
Sastra
Seringkas Ingatan
Puisi Vito Prasetyo
OLEH VITO PRASETYO
Seringkas Ingatan
kita hanya selintas nafas
dalam cermin waktu
yang beranjak dari sebuah peradaban
ringkas selebar ingatan
Malang, 2023
Penantian
hidup, penantian segala cemas
kita berdiri di atas tegaknya matahari
menggulirkan perjalanan
menuju pembaringan senja
menyudahi paras langit
di pangkal malam yang senyap
dan lentera rindu bagai diksi di bening wajahmu
Malang, 2023
Gadisku
malam kian letih
engkau gadisku, tertidur di pangkuan sajak
‘kaubaringkan segala penat
rapuh didera angin
mengalun bagai irama asmaradhana
menari dalam petikan gitar
begitu lembut
seakan lentik jemarimu menghitung garis-garis cahaya
engkau gadisku, hadirkan pesona rindu
menelusup di antara larik malam
kutuangkan desah napasmu dalam cawan waktu
meski puisiku lebih hidup dalam nafasmu
wajahmu samar, mengurung tidurku
ingin kupuisikan dalam rak ingatanku
mengudapnya, hingga sayap sajakku patah
engkau gadisku, tidurlah dalam buaian sajakku
mengarungi waktu demi waktu
dan biarkan langit menghitungnya
Malang, 2023
Engkau Telah Pergi
kemarin engkau ada disini
bercerita tentang dunia
tak akan pernah habis ceritaku tentangmu
sebab engkau adalah kata-kata
mengalir ke tubuh sajakku
entah sampai kapan
aku akan terus menulis tentangmu
di siang ini, sinar meruncing panas
tiba-tiba langit berubah pekat
engkau pergi, teramat jauh
dalam keabadian kekal
tinta penaku mengalir deras
bagai genangan air mata
membasahi lembar daun
cerita itu seperti garis-garis isyarat
untuk menuliskan duka
Malang, 2023
Berbicara Kepada Parangtritis
ingin kulumat segenggam aksara
memerdekakan dari keterasingannya
telah adilkah diriku pada pikiranku
sementara aksara cemas, senantiasa
memaku diri dalam tidurku
bukankah ombak Parangtritis telah menerangkannya
dari isyarat musim, yang selalu samar
dalam rak ingatanku
terkadang puisi hidup dalam keangkuhannya
memaknai doa di sepanjang bait-baitnya
antara hulu dan hilir, berdebat keras
melahirkan riak ombak dari murkanya rasa adil
hingga tatapan kita merapal mantra dari beningnya laut
entah bagaimana caranya
memisahkan rindu dan gelisah
kita hanya mengeja aksara karam sebagai jalan
untuk menuju keabadian kekal
senyum tipis senja seolah duka menghampiri
langit menghimpit canda yang belum usai
pikiran pun menggegas dalam kenaifannya
tumbuh bagai batuan karang
memagari mata kita kepada Tuhan
tetap saja mata kita kandas dan terantuk tembok waktu
Parangtritis, mengalir sembab
biarkan puisiku meraba, menjemput impian
dari kedangkalanku memaknai keadilan sebuah doa
yang akhirnya memisahkan jiwa dan raga
puisiku jatuh, bersimpuh di pelaminan musim
wajahku kusam, merupa jelaga
tepi pantai, mungkin tempat tersunyi untuk berzikir
berbicara pada angin dan cahaya
meringkas kenangan, agar ‘kumengerti suara riak ombak
dan menziarahi jejak kenangan Parangtritis
Malang, 2023
Andai Kumengerti
andai saja aku mengerti
tangan-tangan ini terhenti
tak akan lagi menulis sajak
biarkanlah jiwaku bertasbih dalam puisi
menyeruak keheningan malam dengan lantunan zikir
sebab hanya itu, kegelisahanku terhempas
entah dengan cara apa,
aku dapat bersembunyi dari tatapan pemilik kekal
semua lorong-lorong persembunyian
seakan tertulis: kullu nafsin dzaiqotul maut
bukankah semua aksara
mengisak tangis dalam kesunyian puisi
serupa satire
dari kedangkalan mataku
membaca isyarat takdir
atau mungkin Tuhan sengaja
menitipkan pesan pada bait-baitku
hingga kelak malaikat membacanya
bagai doa yang tak pernah mampu kusempurnakan
dalam titian nazak
di sepenggal aksara duka
untuk menghapus butiran air bening
di sudut mata para peziarah
adalah kata-kata rindu
berkali-kali
melesap dari kalam-kalam suci
tatkala mata puisiku
hanyalah persinggahan sehimpun aksara cemas
Malang, 2022
Vito Prasetyo lahir di Makassar, 24 Februari 1964. Bergiat di penulisan sastra sejak 1983, dan peminat budaya.