Nasional
Irjen dan Sekjen Kemenkominfo Diperiksa Kasus BTS 4G
Terindikasi adanya kerugian keuangan negara senilai triliunan rupiah.
JAKARTA — Kejaksaan Agung (Kejakgung) memeriksa dua pejabat tinggi di Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) terkait dengan kasus dugaan korupsi pembangunan dan penyediaan infrastruktur based tower transceiver (BTS) 4G Bakti 2020-2022. Dua pejabat yang diperiksa tersebut adalah Doddy Setiadi (DS) selaku inspektur jenderal (Irjen) Kemenkominfo dan Mira Tayyiba (MT) selaku sekretaris jenderal (Sekjen) Kemenkominfo.
Kepala Pusat Penerangan dan Hukum (Kejakgung) Ketut Sumedana mengatakan, selain dua pejabat tinggi di Kemenkominfo tersebut, tim penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) juga memeriksa Tri Haryanto (TH) selaku kepala Satuan Pemeriksa Internal Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi (Bakti) Kemenkominfo.
“DS, MT, dan TH diperiksa sebagai saksi dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi dan pencucian uang (TPPU) dalam penyediaan infrastruktur BTS 4G Bakti pada Kementerian Komunikasi dan Informatika,” kata Ketut dalam siaran pers yang diterima wartawan di Jakarta, Selasa (17/1).
Ketut menerangkan, selain diperiksa mengenai materi dan pokok perkara, tiga saksi yang diperiksa tersebut juga diperiksa dalam rangka penguatan bukti terhadap tersangka yang sudah ditetapkan. “Ketiga saksi tersebut, DS, MT, dan TH, juga diperiksa oleh tim penyidik pada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus terkait perkara yang sama, untuk tersangka AAL,” kata Ketut.
Dalam kasus dugaan korupsi BTS 4G Bakti Kemenkominfo ini, tim penyidikan Jampidsus sudah menetapkan tiga orang sebagai tersangka. Anang Achmad Latif (AAL) ditetapkan tersangka selaku direktur utama (Dirut) Bakti Kemenkominfo. Galumbang Menak S (GMS) ditetapkan tersangka selaku direktur PT Mora Telematika Indonesia. Yohan Suryanto (YS) ditetapkan tersangka selaku tenaga ahli Humas Development di Universitas Indonesia (Hudev-UI).
Ketiga tersangka itu sejak Rabu (4/1) sudah mendekam di dalam sel tahanan. Sementara proses penyidikan berlanjut, tim penyidikan Jampidsus terus melakukan pemeriksaan, penggeledahan, serta upaya penyitaan. Dalam penyidikan kasus tersebut, jaksa sedikitnya sudah menyita tiga unit mobil milik tersangka GMS.
Direktur Penyidikan Jampidsus, Kuntadi, pada pekan lalu mengatakan, selain menyita tiga mobil, timnya juga melakukan penyitaan uang miliaran rupiah dalam bentuk mata uang dolar Amerika Serikat (AS). Sementara itu, pada proses penyidikan lainnya, tim kejaksaan juga melakukan serangkaian penggeledahan untuk menemukan alat-alat bukti tindak pidana korupsi.
Sepanjang pekan lalu, tim jaksa penyidik menggeledah enam tempat terpisah. Di antaranya termasuk kantor Bakti Kemenkominfo, sejumlah rumah pribadi, juga Padang Golf Pondok Indah serta Wisma Kodel.
Kasus dugaan korupsi pembangunan dan penyediaan infrastruktur BTS 4G Bakti Kemenkominfo ini berkaitan dengan proyek senilai Rp 10 triliun sepanjang 2020-2022. Kasus dugaan korupsi ini meningkat ke level penyidikan sejak Oktober 2022. Proyek tersebut melibatkan sejumlah badan swasta sebagai penyedia jasa konstruksi menara dan penyediaan infrastruktur BTS 4G serta penunjangnya.
Proyek pembangunan tersebut terdiri atas banyak paket berdasarkan wilayah. Dalam prosesnya, terjadi dugaan tindak pidana korupsi pada lima paket pembangunan.
Paket 1 di tiga wilayah: Kalimantan sebanyak 269 unit, Nusa Tenggara 439 unit, dan Sumatra 17 unit. Paket 2 di dua wilayah: Maluku sebanyak 198 unit dan Sulawesi 512 unit. Paket 3 di dua wilayah: Papua 409 unit dan Papua Barat 545 unit. Paket 4 juga di dua wilayah: Papua 966 unit dan Papua 845 unit.
