
Kabar Utama
Anak-Anak Turut Jadi Korban
Menurut H, ada sejumlah anak-anak yang ikut menyelamatkan diri di warungnya.
OLEH WILDA FIZRIYANI, AFRIZAL ROSIKUL ILMI
Kengerian dan kerusuhan di Stadion Kanjuruhan pada malam itu pecah begitu peluit panjang tanda akhir pertandingan ditiup wasit. Suporter Arema FC yang tak terima timnya menuai kekalahan, berbondong-bondong turun ke lapangan.
Luapan kekecewaan suporter lantas direspons dengan tembakan gas air mata oleh aparat keamanan. Penggunaan gas air mata itulah yang diduga menjadi pemicu utama banyaknya korban jiwa yang berjatuhan.
Anak-anak turut menjadi korban dari tragedi paling kelam di sepanjang sejarah sepak bola Indonesia tersebut. Berdasarkan pendataan Media Officer Arema FC pada Ahad (2/10) siang, ada sejumlah anak yang menjadi korban jiwa. Salah satunya anak berusia 13 tahun asal Kecamatan Sumberpucung, Kabupaten Malang.
Muhammad Riandi Cahyono, salah satu Aremania yang mengalami luka-luka dalam tragedi tersebut menceritakan, gas air mata ditembakkan ke arah dekat papan skor saat para suporter menerobos ke lapangan. Gas air mata juga dilepaskan aparat di luar stadion.
Riandi datang dari Blitar bersama teman perempuannya dengan mengendari sepeda motor. "Sekarang saya tidak tahu di mana pacar saya, belum ketemu sampai sekarang," ucap pria yang berusia 22 tahun tersebut di RSUD Kanjuruhan, Kabupaten Malang, Ahad (2/10).

Pada saat kejadian, Riandi tak menampik bahwa dirinya termasuk salah satu orang yang ikut turun ke lapangan untuk menyampaikan protes atas kekalahan Arema FC. Riandi menyebut banyak Aremania yang dipukuli petugas. Aparat keamanan pun lalu menembakkan gas air mata yang membuat banyak suporter sesak napas hingga jatuh kesakitan.
Riandi mengaku sudah tak merasakan sesak napas setelah mendapat perawatan di RSUD Kanjuruhan. Namun, ia mengalami sakit di sekujur tubuh, utamanya di bagian tangan yang mengalami patah tulang.
Tak hanya Riandi, Novandra Zulkarnain (20 tahun) dan Aldita Putri juga turut menjadi korban. Keduanya terinjak-injak oleh suporter lain saat berdesak-desakan untuk mengevakuasi diri dari stadion. Mereka panik akibat gas air mata yang ditembakan ke arah suporter.
Salah seorang penjual makanan berinisial H di sekitar Stadion Kanjuruhan masih mengingat jelas betapa mencekamnya kondisi seusai pertandingan Arema versus Persebaya. Perempuan berusia 20 tahun itu melihat secara langsung bagaimana para Aremania berlarian menyelamatkan diri dari kejaran petugas keamanan.

