Opini
COP27 dan Umat Islam
COP27 di Mesir harus diapresiasi untuk memperkuat peran umat Islam dalam menjaga iklim.
AS ROSYID; Direktur Eksekutif the Reading Group for the Social Transformation, Penulis Buku Melawan Nafsu Merusak Bumi (2022)
Dalam waktu dekat, 7-8 November 2022, di Mesir dihelat pertemuan internasional COP27 (Conference of Parties), menindaklanjuti Konvensi Kerangka Kerja PBB tentang Perubahan Iklim.
Lepas dari berbagai kritik terhadap agenda COP, terselenggaranya konferensi jaga iklim yang dituanrumahi negara kiblat keilmuan Islam itu amat menarik. Sebab, dalam konteks lingkungan hidup, umat Islam punya dua tantangan.
Pertama, minimnya literatur keagamaan mengenai isu lingkungan hidup. Belum semarak dibandingkan fikih atau teologi politik, ekonomi, budaya, dan perempuan. Padahal, dalil kewajiban membela lingkungan hidup sangat kaya. Ini menunjukkan umat Islam, diwakili elite agama, belum menganggap isu lingkungan sebagai prioritas.
Minimnya literatur keagamaan mengenai isu lingkungan hidup. Belum semarak dibandingkan fikih atau teologi politik, ekonomi, budaya, dan perempuan.
Kedua, konsekuensi dari yang pertama, dunia kurang perhatian pada potensi sumbangsih umat mencegah perubahan iklim. Padahal, dalam konteks jaga iklim, Islam memiliki referensi nilai, etika, dan praktik berlimpah.
Umat Islam banyak membawa perubahan dalam 1.500 tahun terakhir dan perubahan dapat diupayakan dalam konteks menjaga iklim.
Islam dan perubahan iklim
Harus disadari, apapun hasil COP27, itu merupakan produk politik yang sangat struktural. Pendekatan top down kerap terbukti bermasalah dan tak berkelanjutan. Upaya struktural harus dibarengi upaya kultural.
Pendekatan bottom up lazimnya lebih awet, lebih punya daya tahan menghadapi keterbatasan finansial dan politik. Mengapa demikian? Pendekatan kultural, umumnya berangkat dari kesadaran individu dan komunitas kreatif.
Kesadaran sangat penting dalam hal ini karena lahir dari dalam, bukan hasil pecutan dari luar. Manusia dapat berbuat sesuatu karena sadar, bukan diperintah atau paksaan.
Itu mungkin jika dalam diri manusia tumbuh “kobaran api” berupa impian kuat, ketakutan mendalam, atau keyakinan yang teguh. Agama, tak terkecuali Islam, salah satu sumber kobaran api itu. Islam bisa merawat kobaran api itu.
Seorang Muslim dianjurkan menanam pohon bahkan bila kiamat tiba esok pagi.
Nabi SAW bersabda, pohon adalah sedekah paling besar nilainya dan dapat mengantar Muslim masuk surga dengan mudah. Seorang Muslim dianjurkan menanam pohon bahkan bila kiamat tiba esok pagi.
Keyakinan yang teguh pada suatu konsepsi dapat juga menjadi motivasi untuk berjuang menjaga iklim. Sebagai contoh, Islam melarang jual beli padang rumput, air dan api. Di saat yang sama, Nabi bersabda bumi adalah masjid.
Pada dua ajaran itu terkandung konsepsi tentang yang-sakral, baik secara agama maupun sosial, area yang tidak boleh dihitung dengan logika pertukaran dan keuntungan ala kapitalisme. Konsepsi itu dapat diarusutamakan.
Hati umat harus disentuh sesering mungkin, semangat mereka perlu diletupkan untuk berperan aktif dalam gerakan jaga iklim.
Inspirasi gerakan
Terselenggaranya COP27 yang akan datang di Mesir harus diapresiasi umat Islam sebagai tiang pancang kesekian yang semakin memperkuat kesadaran umat dalam peran menjaga iklim.
Di saat yang sama, dunia juga perlu memperhitungkan umat Islam yang berjumlah 23,4 persen populasi bumi, sebagai kekuatan politik perubahan. Ide dan inspirasi gerakan berletupan dari mereka.
Muslim Indonesia, dalam konteks tersebut, layak dijadikan referensi. Salah satu contoh hebatnya ialah “hutan wakaf”. Hutan wakaf dipraktikkan di Aceh sejak 2012.
Salah satu contoh hebatnya ialah “hutan wakaf”. Hutan wakaf dipraktikkan di Aceh sejak 2012.
Kemudian, atas rangsangan tulisan Khalifah M Ali pada 2018, hutan wakaf dimulai di Bogor pada 2019. Awalnya, M Ali mewakafkan 1,5 hektare tanah untuk dijadikan hutan. Kini luasnya lebih dari empat hektare.
Sekilas, hutan wakaf mirip hima. Dalam fikih, hima adalah tanah atau sungai yang dikonservasi oleh negara, sehingga privatisasi menjadi terlarang. Namun, ada perbedaan yang cukup esensial antara hima dan hutan wakaf.
Hima berasal dari inisiatif kepala negara—dengan demikian ia bersifat top down. Sementara itu, hutan wakaf datang dari inisiatif warga— bottom up.
Sejak awal, wakaf adalah fenomena kultural. Wakaf adalah inisiatif warga untuk bersedekah tanah dalam skema permanen: haram diperjualbelikan, haram melenceng penggunaannya dari tujuan awal.
Bila tanah diwakafkan untuk hutan, selamanya di atasnya hanya boleh ada hutan. Umat lebih merasa ngeri melanggar tabu wakaf daripada UU dan Muslim Indonesia secara kreatif memanfaatkan wakaf ke level lebih penting: jaga iklim.
Muhammadiyah dan NU, pilar dakwah Islam di Indonesia, juga aktif memproduksi fikih yang merespons isu lingkungan hidup. Muhammadiyah terkenal dengan fikih agraria, air, kebencanaan.
Muhammadiyah dan NU, pilar dakwah Islam di Indonesia, juga aktif memproduksi fikih yang merespons isu lingkungan hidup.
NU menelurkan fikih penanggulangan plastik serta gerakan nasional kehutanan dan lingkungan hidup untuk memerangi eksploitasi. Itu jihad bi'iyyah (jihad pelestarian lingkungan), amanat Muktamar ke-29 NU di Tasikmalaya (1994).
PR utama umat Islam adalah pengarusutamaan. Referensi nilai dan etika menjadi referensi kosong belaka bila tidak dihidupkan dalam gerakan.
Muslim Indonesia perlu bersyukur karena gairah gerakan pelestarian lingkungan hidup sedang hangat-hangatnya di sini dan tampaknya takkan padam mengingat krisis iklim semakin menampakkan wujud.
Tidak ada kata terlambat. Bahkan bila esok pagi kiamat, hari ini umat tetap wajib melestarikan alam.
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.
Wahabi dan Cara Pandang Syekh Abdul Wahhab tentang Tauhid
Abdul Wahhab berpendapat bahwa keesaan Allah diwahyukan dalam tiga bentuk
SELENGKAPNYAInflasi Pangan Melandai
Inflasi Indonesia lebih terkendali dibandingkan negara-negara G-20.
SELENGKAPNYAAkibat Dengki
Jangan membalas orang yang berbuat dengki dengan kedengkian lagi. Cukup kita biarkan saja.
SELENGKAPNYA