Tajuk
Lindungi Pekerja Platform Digital
Isu ini menjadi sangat penting karena kita mengetahui dalam beberapa tahun terakhir ini, industri platform digital berkembang pesat.
Pertemuan Regional ke-17 Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) Asia Pasifik digelar di Singapura sejak Selasa (6/12) hingga Jumat (9/12). Dalam pertemuan tersebut, salah satu isu yang disorot terkait perlindungan untuk para pekerja platform digital karena sejauh ini dinilai belum seperti yang diharapkan.
Isu ini menjadi sangat penting karena kita mengetahui dalam beberapa tahun terakhir ini, industri platform digital berkembang pesat. Para pencari kerja kita pun yang umumnya baru lulus dari bangku pendidikan sangat tertarik untuk bekerja di sektor ini. Dengan pengetahuan terbatas mengenai hak-hak pekerja, tidak jarang membuat para pekerja digital tidak mendapatkan perlindungan yang semestinya.
Mencermati kondisi tersebut, Direktur Jenderal ILO, Gilbert F Houngbo, dalam pertemuan tersebut mendorong negara-negara anggota ILO untuk memastikan perlindungan sosial bagi pekerja platform digital. Ia mengatakan, pekerja platform digital tidak memiliki perlindungan, karena kurangnya hubungan kerja. ILO merasa sangat perlu untuk mengadvokasi pemerintah, serikat pekerja, dan organisasi pengusaha untuk duduk bersama dan membahas isu ini.
Gilbert mengatakan, perlindungan bagi pekerja digital sangat lemah karena mereka rentan kehilangan pekerjaan, jam kerja tidak menentu, penghasilan yang tidak terprediksi, kesenjangan upah berbasis gender, dan tidak memiliki asuransi kesehatan serta perlindungan hukum.
Isu ini menjadi sangat penting karena kita mengetahui dalam beberapa tahun terakhir ini, industri platform digital berkembang pesat.
Karena itu, menurut dia, ILO berupaya mendorong adanya sebuah instrumen perlindungan yang bisa diterapkan secara internasional. Instrumen tersebut dapat membantu mengatasi berbagai tantangan yang dihadapi para pekerja platform digital, sekaligus mempromosikan sisi positif dari ekonomi berbasis platform digital itu sendiri.
Kondisi yang dikhawatirkan oleh ILO tersebut terjadi di berbagai negara, termasuk di Indonesia. Kita mengetahui para pekerja platform digital begitu rentan kehilangan pekerjaan. Khusus di Tanah Air, pemangkasan pekerja besar-besaran sepanjang 2022 ini pun, sektor platform digital paling banyak menyita perhatian.
Bulan lalu, dua perusahaan teknologi, yakni GoTo dan Ruangguru menambah panjang daftar perusahaan yang melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) karyawannya. Sepanjang 2022 ini, startup paling banyak mengisi daftar perusahaan yang melakukan PHK kepada karyawannya. Setidaknya ada 14 perusahaan teknologi dalam negeri tahun ini yang melakukan PHK. Di samping GoTo dan Ruangguru, terdapat pula, antara lain Shopee Indonesia, LinkAja, TaniHub, dan Zenius yang melakukan PHK.
Kita menyadari industri platform digital memiliki potensi yang cukup besar ke depannya. Tumbuhnya platform digital merupakan bagian dari arah ekonomi baru yang semakin didorong oleh sektor jasa dan teknologi. Di Indonesia, kontribusi ekonomi digital diproyeksikan bisa tumbuh hingga 18 persen pada 2030, dibandingkan 4 persen terhadap produk domestik bruto (PDB) pada 2020.
Bulan lalu, dua perusahaan teknologi, yakni GoTo dan Ruangguru menambah panjang daftar perusahaan yang melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) karyawannya.
Menurut Data Kementerian Perdagangan pada 2020, nilai ekonomi digital Indonesia mencapai 44 miliar dolar AS atau sekitar Rp 685,4 triliun. Angka tersebut lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan ekonomi digital negara tetangga, seperti Malaysia yang hanya 11,4 miliar dolar AS, Filipina 7,5 miliar dolar AS, Singapura 9 miliar dolar AS, dan Vietnam 14 miliar dolar AS.
Karena itu, potensi ekonomi digital yang begitu besar tersebut juga harus dibarengi dengan perlindungan untuk tenaga kerja di sektor ini. Kita menuntut pemerintah cepat tanggap dengan perkembangan sektor baru ini sehingga tidak ada yang dikorbankan dari kemajuan di sektor ekonomi digital.
Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah yang hadir dalam pertemuan ILO tersebut seperti dikutip Antara menegaskan, Rabu (7/12), pemerintah berupaya memastikan perlindungan sosial bagi pekerja berbasis platform digital. Menurut Ida, perkembangan era digitalisasi, yang sangat memengaruhi perubahan jenis pekerjaan pada masa depan, telah mendesak pemerintah untuk semakin meningkatkan perlindungan bagi pekerja di sektor ini.
Kita berharap, pemerintah segera hadir di antara para pekerja digital di Tanah Air. Karena itu, pemerintah harus bisa memastikan bahwa pekerja digital mendapat hak-hak yang sama, sebagaimana yang didapatkan para pekerja di sektor lain. Jangan sampai pemerintah menikmati pertumbuhan ekonomi dengan majunya sektor ekonomi digital, tetapi tidak memberikan perlindungan yang selayaknya untuk para pekerja di sektor ini.
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.
Foz Siap Gelar IGF-Zakat Expo 2022
GF-Zakat Expo 2022 adalah suatu inisiasi dari Foz untuk mengekspose peran lembaga zakat
SELENGKAPNYATobat, Lansia Mengaku Imam Mahdi dan Ratu Adil Bersyahadat
Keduanya hanya menunaikan shalat dua kali sehari pukul 05.00 WIB dan pukul 17.00 WIB.
SELENGKAPNYAMenembus Pasar Afrika dengan Produk Halal
Pasar Mesir pada dasarnya membutuhkan produk makanan dan minuman dari Indonesia.
SELENGKAPNYA