
Konsultasi Syariah
Ketergantungan dengan Media Sosial
Bagaimana tuntunan syariah untuk menggunakan media sosial?
DIASUH OLEH USTAZ DR ONI SAHRONI; Anggota Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia
Assalamualaikum Wr. Wb.
Saya perhatikan ada sebagian setiap saat bermedia sosial, ada kebutuhan ataupun tidak. Sibuk bermedsos di rumah saat bersama anak-anak, di kantor saat meeting, di kelas saat ngajar, di ruangan saat kuliah, bahkan sering bermedsos saat mendengarkan khutbah Jumat. Bagaimana tuntunan syariah terhadap hal ini? Mohon penjelasan ustaz. -- Lisa, Bogor
Wa’alaikumussalam wr wb.
Jawaban atas pertanyaan tersebut bisa dijelaskan dalam poin-poin berikut: Pertama, saat ini terjadi pada sebagian pengguna media sosial itu membuka, membaca, dan menyaksikan media sosial kapan pun dan di manapun.
Media sosial yang dimaksud seperti Instagram, Facebook, dan Youtube. Kapan pun; maksudnya para pengguna tersebut membuka setiap saat, bahkan tidak hanya dalam hitungan siang, sore, dan malam, tetapi setiap jam. Bahkan, ada yang membuka setiap saat, dibutuhkan ataupun tidak dibutuhkan karena sudah refleks.
Di manapun; maksudnya tidak hanya pada saat jam istirahat, tetapi pada saat antara Isya dan Tarawih, pada saat rapat/meeting di kantor, pada saat makan, berkumpul dengan keluarga dan lainnya karena gadget telah membersamai mereka.

Kedua, fenomena dan kebiasaan tersebut itu tidak sesuai dengan tuntunan syariah dan adab-adab menunaikan kewajiban kepada pihak lain. Misalnya, seorang ibu yang bersibuk ria dengan Facebook dan Instagram-nya hingga abai akan kewajibannya terhadap pendidikan anak. Seorang suami/ayah sibuk pada sore dan malam hari dengan akun medsosnya dan abai akan kewajibannya terhadap istri dan anak-anaknya.
Seseorang yang memanfaatkan akunnya melihat berita di medsos saat menunggu iqamah sehingga ia tidak bisa khusyuk dalam shalat. Seorang karyawan pada saat meeting bersibuk ria dengan akun medsosnya sehingga ia tidak fokus dengan meeting yang diikutinya. Bahkan sibuk bermedia sosial padahal ia sedang mendengarkan khutbah, ia tidak mendapatkan pahala shalat Jumat.
Kesimpulan tersebut didasarkan pada alasan dan tuntunan berikut: (1) Yulhi (melalaikan), karena saat penggunaan media sosial seperti dalam gambaran tersebut di atas, membuka medsos kapan pun dan di manapun sehingga seperti ketergantungan, maka itu melalaikan akan kewajiban terharap diri sendiri, kewajiban untuk menunaikan hak-hak keluarga, melalaikan kewajiban kepada masyarakat sekitar, bahkan juga terhadap Allah SWT.
Sebagaimana kata kunci dari larangan berbagai macam permainan atau aktivitas yang substansi dan kontennya halal tetapi terlarang karena keberadaannya melalaikan akan hak dan kewajiban, atau dalam istilah fikih disebut yulhi (melalaikan).
Seperti halnya dalam nard (dadu), di mana permainan yang tanpa uang tersebut itu tetap terlarang saat melalaikan pelaku atau penggunanya akan hak dan kewajiban. Sebagaimana hadis Rasulullah SAW: “Barang siapa yang bermain dadu, maka telah bermaksiat kepada Allah dan Rasul-Nya.” (HR Imam Ahmad, Musnad 4/394).
Dari aspek maqashid, permainan dadu tersebut dilarang karena berisi spekulasi (lu’batu hadzdz) yang sangat berpotensi melahirkan fitnah dan permusuhan sebagai saddu dzariah agar tidak menyebabkan perilaku negatif tersebut.
(2) Sebagaimana kaidah ushul, “Lil wasail hukmu al-maqashid (sarana-sarana itu memiliki hukum yang sama dengan tujuannya)”. Di mana walaupun media sosial itu netral, tetapi jika telah melalaikan si pengguna akan kewajibannya kepada diri, sekitar, dan Allah SWT, maka menjadi tidak dibolehkan.

Ketiga, di antara alternatif solusi adalah dengan menggunakan media sosial sesuai kebutuhan (proporsional), di mana setiap orang mungkin berbeda-beda kebutuhannya akan media sosial. Salah satu tuntunan dalam bermedia sosial adalah gunakan sesuai kebutuhan dan jangan berlebihan serta jangan melalaikan akan hak-hak dan kewajiban terhadap diri sendiri dan orang lain.
Misalnya, seseorang yang berprofesi sebagai konsultan media sosial dan konten kreator tentu berbeda kebutuhan dan waktu yang diluangkannya untuk bermedsos dengan mereka yang berprofesi sebagai tenaga pengajar dan dokter.
Bagi mereka yang sudah berada di tahap ketergantungan dan mengganggu hingga kewajiban-kewajibannya jadi tidak tertunaikan dengan baik, bahkan ditinggalkan, mengurangi atau meninggalkan ketergantungan terhadap media sosial dan jika kesulitan berkonsultasi dengan para ahli di bidang tersebut.
Ada beberapa contoh teknis untuk mengurangi ketergantungan, di antaranya dengan men-download aplikasi setiap kali membutuhkan, setelah itu uninstal dari gadget saat kerja agar tidak terganggu dan tidak tertarik membukanya karena aplikasi tersebut tidak ada di layar gadget.
Atau dengan memiliki dua gadget, salah satunya berisikan nomor kontak keluarga dan nomor penting, sedangkan gadget yang kedua berisikan nomor publik termasuk platform/aplikasi media sosial. Wallahu a’lam.
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.
Kisah Puasa Para Diaspora
Dia merasa lingkungannya tinggal cukup nyaman dan tidak ada diskriminasi dari warga setempat.
SELENGKAPNYAFadhilah Ramadhan
Kita memahami bahwa sesungguhnya hidup yang paling baik itu adalah kehidupan yang mendatangkan berkah.
SELENGKAPNYARiset: Ekosistem GoTo Mampu Turunkan Kemiskinan
Ekosistem GoTo meningkatkan kesempatan kerja masyarakat.
SELENGKAPNYA