
Kitab
Menguatkan Iman Generasi Muda
Buku ini menghimpun nasihat-nasihat yang menguatkan iman.
Pada era modern kini, perkembangan teknologi informasi menimbulkan akibat ganda. Di satu sisi, kecanggihan gawai memudahkan orang-orang untuk berkomunikasi tanpa kendala ruang dan waktu. Namun, di sisi lain, “banjir informasi” pun menjadi ruang penyebaran konten-konten yang nirmanfaat dan bahkan memperdaya.
Generasi muda adalah konsumen terbesar teknologi informasi mutakhir, semisal internet. Bila tidak cermat, mereka berpotensi hanyut dalam kesia-siaan, seperti membuang waktu. Mereka lupa mempersiapkan diri untuk menghadapi kehidupan selanjutnya di akhirat.
Dominasi materialisme telah menyerang hingga ke setiap sudut kehidupan, menghancurkan sendi-sendi rumah tangga kaum Muslimin. Akhirnya, generasi sekarang cenderung mudah memiliki hati yang keras.
Dominasi materialisme telah menyerang hingga ke setiap sudut kehidupan.
Dengan latar itu, Abdul Hamid al-Bilali menulis buku Waahaat al-iiman, yang kini sudah diterjemahkan menjadi Oase Iman. Buku terbitan Pustaka Ikadi ini merupakan kumpulan nasihat-nasihat yang diharapkan bisa menjadi pembangkit jiwa-jiwa yang lalai.
Buku ini dapat menjadi penguat iman bagi generasi-generasi muda yang labil dan hampir mati rasa. Selain itu, buku ini juga menjadi jalan pembentukan basis umat yang kokoh, yang terdidik di atas iman yang kuat, yang mampu mengembalikan ruh kejayaan umat.
Dalam mukaddimahnya, Abdul Hamid al-Bilali menjelaskan, panas materialisme telah membakar tanaman akhlak dan pendidikan pada generasi umat sehingga menjadi manusia yang kering tanpa ruh. Menurut dia, lonceng kematian ruh telah berdentang memperingatkan tentang keganasan dan kebinasaan setelah kering tanpa asupan penyejuk dahaga sama sekali.
Namun, Allah SWT tidak ingin hal itu terjadi, sehingga Dia menurunkan rahmat-Nya ke tengah-tengah padang pasir yang ganas tersebut oase-oase yang memuaskan dahaga jiwa-jiwa yang kering, sehingga terbebas dari belenggu materialisme yang palsu. Itulah yang disebut penulis sebagai oase-oase iman.
Itulah yang disebut penulis sebagai oase-oase iman.
Abdul Hamid mengatakan, orang yang masuk ke dalam oase-oase iman tersebut akan mendapatkan terapi yang menyucikan jiwanya, menumbuhkannya, dan membesarkannya. Ruhnya juga akan kembali bersemangat setelah dikeruhkan oleh perilaku-perilaku yang menyimpang dari Alquran dan Sunnah Nabi SAW. Mereka cenderung pada bimbingan orang-orang saleh untuk mengalami takziyah nufus (penyucian jiwa).
Karya Abdul Hamid ini berisi kumpulan petuah tentang penguatan iman. Setidaknya, ada 46 pesan yang disajikan penulis dalam buku ini. Semuanya terbagi menjadi dua. Pada bagian pertama, terdapat 32 butir pembahasan. Adapun bagian kedua hanya 14 topik. Kumpulan tersebut dapat menjadi bekal iman yang kuat dan kokoh bagi umat Islam, khususnya generasi muda.
Pada bagian pertama, penulis membahas tentang para pejuang fajar. Menurut dia, fajar adalah simbol lahirnya segala kebaikan, simbol kemenangan, simbol kehidupan dan tanda kekuatan, semangat masa muda dan pergerakan. Fajar juga menjadi petunjuk menuju kebenaran dan keadilan.
Abdul Hamid al-Bilali menuturkan, waktu fajar adalah waktu yang paling tenang untuk menjernihkan pikiran. Menurut dia, shalat fajar atau shalat Subuh menjadi tanda kekuatan iman dan kebersihan dari sifat kemunafikan karena mudah membiasakan diri untuk bangun pagi.
Karena itu, Rasulullah SAW dalam hadits riwayat Bukhari dan Muslim menjelaskan, “Sesungguhnya shalat yang paling berat atas kaum munafik adalah shalat isya dan shalat fajar (Subuh). Seandainya mereka mengetahui keutamaan yang ada pada keduanya, niscaya mereka akan mendatanginya sekalipun dengan merangkak." (HR Bukhari No 657 dan Muslim No 651).
