Kabar Utama
Evakuasi WNI dari Sudan Dituntaskan
Gencatan senjata kembali disepakati pihak bertikai di Sudan.
TANGERANG -- Evakuasi warga negara Indonesia (WNI) dari Sudan terus dikebut. Sisa WNI yang belum tiba kemarin telah diberangkatkan ke Jeddah, Arab Saudi.
Panglima TNI Laksamana Yudo Margono mengatakan, 111 warga Negara Indonesia yang masih tersisa di Sudan akan diangkut menggunakan pesawat milik TNI Angkatan Udara (AU) menuju Jeddah, Arab Saudi, Jumat (28/4/2023) hari sebelum akhirnya dipulangkan ke Indonesia. Diharapkan situasi di Bandara Port Sudan kondusif sehingga pesawat bisa terbang dan seluruh WNI di Sudan telah dievakuasi.
"Pesawat TNI AU yang saya berangkatkan Boeing 737 yang sudah melaksanakan dua kali sorti evakuasi 100 orang. Tinggal hari ini 111 orang (WNI) ini mudah-mudahan situasi aman dan bisa terangkut ke Jeddah," ujarnya dalam konferensi pers di Bandara Internasional Soekarno-Hatta, Tangerang, Banten, Jumat.
Sebab, dia menjelaskan, pangkalan di Port Sudan adalah pangkalan strategis yang diperebutkan saat perang. Jadi, evakuasi menunggu jadwal aman dan menunggu dari jadwal negara lain melaksanakan evakuasi.
Dari jadwal tersebut, dia melanjutkan, Pemerintah Indonesia bisa mengevakuasi dua sorti dan mudah-mudahan evakuasi 111 WNI hari ini lancar. "Kemudian, mereka bisa kembali ke Indonesia dengan selamat," katanya.
Di kesempatan yang sama, Menteri Luar Negeri Indonesia Retno LP Marsudi menambahkan, tinggal 111 WNI yang masih berada di Kota Port Sudan. "Hari ini mereka akan diterbangkan ke Jeddah dengan pesawat TNI AU," katanya.
Menurut Menlu, evakuasi kali ini dilakukan dengan menggunakan pola evakuasi estafet. Dimulai dengan evakuasi jalan darat dari Khartoum ke Port Sudan, kemudian dari Port Sudan ke Jeddah, baik via laut maupun udara.
Selanjutnya mereka dipulangkan secara bertahap ke Indonesia. Dia menambahkan bahwa pola evakuasi estafet itu dilakukan untuk merespons situasi lapangan yang sangat cair dan dinamis dengan tujuan untuk segera mengeluarkan WNI dari wilayah konflik yang berbahaya.
Gencatan Senjata
Dua faksi yang bertikai di Sudan yaitu militer dan kelompok paramiliter Rapid Support Forces (RSF) pada Kamis (27/4/2023) sepakat akan memperpanjang perjanjian gencatan senjata selama 72 jam. Kendati ada kesepakatan, kekerasan kembali mengguncang Ibu Kota Khartoum dan wilayah barat Darfur.
Ratusan orang telah tewas dan puluhan ribu orang melarikan diri dalam konflik yang sudah berlangsung selama dua pekan. Sebelumnya, militer dan RSF bersama-sama menggulingkan pemerintah sipil dalam kudeta Oktober 2021. Tetapi sekarang keduanya terkunci dalam perebutan kekuasaan yang telah menggagalkan transisi menuju demokrasi yang didukung internasional.
Militer pada Rabu (26/4/2023) menyetujui perpanjangan gencatan senjata selama tiga hari ke depan. Perpanjangan ini untuk memperbarui gencatan senjata sebelumnya yang berakhir pada Kamis (27/4/2023) malam.
Pada Kamis, militer menegaskan akan memperpanjang gencatan senjata. Sementara, RSF juga menyetujui gencatan senjata 72 jam yang dimulai Jumat (28/4/2023). Berita mengenai gencatan senjata disambut baik oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa, Uni Afrika, blok perdagangan Afrika IGAD, dan kelompok empat negara yang terdiri atas AS, Inggris, Arab Saudi, dan Uni Emirat Arab.
"Kami juga menyambut kesiapan mereka untuk terlibat dalam dialog menuju penghentian permusuhan dan memastikan akses kemanusiaan tanpa hambatan," kata kelompok empat negara dalam pernyataan bersama.
Tentara mengatakan, mereka mengendalikan sebagian besar wilayah Sudan dan mengalahkan penyebaran besar RSF di Khartoum. Kendati ada jeda pertempuran sejak gencatan senjata 72 jam pertama dimulai, serangan udara dan tembakan anti-pesawat terdengar pada Kamis di ibu kota dan kota-kota terdekat yaitu Kota Omdurman dan Kota Bahri. Sedikitnya 512 orang tewas dan hampir 4.200 terluka akibat pertempuran yang berlangsung sejak 15 April.
Kelompok hak asasi manusia, Asosiasi Darfur Bar mengatakan, sedikitnya 52 orang tewas dalam serangan oleh "milisi" bersenjata lengkap di lingkungan perumahan di Kota El Geneina.
Milisi dari suku Arab nomaden memasuki El Geneina saat pertempuran antara RSF dan tentara menciptakan kekosongan keamanan dalam beberapa hari terakhir. Mereka bertemu dengan anggota bersenjata suku Masalit, sehingga muncul bentrokan yang meluas ke seluruh kota, dan menyebabkan gelombang pengungsian baru.
El Geneina, kota paling barat di Sudan, telah berulang kali menjadi tempat konflik suku dalam beberapa tahun terakhir. Hal ini menyebabkan orang-orang terusir dari rumah mereka berkali-kali.
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.