Kuntowijoyo | Daan Yahya/Republika

Refleksi

Begawan Jadi Capres

Lakonnya apa, Pak Manteb? Sang Begawan Jadi Capres. Oyee!

Oleh KUNTOWIJOYO

Gamelan berbunyi lirih. Dog, dog. Ooo! Bismillahirrahmanirrahim. Malam dingin, angin selatan meniup pelan, bintang-bintang bersinar. Bulan sebesar tampah di angkasa.

Bukit Parahyangan tampak megah, listrik berpendar-pendar, jalan beraspal hot-mix lurus-mulus menuju padepokan. Bukan hasil KKN, bukan karena memeras rakyat, bukan berkat CGI, bukan bantuan ADB, bukan sumbangan IMF, tapi murni gotong-royong rakyat.

Siapa bertahta di padepokan? Begawan Nurkumala artinya Begawan Menyinari Waktu ya Begawan Kontemporer. Dia sanggup menguraikan ajaran agama yang pelik-pelik dengan bahasa kontemporer. Alias Begawan Nursetiawan artinya Begawan Setia Kalau Siang --kalau malam keluyuran entah kemana. "Huss, dalang edan! Kualat kau!"

Ya, sudah. Begawan Nursetiawan artinya Begawan Setia Hanya pada Tuhan. Alias Begawan Nursusatya alias Begawan Nursasangka alias Begawan Nursasadara alias Begawan Nurbagaskara, dan alias-alias yang lain. Sang Begawan terkenal ahli membaca, ahli pidato, ahli siasat, dan ahli agama. Tapi bukan ahli gigi, ahli sihir, ahli pijat-aurat, atau ahli kenteng mejik.

Dog, dog. Ooo! Bukit yang malam itu seolah membeku tiba-tiba jadi ramai oleh tingkah para cantrik yang menghadap kursi kosong Sang Begawan. Mereka cengingah-cengingih, cengingih-cengengeh, cengengeh-cengongoh, saling mendorong, berebut tempat di belakang. Sang Begawan sedang membaca, menghibur diri, Si Buta dari Goa Hantu, Wiro Sableng, Si Pitung Pahlawan Betawi.

 

 
Begawan Nursetiawan artinya Begawan Setia Hanya pada Tuhan.
 
 

 

Tapi, bacaan serius yang paling disukainya ialah buku Plato, The Republic, yang ada rumusan 'filsuf-raja' atau 'raja-filsuf'. Dia akan mengangguk-angguk --konon sampai lehernya pegel-linu. "Eureka, eureka!" ia berjingkrak-jingkrak, berteriak-teriak. Kemudian, "Salonpas, Salonpas!" Emban, cantrik, dan inal-inul kebingungan.

Dog, dog. Ooo! (Gamelan di ruang audiensi berbunyi "Ning, nong, ning, nong"). Sang Begawan berteriak: "Bukan Kebogiro!" (Musik dan koor berbunyi: "Di Timur, Matahari mulai bercahya.") Sang Begawan menutup telinga, berteriak lagi: "Ngawur! Thola'al!" (Rebana dan koor berbunyi: "Thola'al badrun 'alaina ...").

Sang Begawan duduk di kursi. Heran bin ajaib, hil-hil yang mustahal terjadi: Kursi kayu yang reyot seketika itu berubah jadi emas -- entahlah berapa karat, wong belum pernah diukur.

Singkatnya, Sang Begawan melamar atau dilamar, mencalonkan atau dicalonkan, meminta atau diminta jadi capres. Dia juga sudah mengumumkan platform-nya.(Gamelan berhenti).

Sang Begawan (SB): Cantrik, bagaimana misimu mengecek hasil polling itu? Cantrik 1 (C1): (Menyenggol kawannya). Kau saja, bapaknya kirik! C2: (Menyenggol kawannya). Kau saja, bapaknya cempe! SB: (Marah. Berdiri). Apa-apaan ini! C3: (Maju). Be-be-gini Mbah eh Eyang eh Sang Begawan. Polling itu menipu. Ada sampling error. Angka yang tinggi itu mereka peroleh dari buku telepon.

Dipilih lagi mahasiswa yang punya telepon. Dipilih lagi mahasiswa yang tinggal di Ciputat. Akhirnya, dipilih lagi mahasiswa yang kuliah di UINJ eh UNIJ eh UIJ -- pokoknya yang dulu IAIN Syarif Hidayatullah itu, lho!

SB: (Garuk-garuk kepala. Memegang-megang kacamata. Selembar rambut yang mulai memutih terjatuh dan jadi emas). Lho, kok! Lho, kok! Kalau begitu, persetan dengan hasil polling. Tidak ada itu polling-polling-pulling! Pokoknya ane mau maju! Siap?

 
Mereka bilang lagi begawan bisa tumbuh dari atas angin, tapi pemimpin politik harus tumbuh dari bawah.
 
 

C1, C2, C3: Siap, Sang Begawan. Siap!

C3: Tapi ada mekanisme yang harus diikuti. Sudah kami garap, semua bilang kalau sudah punya capres sendiri. Ada Gatotkaca, ada Srikandi, ada Werkudoro, ada ....

