Nasional
Sambo Berseragam Polisi Saat Brigadir J Ditembak
Setelah penembakan, Sambo sempat mengumpulkan semua ajudannya
JAKARTA -- Terdakwa Ferdy Sambo disebut masih mengenakan seragam lengkap saat kejadian penembakan ajudannya Brigadir Nofriansyah Yoshua Hutabarat (J) di Duren Tiga 46 Jakarta Selatan (Jaksel), Jumat (8/7).
Fakta tersebut terungkap dari kesaksian Prayogi Aktara Wikaton saat menjadi saksi dalam persidangan lanjutan kasus pembunuhan Brigadir J di Pengadilan Negeri (PN) Jaksel, Selasa (8/11).
Prayogi adalah ajudan Ferdy Sambo yang bertugas pada hari nahas tersebut. Pada Jumat (8/7) sore, ia menyopiri Ferdy Sambo dari Saguling III 29 menuju Duren Tiga 46 dengan mobil Lexus LX 570. Di dalam mobil tersebut, juga terdapat ajudan lainnya yakni Adzan Romer. Mobil tersebut dikawal oleh patwal motor yang dikendarai Farhan Sabilillah.
Dalam kesaksiannya, Prayogi mengatakan, saat kejadian penembakan di Duren Tiga 46, ia berada di luar rumah. Namun ia tetap berada tak jauh dari mobil setelah mengantarkan Ferdy Sambo. Ia mengaku, mendengar suara tembakan, tetapi tidak mengetahui apa yang terjadi.
Setelah penembakan, kata dia, Ferdy Sambo sempat mengumpulkan semua ajudan dan pegawai lain yang saat itu berada di Duren Tiga 46.
Saat dikumpulkan itu, ada Prayogi, Adzan Romer, Bharada Richard Eliezer (RE), Kuat Maruf (KM), serta Kodir. “Bapak (Ferdy Sambo) bilang, ‘bagaimana kalau kejadian ini terjadi ke anak istri keluarga kalian’,” kata Prayogi menirukan ucapan Ferdy Sambo. “Saat itu, Bapak masih pakai seragam. Pakai sepatu (dinas),” kata Prayogi kepada hakim.
Lalu, Prayogi mengungkapkan, Ferdy Sambo merangkul Bharada RE. “Dan bilang, saya akan bela Richard. Jabatan saya pertaruhkan untuk membela dia (Richard),” begitu sambung Ferdy Sambo dalam cerita Prayogi. Saat itu, Prayogi belum mengetahui apa yang sedang terjadi. Pun dia tak sempat melihat jenazah Brigadir J.
Bapak (Ferdy Sambo) bilang, ‘bagaimana kalau kejadian ini terjadi ke anak istri keluarga kalianPRAYOGI AKTARA WIKATON Ajudan Ferdy Sambo
Akan tetapi, dikatakan dia, lama dia menunggu di Duren Tiga 46. Sampai akhirnya, dikatakan dia, sekumpulan anggota Provos Mabes Polri datang. “Saya di Duren Tiga 46 sampai kira-kira pukul setengah sepuluh (malam),” ujar Prayogi.
Selama menunggu itu, ia tetap berada di luar rumah dan mengaku tak berkeinginan masuk ke dalam. Sampai sekitar pukul 21.30 WIB, Prayogi menceritakan, Ferdy Sambo meminta untuk pulang. “Bapak minta diantarkan ke Saguling III,” terang Prayogi.
Pada saat mengantar pulang itu, Ferdy Sambo, dikatakan dia, tetap masih mengenakan seragam lengkap dengan sepatu dinas. “Siap. Masih pakai seragam dinas,” terang Prayogi. Lepas dari Saguling III, ungkap Prayogi, ia pun diminta Ferdy Sambo berangkat ke Mabes Polri.
Adapun, ajudan Sambo yang lain, Daden Miftahul Haq, mengungkapkan tiga senjata api yang selalu menjadi pegangan Ferdy Sambo setiap harinya. Tiga senjata tersebut jenis pistol dengan peluru kaliber 45 milimeter (mm) dan 9 mm. “Di dalam mobil terdakwa selalu ada senjata api?” tanya Ketua Majelis Hakim Wahyu Iman Santosa kepada Daden. Daden memastikan, senjata api memang kerap ada di dalam mobil karena menjadi pegangan Ferdy Sambo. “Kalau senjata milik Bapak, iya yang mulia,” ujar Daden.
Daden menerangkan, ada tiga jenis senjata api yang selalu dibawa oleh Ferdy Sambo. “Itu ada Wilson Combat dengan kaliber 45 mm dan Cabot juga dengan kaliber 45 mm,” terang Daden. Untuk pistol Cabot, kata Daden, selalu berada di dalam kopel. Sedangkan satu pistol jenis lainnya, adalah Kimber.“Itu hanya ada di tas kecil saja yang mulia,” terang Daden.
Pistol kecil itu menggunakan peluru 9 mm. Sedangkan, untuk para ajudan, dikatakan Daden, pegangan senjata api berbeda-beda. Daden sendiri, dikatakan dia, seperti Bharada Richard Eliezer (RE) yang memegang Glock-17.
Beberapa ajudan lainnya, kata Daden, ada yang dibekali senjata pistol HS, ada juga yang memakai Sig Sauer. Adapun laras panjang, jenis MPX, dikatakan Daden, beberapa ajudan yang mengawal Ferdy Sambo juga ada.“Untuk laras panjang selalu ada di depan ajudan,” kata Daden.
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.
Kisah Saksi Mata Pertempuran Surabaya
Arek-arek Suroboyo yang rata-rata terdiri dari kaum santri itu mendapat bekal khusus dari para kiai.
SELENGKAPNYAHari Pahlawan dan Fatwa Jihad
Fatwa itulah yang mengilhami Bung Tomo untuk melakukan kewajiban agama melawan Belanda.
SELENGKAPNYAPenerbang dan Teknisi TNI AU ke Prancis Pelajari Rafale
Ada 14 orang yang dikirim ke Prancis untuk mendapatkan pelatihan selama tiga bulan
SELENGKAPNYA