Menkeu Sri Mulyani (kanan) dan Menko Polhukam Mahfud MD (kiri) menyampaikan keterangan kepada wartawan terkait dugaan transaksi gelap ratusan triliun di Kemenkeu, di kantor Kemenkeu, Jakarta, Sabtu (11/3). | ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra

Nasional

Polemik Rp 349 Triliun Perlu Segera Dibawa ke Ranah Hukum

DPR mewacanakan untuk membentuk pansus transaksi janggal ratusan triliun.

JAKARTA – Dugaan adanya tindak pidana pencucian uang (TPPU) senilai Rp 349 triliun terus bergulir. DPR RI pun mewacanakan pembentukan panitia khusus (pansus) untuk mengungkap misteri uang ratusan triliun yang belum terang benderang tersebut. Namun, polemik itu dinilai lebih baik untuk diselesaikan melalui jalur hukum.

Ketua LSM antikorupsi IM57+ Institute M Praswad Nugraha mengatakan, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) diminta profesional dalam mengusut dugaan TPPU senilai Rp 349 triliun. PPATK diharapkan tak memanfaatkan momentum untuk sekadar cari panggung. IM57+ yang diisi mantan pegawai KPK yang tersingkir tersebut meminta PPATK bertanggung jawab terhadap isu yang telah menjadi konsumsi publik tersebut dengan tindak lanjut.

“Hendaknya PPATK sebagai financial intelligence unit bekerja secara profesional untuk menindaklanjuti transaksi-transaksi mencurigakan dan rekening gendut, baik milik pejabat publik maupun penegak hukum, bukan malah melemparkan berbagai kontroversi kepada publik yang membuat publik kebingungan,” kata Praswad dalam keterangannya kepada Republika, Kamis (23/3).

Praswad merujuk Pasal 37 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang PPATK yang menyebut PPATK harus bersifat independen. Ia tak ingin PPATK dimanfaatkan untuk kepentingan pengaruh kekuasaan. “PPATK bukanlah panggung politik, melainkan tempat bagi orang-orang yang bekerja secara profesional mengungkap adanya transaksi terkait TPPU,” ujar eks pegawai KPK itu.

Praswad juga mengingatkan, masyarakat sudah muak dengan saling lempar informasi yang dilakukan antarpejabat negara. Padahal, belum ada satu pun pihak yang terindikasi memiliki rekening gendut dimintakan pertanggungjawaban atas hartanya tersebut. “Kalau konsisten dengan pernyataan ‘kerja, kerja, kerja’ maka tunjukkan dengan serius, bukan saling menyalahkan dan membuat publik bingung,” ujar Praswad.

Selain itu, Praswad mendukung aparat penegak hukum memproses dugaan TPPU yang masuk radar PPATK. Hal itu guna memulihkan kepercayaan publik terhadap sebagian pejabat negara yang santer diisukan punya kekayaan fantastis. “KPK, kepolisian, dan kejaksaan, selaku penegak hukum yang diamanatkan oleh undang-undang TPPU, harus dapat merawat kepercayaan publik dengan cara melakukan penegakan hukum terhadap terduga pejabat-pejabat publik yang memiliki rekening gendut dan terindikasi didapatkan dari hasil gratifikasi,” ujar Praswad.

 
Kalau konsisten dengan pernyataan "kerja, kerja, kerja" maka tunjukkan dengan serius, bukan saling menyalahkan dan membuat publik bingung.
PRASWAD NUGRAHA, Ketua IM57+ Institute.
 

Di sisi lain, Praswad prihatin dengan reformasi sektor perpajakan yang ternyata sampai hari ini masih memberikan kekecewaan besar, terutama setelah mencuatnya rekening gendut mantan pejabat Ditjen Pajak Kemenkeu Rafael Alun Trisambodo. “Skandal terus-menerus terungkap, namun tidak dapat memberi dampak yang signifikan terkait adanya perbaikan sistem dan hukuman atas pelanggaran-pelanggaran yang ada pada institusi pajak,” kata Praswad.