SB: Lha apa kata mereka tentang ane?

C1: Kata mereka, yang dicari adalah pemimpin untuk Kromo, Dongso, dan Noyo. Bukan pemimpin untuk Dr Anu, Ir Fulan, dan Dra Fulanah.

C2: Mereka bilang lagi begawan bisa tumbuh dari atas angin, tapi pemimpin politik harus tumbuh dari bawah.

C3: Mereka bilang begawan berpikir teoretis, mereka berpikir praktis. Begawan berpikir mandiri, mereka berpikir kolektif. Begawan berpikir abstrak, mereka berpikir konkret. Begawan berpikir berdasar nilai, mereka berpikir berdasar kekuasaan. Oleh karenanya, kata mereka, platform itu penuh kontradiksi.

SB: Menjijikkan. Lha siapa mencalonkan ane?

C1: Ada partai besar. Tapi mereka mempersoalkan loyalitas. "Di mana dia waktu kami diuji sejarah?" tanya mereka.

C2: Ada partai kelas menengah, tapi mereka ragu-ragu, jangan-jangan Sang Begawan tidak mau diajak kongkalikong, tutup mata ngerogoh kantong.

 
Jangan-jangan Sang Begawan tidak mau diajak kongkalikong, tutup mata ngerogoh kantong.
 
 

C3: Satu-satunya yang mencalonkan ialah partai masa depan, partai harapan, partai anak-anak muda, partai bersih, partai ....

C1: Dia mau bilang partai ingusan!

C2: Dia mau bilang partai gurem!

C3: Tidak, saya tidak akan menilai begitu. Tapi sebenarnya mereka kecewa, Sang Begawan sudah kehilangan momentum. Sekarang sistemnya sudah mantap, meski tidak sempurna.

SB: Kalau begitu Ane jadi capres independen saja!

C1, C2, C3: Tapi mekanisme itu!

SB: Tidak momentum-momentuman, tidak mekanisme-mekanisme-an! Besok pagi kampanye dimulai! (Terdengar bunyi gong menggelegar bertalu-talu di angkasa, meriam berbunyi, tanda kampanye dimulai).

Siapkan Kijang, berenda-renda, pakai 'ular-ularan' tapi jangan warna merah-kuning-hijau, kelabu saja, berbendera, berkibar-kibar. Eh, bendera ane, mmm, ya, baiknya apa, anu saja, Sinar Bintang. Itu nama Ane, Nursasangka. Lagu ane: Halo, halo Bandung. Siapkan LCD Projector, siapkan mikrofon, siapkan podium. Jer basuki mawa beya.

Tidak momentum-momentuman, tidak mekanisme-mekanisme-an! Besok pagi kampanye dimulai!

(Gamelan lirih). Dog, dog. Ooo! Ceritanya, Sang Begawan & company sampai di sebuah desa. LCD Projector, podium. Sang Begawan berpidato. (Gamelan berhenti).

SB: Platform saya sederhana saja, tidak muluk-muluk, tanpa janji, saya mewakili wong cilik, ya Saudara-saudara ini. Setuju?

Petani: (Koor). Setujuuu!

SB: Platform saya ada sepuluh. Tapi dapat diringkas jadi lima. Satu, politik. Legislatif harus..., eksekutif harus..., yudikatif harus.... Dua, ekonomi. Ekonomi makro dunia perlu..., ekonomi mikro nasional perlu..., usaha besar perlu..., usaha menengah perlu..., usaha kecil perlu..., usaha mikro perlu.... Tiga, sosial. Mobilitas sosial akan..., urbanisasi....

Petani: Lha katanya ringkasan, kok malah lebih buanyak!

SB: Ya, ya. Saya mengerti. Gampangnya begini saja. Nah, inilah. (Di layar tertulis, rumus matematik, tidak lengkap: (1) Politik: 23-6X10=EZ:MQ+5X1/2(6):ET=M{2} (2) Ekonomi: 105=TS-EZ{Y-U}:7X5+15M-[Z,U]) Petani: Sebentar, sebentar. Istirahat dulu. Minum, minum! (Mereka tiduran, leyeh-leyeh. Para cantrik membagi teh kotak) Sudah, sekarang terangkan artinya!

C1: Adapun, karena, meskipun, demikian, tetapi, bagaimanapun, karena, itulah, sebab, maka.... Petani: (Koor) Bingung, bingung, bingung....

C2: Menerangkan kok berputar-putar. (Mengambil mikrofon) Begini: (1) Politik: Sekarang-ini-baik-legislatif-eksekutif-maupun-yudikatif-hanya-mementingkan-money-politics-kekuasaan-kelompok-melupakan-substansi-Luxemburg-sudah-mengatakan-bahwa-...

C3: Stop, stop! Jangan memberondong seperti mitraliur, tanpa titik-koma. Bicara dengan petani itu harus sabar, pelahan, telaten, teliti, tuntas, teratur. Sau--da--ra sau--da--ra, po--li--tik i--tu a--da ti--ga ma--cam, ya--i--tu sa--tu le--gis--la--tif, du--a ek--se--ku--tif, ....

