Tajuk
Inflasi dan Subsidi Energi
Inflasi dan subsidi energi menjadi hal yang berkaitan erat.
Inflasi dan subsidi energi menjadi hal yang berkaitan erat. Dua hal tersebut saling memengaruhi satu sama lain. Subsidi energi yang dilakukan pemerintah sejauh ini telah mampu menekan inflasi supaya tidak terbang tinggi.
Namun, subsidi energi yang dikucurkan pemerintah telah menguras anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN). Sampai saat ini subsidi energi telah dianggarkan Rp 502 triliun. Angka subsidi untuk energi sebesar itu selama ini belum pernah sekali pun dikeluarkan oleh pemerintah.
Angka subsidi energi tersebut saat ini masih belum ada kata cukup bila harga Pertalite dan solar dijual dengan harga saat ini. Karena itu, pemerintah kembali mengajukan tambahan subsidi energi ke DPR agar Pertalite dan solar tidak langka di lapangan.
Sampai saat ini subsidi energi telah dianggarkan Rp 502 triliun. Angka subsidi untuk energi sebesar itu selama ini belum pernah sekali pun dikeluarkan oleh pemerintah.
Masalahnya, sampai sejauh mana pemerintah akan mengeluarkan ratusan triliun rupiah lagi untuk subsidi energi agar harga Pertalite dan solar tetap dipatok seperti saat ini. Sedangkan kita ketahui bahwa meski neraca perdagangan kita masih surplus dalam enam bulan ini, tapi ancaman terhadap anggaran di APBN tetaplah sangat besar.
Apalagi, harga sejumlah komoditas, seperti batu bara dan pangan berpotensi tak lagi terus naik. Padahal, kenaikan beberapa komoditas energi dan panganlah yang telah memberi andil surplusnya neraca perdagangan kita.
Artinya, kita tak lagi bisa sepenuhnya dapat meletakkan harapan surplusnya neraca perdagangan untuk mendukung kekuatan anggaran APBN dalam meningkatkan subsidi energi. Karena bukan tidak mungkin, dalam beberapa waktu ke depan, surplus perdagangan kita pun terancam karena turunnya harga komoditas di dunia yang selama ini menjadi andalan ekspor nasional.
Pada saat bersamaan menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) memang akan dengan cepat menyelesaikan satu persoalan, terkait potensi jebolnya APBN karena membengkaknya subsidi energi. Tapi, teratasinya satu masalah soal anggaran subsidi energi, justru menimbulkan persoalan lain terkait inflasi, yang selama ini berpotensi terus naik karena harga pangan di dalam negeri yang masih berpotensi naik.
Kita sama-sama tahu selama ini inflasi menjadi 'ketakutan' pemerintah. Bukan hanya pemerintah kita, melainkan juga pemerintah seluruh dunia. Karena secara hitung-hitungan, saat inflasi membengkak, daya beli masyarakat terpangkas. Dengan pendapatan yang sama, kemampuan masyarakat untuk membeli barang otomatis berkurang ketika inflasi tak dapat dikendalikan.
Kita sama-sama tahu selama ini inflasi menjadi 'ketakutan' pemerintah. Bukan hanya pemerintah kita, melainkan juga pemerintah seluruh dunia.
Sampai saat ini, pemerintah kita terus menjaga agar daya beli masyarakat tidak tertekan. Apalagi, ekonomi nasional berupaya bangkit setelah didera pandemi Covid-19 dalam 2,5 tahun ini. Pemulihan ekonomi nasional sangat mungkin terganggu karena melonjaknya inflasi.
Keadaan ini membuat pemerintah berada dalam pilihan yang tidak mudah. Karena bukan tidak mungkin, upaya pemerintah untuk memulihkan ekonomi mendapat ganjalan yang tidak kecil, jika menekan anggaran subsidi energi dilakukan dengan cara menaikkan harga BBM, terutama Pertalite dan solar.
Presiden Joko Widodo (Jokowi) juga mengakui, inflasi nasional saat ini yang di angka 4,9 persen masih terkendali karena didukung subsidi yang digelontorkan pemerintah untuk BBM, seperti Pertalite, Pertamax, solar, LPG, dan listrik. Dalam sambutannya saat membuka Rapat Koordinasi Nasional Pengendalian Inflasi tahun 2022 di Istana Negara, Jakarta, Kamis (18/8), Jokowi mengatakan, anggaran APBN tidak bisa terus-menerus digunakan untuk memberikan subsidi yang begitu besar di atas Rp 500 triliun.
Sayangnya, pemerintah sepertinya hanya mempunyai satu cara untuk menekan laju membengkaknya subsidi energi di APBN, lewat menaikkan harga BBM. Sudah lebih dari empat bulan ketika potensi ancaman membengkaknya subsidi energi menjadi perhatian pemerintah, tapi sampai saat ini belum ada jalan keluar.
Sayangnya, pemerintah sepertinya hanya mempunyai satu cara untuk menekan laju membengkaknya subsidi energi di APBN, lewat menaikkan harga BBM.
Padahal, perang Rusia-Ukraina yang telah berlangsung hampir enam bulan telah mengerek harga minyak dunia di atas 100 dolar AS per barel. Jauh di atas harga yang dipatok pemerintah dalam APBN sebesar 63 dolar AS per barel sehingga membuat subsidi energi membengkak.
Pemerintah seharusnya memilih cara membatasi konsumsi energi bersubsidi untuk yang berhak sejak beberapa bulan terakhir. Cara membatasi subsidi Pertalite dan solar kepada yang berhak, jauh lebih elegan dalam mengurangi potensi kenaikan inflasi, dibandingkan pemerintah memilih cara mudah mengurangi tekanan anggaran di APBN dengan menaikkan harga BBM.
Tidak seperti saat ini, pemerintah berteriak-teriak bahwa APBN akan jebol karena membengkaknya subsidi energi, tapi sama sekali tidak mengambil keputusan apa-apa. Atau jangan-jangan, pemerintah memang enggan mengambil risiko kebijakan di bidang energi, sambil berharap kondisi global membaik.
Kalau pilihan terakhir yang diambil, bisa jadi harapan pemerintah masih jauh dari yang diinginkan. Sebab, meski terus mengalami penurunan, harga minyak masih berada di kisaran 90 dolar AS per barel dan di atas harga yang dipatok APBN.
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.
Sejarah Panjang Merah Putih
Dalam peperangan yang berakhir pada 1830 itu Pangeran Diponegoro kalah. Bendera Merah Putih pun tidak berkibar lagi.
SELENGKAPNYAPresiden: Jangan Ada Politik Identitas di 2024
Jokowi juga mengingatkan jangan ada lagi politisasi agama dan polarisasi sosial.
SELENGKAPNYAPemerintah Hitung Harga Baru Pertalite
Para menteri terkait masih menghitung berapa besaran angka kenaikan harga Pertalite.
SELENGKAPNYA