
Ekonomi
Tekan Kemiskinan, Pengendalian Inflasi Diperkuat
Pemerintah juga akan mempercepat belanja negara.
JAKARTA -- Kementerian Keuangan (Kemenkeu) optimistis tingkat kemiskinan di Indonesia akan mengalami penurunan pada tahun ini. Pemerintah pun akan memperkuat upaya pengendalian inflasi serta mempercepat belanja anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) 2023.
Menurut Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kemenkeu Febrio Kacaribu, ada beberapa indikator yang menunjukkan angka kemiskinan bisa melandai. Febrio mengatakan, salah satu indikator tersebut adalah inflasi bahan pangan atau volatile food yang menunjukkan tren penurunan signifikan.
Febrio menjelaskan, inflasi bahan pangan per September 2022 berada di kisaran 9 persen dibanding periode sama tahun sebelumnya (yoy). Adapun hingga Desember 2022 turun menjadi 5,6 persen (yoy).

Berkaca pada data itu, ia memperkirakan tingkat kemiskinan dapat kembali menurun. Febrio mengatakan, potensi turunnya angka kemiskinan juga didukung pula dengan perbaikan kondisi ketenagakerjaan.
Pada Agustus 2022, menurut Febrio, Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) meningkat, yakni mencapai 68,63 persen. Kondisi ini akan mendorong perbaikan pendapatan masyarakat.
“Ke depan, pemerintah perlu menjaga momentum penurunan inflasi dan mengakselerasi realisasi belanja pada kuartal I 2023, untuk memperkuat pertumbuhan ekonomi dan menurunkan angka kemiskinan,” ujar Febrio dalam keterangannya, Selasa (17/1).

Badan Pusat Statistik (BPS) pada Senin (16/1) mengumumkan, tingkat kemiskinan September 2022 tercatat sebesar 9,57 persen atau ada sebanyak 26,36 juta orang berada di bawah garis kemiskinan. Tingkat kemiskinan ini naik tipis dari Maret 2022 yang sebesar 9,54 persen, tetapi lebih rendah dibandingkan tingkat kemiskinan pada September 2021 yang mencapai 9,71 persen.
Menurut Febrio, keputusan pemerintah untuk menaikkan subsidi energi menjadi Rp 551 triliun menjadi faktor utama, yang mampu menahan laju kemiskinan dan inflasi pangan.
“Kenaikan tipis angka kemiskinan pada September 2022 terkait erat dengan kenaikan inflasi bahan pangan pada periode Juni, Juli, Agustus, dan September, yang sempat mencapai puncaknya di 11,5 persen pada Juli 2022," kata Febrio.
Febrio menjelaskan, perekonomian Indonesia pada 2022 dihadapkan pada tekanan inflasi yang bersumber dari peningkatan harga komoditas global, khususnya energi dan pangan akibat perang di Ukraina.
Namun, dibandingkan banyak negara lainnya, seperti Amerika Serikat dan negara-negara di Eropa yang mencatatkan rekor tertinggi dalam empat dekade terakhir, kenaikan inflasi di Indonesia jauh lebih moderat.
Kenaikan tipis angka kemiskinan pada September 2022, terkait erat dengan kenaikan inflasi bahan pangan.FEBRIO KACARIBU, Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kemenkeu
Hal ini terutama karena peran krusial anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN), sebagai peredam gejolak alias shock absorber inflasi global, melalui mekanisme subsidi energi dan alokasi belanja stabilisasi harga pangan.
Febrio menambahkan, tingkat ketimpangan pengeluaran penduduk Indonesia atau rasio gini pada September 2022, tercatat sebesar 0,381, menurun 0,003 poin dari Maret 2022, yakni 0,384, yang dipengaruhi oleh penurunan ketimpangan di perkotaan dan perdesaan, yang masing-masing menurun tipis 0,001 dari posisi Maret 2022.
“Upaya pemerintah untuk mendorong inklusivitas pertumbuhan ekonomi terlihat dari penurunan ketimpangan, baik di perkotaan maupun pedesaan. Bahkan, ketimpangan di pedesaan juga terus menunjukkan perbaikan dibandingkan level prapandemi,” katanya.
Kepada BPS, Margo Yuwono pada Senin menyampaikan, ada beberapa fenomena yang memengaruhi tingkat kemiskinan per September 2022, antara lain, kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) dan pemutusan hubungan kerja (PHK). Kenaikan harga BBM pada 3 September 2022 mengakibatkan naiknya biaya produksi pertanian.
Indeks biaya produksi dan penambahan barang modal subsektor tanaman pangan dan perikanan tangkap meningkat. "Peningkatan itu terutama didorong oleh kenaikan harga bensin, solar, dan ongkos angkut," kata Margo dalam paparannya pada Senin (16/1).
Akan tetapi, Margo menyebut, dampak kenaikan harga BBM terhadap inflasi pada September 2022, tidak separah periode-periode sebelumnya berkat penguatan bantalan sosial. Dia mencontohkan, saat harga BBM mengalami kenaikan pada 2005, tingkat inflasi pada tahun tersebut mencapai 17,11 persen. Kemudian, ketika ada kenaikan harga BBM pada 2014, tingkat inflasi sebesar 8,36 persen.
"Pengelolaan bantuan pemerintah kepada masyarakat semakin baik karena ada penebalan bantuan sosial, sehingga dampak inflasinya tidak setinggi pada periode sebelumnya," ujar Margo.
Margo menyampaikan, pemerintah menganggarkan dana sebesar Rp 24,17 triliun sebagai bantalan untuk melindungi daya beli masyarakat dari dampak kenaikan harga BBM. Salah satu program yang dijalankan berupa bantuan langsung tunai sebesar Rp 150 ribu selama empat bulan untuk 20,65 juta keluarga penerima manfaat (KPM).
Upaya lainnya dalam menekan dampak inflasi akibat kenaikan harga BBM adalah dengan melibatkan pemerintah daerah (pemda). Setiap pemda harus mengalokasikan dua persen dana transfer umum (DTU) untuk Perlinsos, penciptaan lapangan kerja, dan subsidi sektor transportasi.
Presiden: Hapus Kemiskinan Ekstrem
Masih ada dua persen penduduk yang masuk kategori kemiskinan ekstrem.
SELENGKAPNYABPS: Kenaikan Harga BBM Picu Kemiskinan
Fenomena PHK turut berpengaruh pada naiknya tingkat kemiskinan.
SELENGKAPNYAMengeroyok Kemiskinan dan Stunting
Permasalahan kemiskinan ekstrem dan stunting saling beririsan.
SELENGKAPNYA