Khazanah
Pariwisata Ramah Muslim Butuh Dukungan Regulasi
Terminologi layanan pariwisata ramah Muslim perlu terus disosialisasikan
JAKARTA – Upaya pengembangan pariwisata ramah Muslim sangat membutuhkan dukungan regulasi. Terkait hal itu, Asisten Deputi Moderasi Beragama Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Thomas Siregar menyampaikan, perlunya segera ditetapkan regulasi dan standardisasi terkait layanan pariwisata ramah Muslim.
Dia menjelaskan, saat ini ada dua regulasi tentang kepariwisataan, yaitu Undang-Undang (UU) Nomor 10 Tahun 2009 Tentang Kepariwisataan, dan UU Nomor 33 Tahun 2014 Tentang Jaminan Produk Halal.
‘’Namun, dua regulasi tersebut tidak secara khusus mengatur aspek layanan pariwisata ramah Muslim,’’ kata Thomas dalam agenda focus group discussion (FGD) daring bertajuk '’Penguatan Regulasi dan Standardisasi Pariwisata Ramah Muslim di Indonesia’’ yang digelar Departemen Ekonomi dan Keuangan Syariah Bank Indonesia (DEKS-BI), Selasa (6/9).
Kendati demikian, lanjut dia, Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) pada 2016 telah mengeluarkan fatwa pedoman penyelenggaraan pariwisata berdasarkan syariah. Di dalamnya diatur soal aspek kepariwisataan seperti hotel, spa, sauna, objek wisata, dan biro perjalanan.
"Maka harus segera ada regulasi untuk mendorong pariwisata ramah Muslim sebagai dasar hukum penyelenggaraan layanan pariwisata ramah Muslim di Indonesia. Kita harus segera mengambil peluang ini," ujar dia.
Thomas juga menyebutkan, terminologi layanan pariwisata ramah Muslim perlu terus disosialisasikan. Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) dan MUI juga harus melakukan percepatan proses sertifikasi dan standardisasi produk halal UMKM untuk menunjang layanan pariwisata ramah Muslim.
Pemangku kepentingan yang lain seperti pemerintah daerah, menurut Thomas, bisa mempersiapkan peraturan daerah yang mendukung penyelenggaraan layanan pariwisata ramah Muslim. Berdasarkan laporan Ekonomi Islam Global 2020-2021, Thomas menuturkan, terdapat enam sektor riil ekonomi Islam global. Di antaranya ialah makanan halal, media dan rekreasi, fashion, kosmetika, produk farmasi, dan pariwisata ramah Muslim.
Untuk perjalanan wisatawan Muslim dunia selama 2020-2021, nilainya menyentuh 194 miliar dolar AS. Nilai tersebut, lanjut Thomas, diperkirakan akan terus meningkat. Bahkan pada 2023, diprediksi akan naik menjadi 274 miliar dolar AS.
Bila dipersentase, wisatawan Muslim sekarang ini mencapai 11 persen dari belanja pariwisata global. "Setelah pembukaan perjalanan internasional, diproyeksikan wisatawan Muslim yang bepergian jumlahnya akan mencapai 140 juta orang pada 2023 dan menjadi 160 juta pada 2024," tutur dia.
Diproyeksikan wisatawan Muslim yang bepergian jumlahnya akan mencapai 140 juta orang pada 2023 dan menjadi 160 juta pada 2024
Asisten Deputi Moderasi BeragamaKementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan KebudayaanThomas Siregar
Pada forum yang sama, Asisten Staf Khusus Wakil Presiden RI, Guntur Subagja Mahardika mengatakan, keberadaan masjid di hotel, restoran, maupun mal itu menjadi nilai tambah dalam meningkatkan pariwisata ramah Muslim. Dia menyampaikan, aspek yang terkait dengan ibadah memiliki daya tarik bagi industri pariwisata ramah Muslim.
"Jadi bagaimana pariwisata ramah Muslim ini tinggal kita pertajam, kita kemas menjadi satu produk yang menarik bagi wisatawan mancanegara," kata dia.
Guntur menekankan, pelayanan prima menjadi standar yang mendasar dalam pariwisata. Karena itu, pariwisata ramah Muslim harus mengedepankan pelayanan prima dan mengusung nilai-nilai etika.
Sementara, Ketua Tim Peneliti dari Enhaii Halal Tourism Center Politeknik NHI Bandung, Anang Sutono menjelaskan, ini adalah FGD pertama dari total lima FGD yang akan digelar DEKS-BI dalam mengakselerasi pengembangan pariwisata ramah Muslim. FGD ini menjadi rangkaian acara menuju International Muslim Friendly Tourism Conference. Konferensi internasional ini akan digelar pada 7 Oktober mendatang dalam rangka penyelenggaraan Indonesia Sharia Economy Festival ke-9 pada 5-9 Oktober 2022.
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.