Seorang jamaah calon haji berdoa saat mengikuti prosesi puncak haji di Mekkah, Arab Saudi, Jumat (8/7/2022). Jutaan umat muslim berkumpul di Padang Arafah untuk mengikuti prosesi haji 1443 H/2022 M yang memasuki fase puncak pada Jumat (8/7). | ANTARA FOTO/Handout/Saudi Press Agency/pras/n

Tuntunan

Guyonan KH Hasyim Muzadi dan Zuhud Al-Ghazali

Ada penjelasan Imam al-Ghazali yang mirip penjelasan KH Hasyim Muzadi. Semuat tanda kekacauan zaman sudah terjadi.

 

OLEH ERDY NASRUL

Dalam perayaan 90 tahun Pondok Modern Darussalam Gontor pada 2016, ulama Nahdlatul Ulama KH Hasyim Muzadi (1944-2017) bercerita, pada masa muda, dia sering menemukan orang berdebat, apakah shalat subuh harus disertai doa qunut atau tidak.

Yang setuju akan mengutarakan argumentasinya, begitu juga sebaliknya. “Kalau sekarang ini tak ada lagi yang memperdebatkan hal itu karena sudah tak ada yang shalat subuh,” kata Kiai Hasyim disambut gelak tawa ribuan alumnus pesantren yang didirikan Kiai Ahmad Sahal (1905-1977), Kiai Zainudin Fanani (1908-1967), dan Kiai Imam Zarkasyi (1910-1985).

Sekilas omongan itu hanyalah guyon, tapi ternyata tidak. Ada penjelasan Imam al-Ghazali (1058-1111) yang mirip penjelasan al-maghfur lahu. Dalam Minhaajul ‘Aabidin, sang Hujjatul Islam menyitir hadis masyhur dari Abdullah bin Amar bin Ash.

Suatu ketika para sahabat mengelilingi Rasulullah SAW. Tiba-tiba disebutkan ada fitnah mendekati mereka. Rasulullah kemudian menjelaskan, zaman fitnah itu adalah suatu masa ketika manusia merusak janji yang dibuatnya, mengabaikan amanah yang diembannya. “Dan mereka saling begini (Rasulullah menyilangkan jemari, menggambarkan orang-orang saling bertikai).”

Abdullah bertanya, “Apa yang harus aku perbuat?” Rasulullah menjawab, “Tetaplah tinggal di rumah. Jagalah lidahmu. Ambillah apa yang engkau ketahui dan tinggalkan apa yang tidak kamu ketahui. Lalu, hendaklah kamu memperhatikan urusan pribadi dan tinggalkan urusan masyarakat luas” (HR Abu Daud).

Dalam riwayat lain disebutkan, Nabi Muhammad menunjukkan itu sebagai zaman kekacauan, zaman ketika seseorang tidak lagi merasa aman dari temannya sendiri (HR al-Hakim).

 
Nabi Muhammad menunjukkan itu sebagai zaman kekacauan, zaman ketika seseorang tidak lagi merasa aman dari temannya sendiri.
 
 

Dalam riwayat Imam Ahmad, Rasulullah menjelaskan, pada masa itu, shalat telah ditinggalkan. Ini mengandung beberapa arti. Pertama, tak ada sama sekali orang yang mengerjakan shalat.

Kedua, orang mengerjakan shalat, tapi tidak memenuhi syarat dan rukun shalat, alias shalat asal-asalan. Berikutnya adalah suap terjadi di mana-mana dan agama “dijual” dengan harga murah.

Jika kita melihat keadaan kita sekarang maka sesungguhnya semua tanda kekacauan zaman itu sudah terjadi. Lalu, apa yang harus kita lakukan? Seperti yang diperintahkan Rasulullah di atas, kita tinggal di rumah. Maksudnya adalah zuhud dan berkhalwatlah. Tinggalkan segala hiruk pikuk keduniaan. Fokuskan diri beribadah kepada Allah.

Ketika menghadapi situasi penuh kekacauan, Nabi Muhammad pergi meninggalkan dunia, berkhalwat di Gua Hira. Di sanalah dia mendapatkan inspirasi dari Allah berupa perintah membaca dengan nama Allah (iqra’ bismi rabbikal ladzi khalaq ... (al-‘Alaq: 1-5).

Beberapa waktu melaksanakan khalwat, Rasulullah keluar dari gua seperti kupu-kupu yang indah mengepakkan sayap keluar dari kepompong. Dia semakin mantap mendakwahkan narasi keislaman kepada masyarakat luas hingga agama tauhid tersebut dianut miliaran orang sekarang.

Keturunan Rasulullah bernama Abu Bakar bin Muhammad Assegaf (1869-1957) adalah keturunan Rasulullah yang mengikuti sunah datuknya. Pada saat berumur 20 tahun, selesai mencari ilmu di tanah rantau Hadhramaut, dia kembali ke Gresik.

 
Suatu ketika dia mendapatkan “undangan” berkhalwat. Abu Bakar memenuhi undangan itu.
 
 

Di sana dia menyebarluaskan ilmunya. Suatu ketika dia mendapatkan “undangan” berkhalwat. Abu Bakar memenuhi undangan itu. Dia memasuki kamar rumahnya dan memfokuskan diri beribadah, bukan sehari atau sebulan atau setahun, tapi 15 tahun. Waktu yang sungguh lama.

Apakah keluarganya khawatir? Tentu saja. Tapi, mereka memahami pentingnya khalwat sehingga mendukung pria yang menjadi wali quthub di zamannya itu menjalani legasi Rasulullah SAW.

Untuk menyelesaikan masa khalwat itu tak mudah. Guru Habib Abu Bakar, Habib Muhammad bin Idrus al-Habsyi, bertirakat selama tiga hari. Setelah itu menjemput dan mengeluarkan Habib Abu Bakar dari ruang khalwat.

Setelah itu, dia diajak bersilaturahim mengunjungi ulama dan menghadiri majelis ilmu. Para guru begitu bangga dan senang menunjukkan Abu Bakar kepada para jamaah, seperti halnya mereka senang melihat kupu-kupu bersayap indah keluar dari bungkusan kepompong sutra.

Setelah itu, Habib Abu Bakar menghidupkan majelis ilmu di Gresik, Surabaya, Pasuruan, dan beberapa tempat lainnya. Dia mengajarkan dan mengkhatamkan Ihya Ulumiddin hingga 40 kali. Dia menjadi inspirasi keislaman di tengah api semangat kemerdekaan dan konflik kebangsaan.

Namanya tetap harum dan diingat melalui haul meski sudah 65 tahun lalu dia wafat. Ramai orang mendoakannya dan meneladan istiqamahnya. Dengan begitu, selalu ada orang yang bersungguh-sungguh beribadah dan berzikir agar ada sekelompok, bahkan ramai, orang membendung kedatangan zaman penuh kekacauan, yaitu masa ada banyak orang tak lagi shalat seperti yang diutarakan Rasulullah SAW dan KH Hasyim Muzadi di atas.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat

Harta Warisan Jadi Racun, Apa Maksudnya?

Menyegerakan pembagian harta waris lebih baik.

SELENGKAPNYA

Usamah, Panglima Perang Termuda Sepanjang Sejarah

Usamah merupakan panglima Islam termuda sekaligus panglima terakhir yang ditunjuk langsung oleh Rasulullah.

SELENGKAPNYA

The Beatles dan Razia Rambut Gondrong

Presiden pertama RI paling benci musik ngak-ngik-ngok yang dianggap bertentangan dengan budaya Indonesia.

SELENGKAPNYA