah al-Radhi. Dengan tangan kiri, ia mampu menulis dengan indah.
Terdapat pula nama Ibn al-Bawwb (meninggal 1022 atau 1032), anak seorang pegawai di Majelis Umum Baghdad. Ia menemukan gaya kaligrafi muhaqqaq. Lalu, pelopor terakhir yang amat masyhur, yakni Yaqut al-Mutashimi.
Muncul pada pengujung periode Abasiyah, ia sangat kondang sebagai ahli kaligrafi terkemuka yang namanya diabadikan sebagai nama gaya tulisan, yakni Yaquti.

“Bisa dikatakan, kaligrafi merupakan satu-satunya kesenian Arab yang produknya saat ini, baik kalangan Muslim maupun Kristen, bisa kita lihat di Konstantinopel, Kairo, Beirut, dan Damaskus. Karya-karya mereka menampilkan nilai keindahan dan keagungan yang lebih tinggi dibandingkan terdahulu yang pernah diproduksi sepanjang masa,” kata Hitti.
Lebih perinci, Habibullah Fadzoili dalam Athlasul Khat wa al-Kutub membagi enam periode perkembangan kaligrafi. Pertama, yakni era pertumbuhan di mana saat itu huruf Arab belum memiliki tanda baca atau masih gundul. Gaya kufi muncul saat periode ini.
Kedua, yakni era pertumbuhan. Periode kedua baru dimulai saat kekhalifahan Bani Umayah. Saat itu, gaya kufi mulai perkembangan lebih indah. Gaya tsulus, naskhi, muhaqqaq, raihani, riq’I, dan tauqi’ muncul pada periode yang berlangsung hingga pertengahan kepemimpinan Dinasti Abasiyah tersebut.
Ketiga, periode penyempurnaan di mana mulai muncul metode kaligrafi lengkap dengan standardisasinya. Gaya-gaya sebelumnya mulai dimodifikasi dan diberi kaidah. Periode keempat, yakni pengembangan kaidah dan metode pada era sebelumnya. Saat itu mulai muncul harmonisasi dua gaya dalam satu kanvas. Kemudian, periode selanjutnya, yakni masuk ke pengolahan.
Pengembangan teknik lebih mendapat penekanan dalam era ini. Saat itu, ratusan gaya telah berhasil diciptakan para kaligrafer. Periode terakhir, yakni saat Dinasti Mamluk berkuasa di Mesir dan Dinasti Safawi berkuasa di Persia. Pengembangan gaya terus terjadi saat periode tersebut hingga mencapai puncak saat periode Turki Utsmani.

Berkembang di Timur
Saat Dinasti Abasiyah runtuh akibat serangan Mongol, perkembangan kaligrafi justru makin memuncak. Apalagi, saat itu terdapat pelopor kaligrafer ternama, Yaqut. Islamnya putra Hulagu Khan, Abaga, menjadikan Dinasti Mongol menganut Islam. Saat itulah kaligrafi mengalami perkembangan di negeri Islam timur, terutama saat Mongol di bawah kepemimpinan Ghazan dan Uljaytu.
Ghazan seorang Muslim yang terpelajar memberikan dukungan besar terhadap seni Islam, termasuk kaligrafi dan penyalinan buku. Tradisi tersebut kemudian dilanjutkan penggantinya, Uljaytu, yang kemudian menjadi era kemajuan seni dan sastra.
Ia memiliki dua orang kepercayaan, yakni Rashid al-Din dan Sa’d al-Din. Keduanyalah yang selalu melindungi para pelajar, seniman, dan kaligrafer. Pada masa Uljaytu inilah, perkembangan kaligrafi mencapai puncaknya.
Pascaberakhirnya generasi Mongol pada abad ke-14, kaligrafi masih menjadi primadona di bawah kekuasaan Dinasti Timurid yang pimpin Timur Leng. Dia menciptakan gaya baru kaligrafi untuk penulisan Alquran. Menggantikan gaya Mongol, gaya ini lebih memiliki pola megah dan geometris.
Alur Penyelenggaraan Ibadah Haji 1444 H/2023 M
Mereka bagian dari sejarah karena menjalani haji dengan jumlah normal usai pandemi.
SELENGKAPNYAIndonesia-Iran Saling Mendukung dalam Perdagangan
Iran merupakan negara strategis dan bisa menjadi pintu masuk bagi produk RI ke kawasan Timur Tengah
SELENGKAPNYAKedatangan Jamaah Dimulai, Petugas Siaga di Madinah
Jamaah kloter 1 Jakarta akan menempati Hotel Golden Plaza di Simaliyah.
SELENGKAPNYA