Bangun di waktu pagi juga memiliki banyak manfaat. Di antaranya, Dr Abdul Hamid Diyab menyatakan bahwa manfaat kesehatan yang diperoleh orang yang bangun di waktu fajar adalah dapat menghirup sebanyak-banyaknya udara segar. Yakni, udara yang belum terkontaminasi oleh polusi awal hari, semisal dari kendaraan bermotor.
Sehingga, ketika manusia menghirup udara segar di pagi hari, ia mendapatkan kelezatan dan kesegaran yang tidak akan ditemukan sama sekali pada jam lain di waktu siang dan malam.
Pada bagian ini, penulis juga menegaskan bahwa shalat Subuh juga termasuk perkara yang paling disenangi oleh Rasulullah SAW.
Pada bagian selanjutnya, penulis juga membahas tentang tawakkal kepada Allah, tentang syukur, dan membahas tentang al-Akhfiya’, yaitu orang-orang yang merahasiakan amal. Tidak hanya itu, banyak tema menarik lainnya yang juga dikupas penulis dalam buku ini.
Misalnya, dalam karyanya ini membahas tentang “timbangan-timbangan akhirat”, khususnya pada tulisan bernomor 16. Namun, menurut penulis, sesungguhnya timbangan-timbangan akhirat tersebut sangat berbeda dengan timbangan-timbangan di dunia.
Abdul Hamid al-Bilali menjelaskan, penduduk dunia selalu mengukur segala urusan dengan segala yang mereka lihat dari hal yang bisa diindera, dirasakan, dan tidak tersembunyi bagi mereka. Sementara, ‘timbangan akhirat’ diukur dengan perkara-perkara ghaib yang terkait dengan akhirat.
Maka, menurut dia, keuntungan duniawi adakalanya bukanlah keuntungan dalam ‘timbangan akhirat’, sebagaimana kerugian duniawi kadang tidak berarti kerugian ukhrawi, bahkan bisa jadi justru merupakan puncak keberuntungan.
Makna sujud
Buku ini juga menyinggung pemaknaan sujud menurut Alquran. Imam at-Thabariy meriwayatkan dari Ibnu Abbas tentang firman Allah SWT dalam surah al-Baqarah ayat 58. Melalui ayat ini, Imam at-Thabariy menjelaskan makna sujud.
Allah SWT berfirman,
“...dan masukilah pintu gerbangnya sambil bersujud...” (QS al-Baqarah [2]: 58).
At-Thabariy menjelaskan, “Asal kata sujud maknanya adalah membungkukkan diri kepada obyek untuk mengagungkannya lewat cara itu. Dengan demikian setiap orang yang memiringkan diri kepada sesuatu untuk mengagungkannya, maka dia telah sujud kepadanya."
‘Sujjadan’ sama dengan ‘rukka’an’ karena setiap orang rukuk itu berarti memiringkan dirinya walaupun sujud lebih condong dan miring daripada rukuk.
Syekh Muhammad as-Shawwaf menjelaskan, sujud adalah kata kiasan tentang ketundukan dan khusyuknya seorang hamba Allah. Dalam artian lain, yang dimaksud dengan sujud adalah shalat.
Shalat adalah pilar agama dan tiangnya yang kokoh. Siapa yang mendirikannya, maka dia telah mendirikan agama; dan siapa yang meninggalkannya, ia telah menghancurkan agama.
“Sedangkan sujud adalah gerakan agung yang menunjukkan makna-makna ibadah karena ia adalah puncak ketundukan dan kecondongan, karena ia meletakkan dahi dan hidung ke tanah. Dan tidak ada kehinaan lebih daripada itu,” jelas Hamid Al-Bilali.
Dengan demikian, gerakan sujud adalah bukti yang sangat jelas atas ketundukan dan kehinaan kepada Zat Yang Maha Berhak disembah. Sujud tidak boleh dilakukan kecuali untuk Allah SWT. Dan setiap ketundukan kepada selain-Nya adalah kebatilan.
DATA BUKU
Judul: Oase Iman (terjemahan atas Waahaat al-Iiman)
Penulis: Abdul Hamid al-Bilali
Penerbit: Pustaka Ikadi
Tebal: 371 halaman
Hari Valentine, Meniru-isme dan Fast Food
Bagaimana Valentine's Day di mata cendekiawan Katolik dan Islam.
SELENGKAPNYAKelindan Nikah Dini dan Putus Sekolah
Pemohon dispensasi nikah ada yang masih berumur 14 tahun.
SELENGKAPNYA