“Paket-paket pengerjaan proyek BTS 4G Bakti ini berada di wilayah yang ter, ter, dan ter lainnya. Maksudnya, yang terpencil, yang totalnya sekitar 4.000-an titik BTS,” kata Kuntadi.
Dari total 4.000-an titik pembangunan BTS 4G Bakti Kemenkominfo tersebut, terindikasi adanya kerugian keuangan negara senilai triliunan rupiah. “Sepuluh triliun itu nilai proyeknya. Dugaan kerugian negaranya sekitar 1 triliunan,” begitu kata Kuntadi.
Bakti Kemenkominfo
Bakti adalah organisasi di dalam Kemenkominfo yang mulanya bernama Balai Telekomunikasi dan Informatika Pedesaan (BTIP) yang berdiri pada 2006. Pada 2010, namanya berubah menjadi Balai Penyedia dan Pengelola Pembiayaan Telekomunikasi dan Informatika (BP3TI) pada 2010.
Pada 2016, badan tersebut akhirnya menggunakan nama Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi (Bakti). Anang Achmad Latif sudah menjabat sejak itu. Salah satu tugas utama badan tersebut adalah mengadakan akses internet di daerah terdepan, terluar, dan tertinggal (3T).
Dari mana dana untuk proyek-proyek itu? Sejak 2015, pemerintah menarik 1,25 persen dari pendapatan kotor para penyelenggara telekomunikasi se-Indonesia. Skema itu dinamai universal service obligation (USO).
Pada 2015, sebanyak Rp 500 miliar terkumpul. Dana itu terus melonjak hingga kini mencapai, merujuk situs resmi Kemenkominfo, rata-rata Rp 2,5 triliun hingga Rp 3 triliun. Dari dana itu, sebanyak Rp 9,5 triliun dianggarkan untuk proyek pengadaan infrastruktur BTS 4G Paket 1 dan Paket 2 yang diluncurkan pada 2020.
Pada 2021, Bakti Kominfo menjanjikan pembangunan 7.904 BTS 4G di wilayah 3T. Pada tahap awal, sebanyak 4.200 BTS akan dibangun pada 2021, kemudian dilanjutkan 3.704 lagi pada 2022. Hingga April 2022, proyek Paket 1 dan Paket 2 pada fase I ini mencapai 86 persen. Merujuk situs resmi Kemenkominfo, sekitar 1.900 lokasi telah on air dari target 4.200 lokasi.
Belum selesai target itu, pada 26 Februari 2021 diteken lagi kontrak Paket 3, 4, dan 5 dengan total nilai Rp 18,8 triliun. Penyelewengan dana-dana itu yang dipersoalkan Kejaksaan Agung.
Seorang pekerja swasta di bidang infrastruktur BTS menuturkan kepada Republika, ia belakangan juga diminta mendatangi pelosok-pelosok Kalimantan untuk mengambil gambar BTS-BTS yang dibangun dalam proyek Bakti Kominfo itu. “Itu harus naik perahu dan menyusuri sungai, padahal bukan site yang kami bangun,” kata karyawan yang meminta namanya disembunyikan demi kelanjutan penghidupannya itu, Kamis (5/1).
Sebab, rencananya, untuk pemberdayaan 3T, BTS-BTS yang harus didokumentasikan itu tak jarang terletak di tengah hutan. “Site-nya jalan, tapi tidak ada user-nya,” kata dia.
Selain itu, menurut pekerja tersebut, ada yang tak pas dengan BTS-BTS tersebut. “Yang jelas, nilai membangunnya itu yang tidak sesuai. Biasanya, begitu bangun BTS dalam hutan itu tidak semahal bangun di kota karena kebutuhan materialnya sedikit,” ujarnya.
Misalnya, meski judulnya pengadaan BTS 4G, ada sebagian site yang dipasangi teknologi long-term evolution (LTE). Meski nyaris sama, kecepatan maksimal LTE baru mencapai sepersepuluh kecepatan 4G.
Itu sudah diatur. Ini aslinya menyusahkan karena susah menentukan siapa yang nantinya memonitor transmisi atau link-nya. Ini sudah aneh dari segi PO.
Karyawan itu juga menuturkan, Kemenkominfo yang mengatur pembagian area operasi masing-masing vendor. Penggunaan teknologi buatan perusahaan tertentu juga sudah ditentukan di Kemenkominfo. Kerap terjadi, vendor tertentu yang membangun BTS harus menggunakan sistem transmisi dari vendor lain.
“Itu sudah diatur. Ini aslinya menyusahkan karena susah menentukan siapa yang nantinya memonitor transmisi atau link-nya. Ini sudah aneh dari segi PO (project order, red),” kata dia.
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.