Pada Sabtu (1/10) di hari pertandingan, H langsung menutup warung makanannya sejak pukul 22.00 WIB setelah mendengar ada kericuhan di dalam stadion. Apalagi, ada banyak suporter yang berlarian menyelamatkan diri di depan warungnya.
Ia mendengar suara lemparan batu, sejumlah suara tembakan, dan seseorang yang sedang diinjak berkali-kali. Bahkan, ada lebih dari 30 Aremania yang membuka rolling door garasi warungnya untuk menyelamatkan diri.
Menurut H, ada sejumlah anak yang ikut menyelamatkan diri di warungnya. Ada anak berusia dua tahun, usia TK, dan SD. Anak-anak tersebut menangis kejar karena ketakutan.
"Sempat juga ada yang nanya ke anak usia TK, 'Apa dia suka bola.' Terus anak itu bilang, 'Mama yang suka'," kata dia saat ditemui Republika di sekitar Stadion Kanjuruhan.
Gas air mata sempat masuk ke warung penjual makanan dan membuatnya sedikit mengalami sesak napas. Ia merasakan panas yang tidak nyaman untuk tubuh.
H baru berani membuka warungnya sekitar pukul 02.00 WIB ketika kondisi mulai kondusif dan petugas keamanan sudah mulai pulang. Namun H menyaksikan masih ada sejumlah orang yang berlalu-lalang dan mobil yang terbakar.
Ini pertama kalinya dia menyaksikan peristiwa kerusuhan sepak bola yang begitu mencekam. Dia menyaksikan banyak orang yang digotong dan dievakuasi tenaga medis. "Pokoknya menegangkan, bikin gemetaran," kata dia.
Seorang saksi mata yang juga suporter Arema FC Rezqi Wahyu menceritakan, awalnya ada satu suporter dari arah tribun selatan nekat masuk dan mendekati pemain Arema, Sergio Silva dan Adilson Maringa. Menurut penglihatannya, satu suporter itu seperti memberikan motivasi dan kritik kepada mereka. Kemudian ada lagi beberapa oknum yang ikut masuk untuk meluapkan kekecewaan kepada pemain Arema.
Namun, suporter dari berbagai sisi stadion juga ikut masuk untuk meluapkan kekecewaan ke pemain dan disusul dengan lemparan berbagai macam benda ke arah lapangan. Setelah pemain masuk, suporter makin tidak terkendali dan semakin banyak yang masuk ke lapangan.
"Pihak aparat juga melakukan berbagai upaya untuk memukul mundur suporter, yang menurut saya perlakuannya sangat kejam dan sadis. Tapi saat aparat memukul mundur suporter di sisi selatan, suporter dari sisi utara yang menyerang ke arah aparat. Karena semakin banyak suporter yang masuk ke lapangan dan kondisi sudah tidak kondusif," kata dia melalui akun Twitter-nya.
Menurut dia, aparat menembakkan beberapa kali gas air mata ke arah suporter di lapangan. Silih berganti suporter menyerang aparat dari sisi selatan dan utara. Selain hujan lemparan benda dari sisi tribun, di dalam lapangan juga terjadi tembakanan gas air mata ke arah suporter.
"Terhitung puluhan gas air mata sudah ditembakkan ke arah suporter, di setiap sudut lapangan telah dikelilingi gas air mata. Ada juga yang langsung ditembakkan ke arah tribun penonton, yaitu di tribun 10," kata dia.
Dia melanjutkan, para suporter yang panik karena gas air mata, berlarian dan membuat situasi semakin ricuh. Mereka berlarian mencari pintu keluar, tapi sayang pintu keluar sudah penuh sesak karena para suporter panik terkena gas air mata.

"Banyak ibu-ibu, wanita, orang tua, dan anak-anak kecil yang terlihat sesak nggak berdaya, nggak kuat ikut berjubel untuk keluar dari stadion. Terlihat mereka sesak karena terkena gas air mata. Seluruh pintu keluar penuh," kata dia.
Kelompok suporter Persebaya, Bonek Mania, menyatakan kemenangan tim Bajol Ijo melawan Arema FC tidak ada artinya dibandingkan hilangnya nyawa manusia. “Kami sangat menyesalkan dan prihatin atas kejadian ini. Semoga menjadi yang terakhir insiden seperti ini,” kata Koordinator suporter Bonek Mania Husin Ghazali, kemarin.
Rivalitas kedua tim hanya 90 menit di lapangan dan selebihnya harus saling menghormati. Ia berharap dilakukan tinjau ulang semua pihak demi kebaikan dan menuju sepak bola yang bisa dinikmati semua kalangan. “Harus ada evaluasi dari semua pihak untuk berbenah demi kebaikan bersama,” katanya.
Pihaknya juga memastikan tidak ada suporter Persebaya yang ke stadion saat pertandingan karena telah menyepakati perjanjian untuk tidak saling mengunjungi saat kedua tim berlaga.
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.
Bahasa Radikal Tokoh-Tokoh Pergerakan Nasional
Sukarno dituduh sedang menghasut rakyat dengan kata-kata yang radikal.
SELENGKAPNYA