Internasional
Korut Tiga Hari 'Cuekin' Korsel, Perang Nuklir Menjelang?
Kondisi keamanan di semenanjung Korea kembali memanas.
SEOUL -- Kondisi keamanan di semenanjung Korea kembali memanas, memunculkan kekhawatiran soal eskalasi mendatang. Belakangan, Korea Utara tidak menanggapi panggilan antar-Korea yang diadakan secara rutin selama tiga hari berturut-turut.
Yonhap News melaporkan, pejabat di Korea Utara tidak menanggapi komunikasi telepon reguler antara kedua belah pihak pada Ahad (9/4). Dua hari sebelumnya, Korea Utara juga tidak menjawab panggilan melalui saluran militer.
Korea Utara dan Korea Selatan biasanya melakukan panggilan telepon dua kali sehari melalui dua saluran. Termasuk saluran penghubung lintas batas selama seminggu. Sedangkan saluran militer digunakan pada akhir pekan.
Bloomberg melaporkan, para pejabat Kementerian Pertahanan Korea Selatan mengatakan, mereka menghubungi Korea Utara melalui hotline militer pada Ahad pukul 09.00 pagi waktu setempat. Tetapi panggilan itu tidak direspon.
Penangguhan komunikasi terjadi di tengah meningkatnya ketegangan di Semenanjung Korea menyusul uji senjata Korea Utara baru-baru ini, yang dipandang sebagai tanggapan atas latihan militer bersama antara Korea Selatan dan Amerika Serikat (AS).
Pada Sabtu (8/4) media pemerintah Korea Utara melaporkan bahwa negara tersebut melakukan uji peledakan di bawah air dari drone penyerang berkemampuan nuklir Haeil 2. Drone itu berlayar di lepas pantai timur Korea Utara selama lebih dari 71 jam sebelum hulu ledak uji cobanya diledakkan di bawah air.
Kurangnya tanggapan Korea Utara terhadap panggilan harian mungkin merupakan pendahulu untuk latihan militer lebih lanjut oleh rezim tersebut. Pada Agustus 2017, Korea Utara tidak menanggapi permintaan Korea Selatan untuk pembicaraan militer antar-Korea beberapa hari sebelum meluncurkan rudal balistik yang terbang di atas Jepang.
Hotline antar-Korea dipulihkan pada Juli 2021, setelah diabaikan selama sekitar satu tahun oleh Korea Utara sebagai protes atas kampanye selebaran aktivis Seoul yang mengkritik Pyongyang. Namun, gangguan panggilan telepon harian tidak selalu mengakibatkan ketegangan yang meningkat. Pada Juni 2022, Korea Utara tidak menanggapi panggilan hotline reguler, karena gangguan teknis yang disebabkan oleh hujan lebat.
Korea Utara sebelumnya kembali menguji coba drone bawah air berkemampuan nuklir miliknya yang diberi nama Haeil-2. Korut menyebut drone tersebut sebagai senjata rahasia.
Kantor berita Korut, Korean Central News Agency (KCNA), dalam laporannya pada Sabtu (8/4) mengungkapkan, uji coba Haeil-2 dilakukan di Laut Timur atau dikenal juga sebagai Laut Jepang pada 4-7 April lalu. Drone dikerahkan dari pelabuhan di Provinsi Hamgyong Selatan pada Selasa lalu. Uji coba hulu ledak dilakukan pada Jumat lalu setelah drone bawah air itu bergerak dalam lintasan berbentuk oval dan angka delapan yang mensimulasikan jarak 1.000 kilometer selama 71 jam enam menit.
“Sistem ini akan berfungsi sebagai potensi militer yang menguntungkan dan prospektif dari angkatan bersenjata Korut yang penting untuk menahan semua aksi militer musuh yang berkembang, menghilangkan ancaman, dan mempertahankan negara," kata KCNA dalam laporannya.