Petani: (Menutup telinga. Mereka koor bersama) Uuu, uuu, uuu, ...! (Mereka mulai melempar-lempar: sandal jepit, kotak teh, sampah. Gamelan keras dan cepat. Sang Begawan dan para cantrik meninggalkan tempat, lari tunggang-langgang, pontang-panting, terbirit-birit). (Gamelan lirih) Dog, dog. Ooo! Maka, Sang Begawan sampai di kampus Universitas Gadjah Mungkur. (Gamelan berhenti).

SB: Berhenti, berhenti. Ini dunia ane. Ane sendiri minta izin Rektor, kata orang rektornya ngefan berat sama ane. (SB pergi).

C1, C2, C3: (Menata barang-barang. Memutar tape: "Halo, halo Bandung, ibu kota Parahyangan ...". Memukul gong kecil: "Kumpul, kumpul!" Setelah mahasiswa kumpul, salah seorang cantrik bicara). Dengarkan, ada kabar baik. Sang Begawan, capres kita, turun gunung untuk ketemu Saudara-saudara tercinta. (Kepada SB). Semua sudah siap, Sang Begawan.

SB: Ini bukan kampanye, bukan pidato politik. Saya hanya akan menyampaikan platform yang sepuluh itu. (Di layar muncul rumusan matematik selengkapnya, satu sampai dengan sepuluh). Sekarang tanggapan Anda.

Mahasiswa 1 (Mhs1): (Cengengesan) Ya, itu sangat komprehensif. Saya sangat setuju dengan rumusan ke-8 bahwa 5x-210T:6X(y-z)=N+M-->7XC12+{a-b}/d(t:x)áXu[c+20w], karena itu adalah tanggal-bulan-tahun ulang tahun pacar saya!

Mhs2: (Serius, tapi cengar-cengir) Ini mengenai substansi, Pak. Sebaiknya Bapak lebih eksplisit, apa definisi kebudayaan yang dimaksud dalam butir ke-7 dengan rumus xXy=(a- b)/c20&>{f+g}:p+(qXw) itu?

Mhs3: (Sangat emosional) Di sini saya ingin menggugat platform yang tak adil pada nomor ke-10 bahwa penindasnya adalah kelompok z-y:(xXd13+pXcw)!

Mhs4: (Memegang-megang jidat) Pokok ke-4 yang menyebut bahwa a=yXc/58:x-n(ap penghianatan bangsa adalah argumen paling diskriminatif!

Mhs5: (Sambil menoleh-noleh) Saya minta Sang Begawan lebih tegas dalam item ke-8 dengan menyebut pelaksana strategi ke-4 metode ke-3 jalan ke-2 langkah ke-1 tapak ke-5 adalah x-y-->d12:pXq(h/w)!

C1, C2, C3: (Berbisik pada SB) Sudah-sudah, Sang Begawan. Para mahasiswa hanya main-main. Mereka asmuni, asal muni, asbun, asal bunyi, ngawur. Ingat martabat! (Gamelan lirih). Dog, dog. Ooo! Ceritanya para mahasiswa tertidur pulas, mereka menggunakan ruang ber-ac itu untuk istirahat. Mahasiswa ngorok, sehingga ruangan itu persis gedung orkestra.

Mahasiswa nglindur, sehingga ruangan mirip pasar. Ada mahasiswa yang mimpi dikejar-kejar koruptor, sehingga berteriak-teriak. Membangunkan kawan-kawannya. Tapi mereka tidur lagi. Sementara itu lima orang polisi datang. (Gamelan berhenti)

Polisi: Provokator! Demonstrasi anti Duet Agung. C1, C2, C3: (Membentak) Sang Begawan! Capres! Tahu! Polisi: (Ganti membentak, lebih keras) Provokator ya provokator! Ia boleh begawan, ia boleh capres, ia boleh buruh, ia boleh pengemis! (Gamelan keras, cepat). (Gamelan lirih). Dog, dog. Ooo! Sang Begawan digelandang ke Polsek. Sang Begawan tidak kembali, kabarnya ada deal politik tingkat tinggi. (Lagu "Gugur Bunga").

C1, C2, C3: (Mengeluh bergantian). Politik menghancurkan pamor Sang Begawan! Kita yatim piatu! Mengejar barang kecil, kehilangan barang besar! Mulai dari nol! Ditinggal pemimpin! Kita cemas! Masa depan gelap! Dicari, pemimpin yang setia Umat!

Disadur dari Harian Republika edisi 6 Juli 2003. Kuntowijoyo (1943-2005) adalah guru besar UGM Yogyakarta. Ia salah satu cendekiawan Muslim paling berpengaruh di Indonesia.

 

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat

Makna Suksesi Kepemimpinan Dalam Islam

Ada beberapa langkah untuk mempersiapkan kepemimpinan dalam Islam.

SELENGKAPNYA

Nama-Nama Indah Rasulullah

Rasulullah merupakan manusia tanpa cacat yang gerak-geriknya jauh dari kesia-siaan.

SELENGKAPNYA

Ketika Semua Berubah karena AI

Tinggal masalah waktu, teknologi AI akan digunakan di mana-mana.

SELENGKAPNYA