
Safari
Tiga Penguak Misteri Gunung Padang
Sejak temuan pada 1979, Gunung Padang tak lagi sama.
Endi, Soma, dan Abidin merasa janggal. Ketika menggarap tanah Gunung Padang, Desa Karya mukti, mereka menemukan dinding tinggi di balik pepohonan dan semak belukar. Dinding itu terbentuk dari susunan batu berbentuk balok. Endi pun melaporkan peristiwa itu pada seorang penilik kebudayaan Kecamatan Campaka.
Mereka pun kemudian bersama Kepala Seksi Kebudayaan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Cianjur, R Adang Suwanda, mengecek lokasi. Sebuah punden, bangunan, berundak setinggi 885 m dpl ditemukan di situ.
Meski sudah terlacak pada 1914-an oleh ilmuwan Belanda, sejak temuan tiga warga itu pada 1979 Gunung Padang tak lagi sama. Penelitian demi penelitian berlangsung di sana. Di sisi lain, kawasan yang dilalui Sungai Cicohang dan Sungai Cimanggu itu pun menjadi tempat ziarah.
Kini, dari tiga orang ‘penemu’ situs Gunung Padang tinggal seorang yang masih hidup, Abidin (60 tahun lebih). “Pak Abidin tinggalnya di Desa Cimenteng,” kata Nanang, koordinator juru pelihara.

Namun, keturunan mereka tetap menjaga situs itu. Nanang (39) memimpin tim beranggotakan 10 orang yang keseluruhannya keturunan tiga orang penemu itu. Nanang yang telah bekerja selama 18 tahun di sana adalah cucu dari Abah Soma. Begitu juga Rustandi (30) yang bertugas merawat situs, adalah cucu Abah Endi, yang sudah bertahun-tahun lalu tiada.
Dua Rute ke Gunung Padang
Tak sulit berkunjung ke Gunung Padang. Situs yang terletak di Desa Karyamukti, Kecamatan Campaka, Kabupaten Cianjur, bisa dijangkau dua jalur yakni Cianjur maupun Sukabumi.
Dari Kota Cianjur ke Gunung Padang hanya sekitar 50 kilometer bisa ditempuh dengan menggunakan kendaraan umum. Angkot bertarif sekitar Rp 3.000 per orang (pada 2012) mengantarkan kita dari Cianjur hingga Warung Kondang. Dari Warung Kondang ke Desa Campaka yang berjarak 20 km, tempat Gunung Padang berada, kita bisa menyewa angkot atau ojek dengan membayar Rp 60-an ribu. Rute yang dilalui mulai dari Kecamatan Warung Kondang, Gekbrong, Cibeber, dan akhirnya Campaka. Jalan cukup lancar kecuali di kawasan Gekbrong yang kondisinya buruk.
Sedangkan bila melalui Sukabumi, jalan raya yang dilintasi keadaannya lebih buruk dibandingkan akses sebelumnya. Rute yang dilewati mulai dari Kecamatan Sukaraja, Cireunghas, Gegerbitung (Sukabumi), dan Campaka. Rute ini juga bisa ditempuh dengan angkot. Angkutan umum dari Sukabumi hingga Warung Kondang mematok biaya Rp 6.000. Dari Warung Kondang, rute yang sama ditempuh menuju Desa Campaka.

Perkebunan teh dan persawahan hijau berderet di sepanjang perjalanan dari Sukabumi maupun Cianjur. Khusus di rute Cianjur, dalam perjalanannya pengunjung bisa melihat terowongan kereta api (KA) Lampegan sepanjang 686 meter. Terowongan KA terpanjang di Indonesia ini, dibangun pada periode 1879 – 1882.
Saat memasuki kawasan Gunung Padang, para pengunjung dikenai tarif Rp 1.000 per orang. Selepas membayar di loket, pengunjung bisa memilih dua alternatif jalan ke lokasi Gunung Padang. Pertama, melalui tangga asli berjumlah 378 anak tangga yang terbuat dari batu dan jalannya menanjak. Sementara jalur kedua merupakan tangga buatan dari beton yang tidak terlalu tinggi kemiringannya. Eksplorasi ke era megalitikum pun dimulai.
Disadur dari Harian Republika edisi 18 Maret 2012. Reportase oleh Riga Nurul Iman dan foto-foto oleh Prayogi.
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.
Eksplorasi Situs Megalitik Gunung Padang
Situs megalitikum terbesar di Asia Tenggara ini menyimpan banyak misteri.
SELENGKAPNYAMisteri Asal Batu di Gunung Padang
Gunung Padang saat ini seakan menjadi magnet bagi masyarakat untuk datang berkunjung.
SELENGKAPNYAMemelihara Warisan ‘Zaman Batu’
Banyak orang datang, mencoret- coret, membawa pulang batu Gunung Padang.
SELENGKAPNYA