Tajuk
Lebih Peka Perubahan Iklim
Semoga masyarakat dunia dari kalangan manapun, kini lebih peka terhadap perubahan iklim serta dampaknya.
Kemarin, hajatan besar soal perubahan iklim telah dimulai di Sharm El-Sheikh, Mesir. Konferensi para pihak (COP) ke-27 mengenai perubahan iklim yang merupakan agenda PBB ini, dijadwalkan berlangsung dari 6 hingga 18 November 2022.
Tentu banyak harapan dilabuhkan di sana. Di antaranya, mengenai kesadaran dunia atas kerusakan yang kian parah di alam, pengurangan emisi, persiapan dan kerugian finansial akibat bencana karena perubahan iklim, dan komitmen negara besar mengatasi masalah ini.
Semoga konferensi ini bukan sekadar ajang seremonial tanpa rumusan tindakan konkret. Para pemimpin dunia dan pengambil keputusan, terutama, dituntut lebih peka atas serangkaian kejadian alam yang menyebabkan bencana kemanusiaan paling tidak kurun setahun ini.
Kebijakan strategis kolektif yang nyata bakal menyelamatkan bumi ini dari serangkaian bencana yang bisa saja lebih dahsyat.
Sehingga, kebijakan strategis kolektif yang nyata bakal menyelamatkan bumi ini dari serangkaian bencana yang bisa saja lebih dahsyat, menyebabkan kerusakan lebih mengerikan, serta menyisakan kerugian baik jiwa maupun finansial dalam jumlah tak terhingga.
Kita bisa mengingat kembali, lebih dari 1.700 warga Pakistan wafat akibat banjir, ada 4.000 korban karena kekeringan dan banjir di Benua Afrika. Merujuk peneltian Oxfam, kebutuhan bantuan finansial akibat bencana cuaca delapan kali lipat dibandingkan 20 tahun lalu.
Oxfam menghitung, gap kebutuhan dana itu mencapai 33 miliar dolar AS dalam kurun lima tahun. Bahkan, serangkaian banjir Eropa pada 2021 mengakibatkan kerusakan senilai 45 miliar dolar AS. Para peneliti di Spanyol juga menyampaikan estimasinya.
Laman Aljazirah yang mengutip mereka, Sabtu (5/11) menyatakan, pada 2040 biaya kehilangan dan kerusakan bagi negara-negara berkembang akibat bencana alam terkait cuaca mencapai 1 triliun dolar AS.
Dengan fakta seperti di atas, semua pihak memang perlu bergerak bersama. Saling mengingatkan untuk terus menjaga keseimbangan alam, menyadarkan para pemilik modal tetap memikirkan alam, bukan keuntungan semata dalam menjalankan usahanya.
Pada 2040 biaya kehilangan dan kerusakan bagi negara-negara berkembang akibat bencana alam terkait cuaca mencapai 1 triliun dolar AS.
Sebab kita melihat, laku kesewenang-wenangan kita telah ‘dibalas’ alam dengan cara menyakitkan. Kerusakan alam akibat ulah manusia, memicu banjir bandang, longsor meminta korban jiwa, kerusakan hunian manusia, dan gagal panen lahan pangan.
Maka, kita bersyukur, tokoh agama seperti Ketua Majelis Hukama Muslimin (MHM) yang juga Grand Syekh Al-Azhar, Ahmad Muhammad Ahmad Thayyib, mengingatkan umat bahwa Islam mengharuskan pemeluknya menjaga lingkungan hidup.
Syekh menyatakan, kerusakan di bumi dan sikap sewenang-wenang terhadap sumber daya alam, berlawanan dengan kehendak Allah SWT. Justru sebaliknya, Allah memberikan amanat kepada manusia untuk menjaga bumi dan memakmurkannya.
Orang yang mengetahui besarnya biaya mengatasi krisis perubahan iklim, terutama mengingat praktik negara industri besar menahan dana yang dibutuhkan secara moral dan manusiawi, jelas dia, pasti akan ngeri. “Kita, tokoh agama punya kewajiban untuk menyuarakan hal ini.’’
Kita, tokoh agama punya kewajiban untuk menyuarakan hal ini.
Meski pernyataan ini tak disampaikan di arena acara COP ke-27 melainkan di pertemuan ke-16 MHM di Manama, Bahrain, Jumat (4/11) tetapi sangat strategis.
Cara berbeda ditempuh ratusan aktivis lingkungan dari Greenpeace and Extinction Rebellion, sehari menjelang perhelatan COP ke-27. Mereka berunjuk rasa di area parkir pesawat jet pribadi di Bandara Schiphol, Belanda dengan cara duduk di depan roda pesawat bagian depan hingga keberangkatannya tertunda.
Greenpeace menghendaki pengurangan perjalanan dengan pesawat serta jet pribadi tetapi memperbanyak dengan kereta. Mereka mengungkapkan, Schiphol sumber emisi karbon dioksida terbesar di Belanda, yaitu 12 miliar kilogram per tahun.
Jadi, semoga masyarakat dunia dari kalangan manapun, kini lebih peka terhadap perubahan iklim serta dampaknya. Kerusakan, kerugian materi, dan kehilangan jiwa telah banyak contohnya di berbagai belahan dunia. Apakah kita akan membiarkan hal sama terjadi?
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.
Dolar AS Diprediksi Terus Menguat
Penguatan dolar AS diprediksi terus berlanjut dan akan menekan nilai tukar berbagai mata uang, termasuk rupiah.
SELENGKAPNYAKPK: Hakim Paling Banyak Terjerat Korupsi
Upaya pencegahan korupsi menjadi percuma jika hakim tidak memiliki integritas
SELENGKAPNYA'Pasien Covid-19 Berdatangan'
Para lansia dan orang yang belum pernah terkena Covid-19 rentan terinfeksi subvarian XBB.
SELENGKAPNYA