Uji coba pertama Haeil-2 dilakukan Korut pada 24 Maret lalu. Korut mengklaim, “senjata rahasia” itu mampu menghasilkan “tsunami radioaktif” dan menyerang musuh secara tersembunyi. Pada 28 Maret, Korut meluncurkan hulu ledak nuklir taktis Hwasan-31 untuk pertama kalinya dan mengklaim bahwa mereka telah melakukan uji peledakan bawah air dari drone Haeil-1 sehari sebelumnya.
Sejumlah pengamat berpendapat, memperhatikan perubahan nama senjata dalam uji coba terbaru, Korut dapat menguji versi lebih baik dari Haeil pekan ini. Mereka memperkirakan, Pyongyang akan meningkatkan uji senjatanya pada peringatan ulang tahun ke-111 mendiang pendiri Korut, Kim Il-sung, yang jatuh pada 15 April mendatang.
Peningkatan aktivitas uji coba senjata oleh Korut dilakukan setelah mereka berjanji akan mengambil tindakan luar biasa terhadap latihan militer gabungan AS dan Korea Selatan. Pada Februari lalu Kementerian Pertahanan (Kemenhan) Korsel menerbitkan Buku Putih Pertahanan 2022. Dalam buku tersebut, mereka, untuk pertama kalinya dalam enam tahun, kembali melabeli Korut sebagai “musuh”.
Di buku tersebut, Kemenhan Korsel mengungkapkan, dalam rapat pleno Partai Buruh Korut pada Desember tahun lalu, negara yang dipimpin Kim Jong-un itu telah melabeli Korsel sebagai “musuh yang tak diragukan lagi”. Korut, yang enggan meninggalkan program nuklirnya, juga disebut terus menghadirkan ancaman militer terhadap Korsel. “Jadi pemerintah dan militer Korut adalah musuh kami,” demikian bunyi salah satu kutipan dalam Buku Putih Pertahanan 2022 yang dirilis Kemenhan Korsel.
Dalam buku tersebut, Kemenhan Korsel menyebut Korut terus memproses ulang bahan bakar bekas dari reaktornya dan memiliki sekitar 70 kilogram plutonium tingkat senjata. Jumlah plutonium itu meningkat 20 kilogram dari yang tertulis di buku pertahanan Kemenhan Korsel sebelumnya.
Menurut Kemenhan Korsel, Korut juga telah mengamankan uranium yang sangat diperkaya dalam jumlah substansial dan memiliki tingkat kemampuan signifikan untuk mengecilkan bom atom. “Militer kami memperkuat pengawasan karena kemungkinan uji coba nuklir tambahan meningkat,” kata Kemenhan Korsel.
Korsel pertama kali menyebut Korut sebagai “musuh” dalam buku pertahanan 1995. Label itu dipakai setelah seorang pejabat Korut mengancam akan mengubah Korsel menjadi “lautan api”. Dalam versi 2004, istilah “musuh” diganti dengan “ancaman militer langsung”. Pada tahun tersebut, hubungan Seoul dan Pyongyang memang cenderung kondusif.
Pada 2010, label “musuh” kembali digunakan oleh Korsel. Hal itu menyusul aksi serangan torpedo Korut terhadap sebuah korvet Korsel pada bulan Maret tahun itu. Sebanyak 46 pelaut Korsel tewas dalam peristiwa tersebut. Pada November 2010, Korut juga melancarkan serangan artileri di sebuah pulau perbatasan. Sebanyak dua tentara dan dua warga sipil tewas akibat serangan itu.
Label “musuh” dipertahankan hingga 2016. Namun dalam buku pertahanan edisi 2018 dan 2020, Korsel tak lagi menggunakan label “musuh” pada Korut. Hal itu karena mantan presiden Korsel Moon Jae-in sedang berusaha mempromosikan rekonsiliasi dan reunifikasi antar-Korea. Buku putih pertahanan Kemenhan Korsel terbit dua tahun sekali.
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.