Transaksi mencurigakan sebesar lebih dari Rp 300 triliun di Kemenkeu dalam rentang 2009-2023 pertama kali dikatakan Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD pada 8 Maret 2023 sebagai temuan dari PPATK. Pada 10 Maret 2023, Mahfud menyatakan, transaksi tersebut bukan korupsi, melainkan dugaan TPPU dan melibatkan sekitar 467 pegawai Kemenkeu.

Pada 14 Maret 2023, Kepala PPATK Ivan Yustiavandana menyatakan, temuan tersebut merupakan angka yang berkaitan dengan pidana asal kepabeanan maupun perpajakan yang ditangani Kemenkeu sebagai penyidik tindak pidana asal. Belakangan, jumlahnya diralat Mahfud MD menjadi Rp 349 triliun.

Kepala PPATK Ivan Yustiavandana menegaskan, dalam temuan transaksi mencurigakan di Kemenkeu senilai Rp 349 triliun ada indikasi TPPU. Indikasinya ada dalam ekspor-impor dan perpajakan. “Itu kebanyakan terkait dengan kasus impor-ekspor, kasus perpajakan. Di dalam satu kasus saja, kalau kita bicara ekspor-impor, itu bisa lebih dari Rp 100 triliun, lebih dari Rp 40 triliun, itu bisa melibatkan,” ujar Ivan.

photo
Kepala PPATK Ivan Yustiavandana mengikuti rapat kerja dengan Komisi III DPR di kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (21/3). - (Republika/Prayogi.)

Jika dua hal tersebut terbukti ada tindak pidana pencucian uang, kasus impor dan ekspor akan diserahkan kepada Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. Sedangkan, kasus perpajakan akan diserahkan kepada Direktorat Jenderal Pajak. “Dan memang kita tidak bisa mengatakan 100 persen ini ditindaklanjuti, makanya koordinasi terus dilakukan,” ujar Ivan.

Menurut Ivan, temuan tersebut juga bukan berarti bahwa tindak pidana tersebut sepenuhnya dilakukan oleh Kemenkeu. Penyerahan laporan kepada PPATK adalah bagian tugas pokok dan fungsi Kemenkeu sebagai penyidik tindak pidana asal. Ada tiga kategori dalam penyerahan laporan hasil analisis (LHA) dari PPATK. Pertama adalah LHA yang diserahkan terkait dengan oknum. Kedua, LHA yang menemukan indikasi tindak pidana dan oknumnya sekaligus. Terakhir adalah penyampaian LHA yang menemukan tindak pidana asalnya, tapi tidak menemukan oknumnya.

“Jadi, sama sekali tidak bisa diterjemahkan kejadian tindak pidananya itu ke Kementerian Keuangan, ini jauh berbeda. Jadi kalimat ‘di Kementerian Keuangan’ itu juga kalimat yang salah, itu yang menjadi tugas pokok dan fungsi Kementerian Keuangan. Sama halnya dengan kami serahkan kasus korupsi ke KPK, itu bukan tentang orang KPK, tapi lebih kepada karena tindak pidana korupsi itu, penyidik TPPU, dan pidana asalnya adalah KPK,” ujar dia.

photo
Kotak Pandora Kasus RAT - (Repubika)

Komisi III DPR menyebut akan menggelar rapat dengan Menko Polhukam Mahfud MD dan Menkeu Sri Mulyani pada Rabu (29/3) pekan depan. Seusai rapat tersebut, dewan akan memfinalisasi pembentukan pansus yang berkaitan dengan temuan transaksi mencurigakan di Kemenkeu senilai Rp 349 triliun.

“Pansus dibuat agar lebih spesifik, sebenarnya. Kita tidak mau ada kegaduhan dibuat apakah ada unsur udang di balik bakwan. Atau memang ada kaitannya kegaduhan ini untuk menonjolkan seseorang atau bisa menjatuhkan seseorang?” ujar Wakil Ketua Komisi III Sahroni.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat