Tajuk
Lindungi Anak Kita
Peristiwa tragis ini sudah seharusnya menghentak kesadaran kita.
Seorang anak berusia 11 tahun di Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat, meninggal dunia akibat depresi setelah dirundung teman-temannya. Kabar kematian anak di Priangan Timur itu sungguh sangat memilukan. Betapa tidak. Bocah yang malang itu mengalami perundungan yang sangat tak manusiawi dari teman-teman sebayanya.
Berdasarkan informasi dari Komisi Perlidungan Anak Indonesia Daerah (KPAID) Kabupaten Tasikmalaya, korban diduga depresi setelah dipaksa teman-temannya menyetubuhi kucing. Tak cuma itu, para pelaku juga memvideokan dan menyebarkannya melalui media sosial. Tak tahan menanggung malu, bocah malang itu tak mau makan dan minum hingga akhirnya meninggal dunia di rumah sakit, Ahad (17/7) malam.
Peristiwa tragis ini sudah seharusnya menghentak kesadaran kita, baik pemerintah maupun masyarakat bahwa anak-anak kita berada dalam situasi yang tak baik-baik saja. Kok bisa, anak-anak melakukan perundungan terhadap temannya sekeji itu? Kasus yang terjadi di Tasikmalaya boleh jadi hanyalah fenomena gunung es. Karena itu, perlu ada langkah serius dan nyata dari semua elemen bangsa untuk menyelesaikan masalahan yang mengancam anak-anak kita.
Peristiwa tragis ini sudah seharusnya menghentak kesadaran kita.
Hadirnya media sosial dalam kehidupan anak-anak perlu mendapat perhatian para pemangku kepentingan dan orang tua. Patut diduga, salah satu faktor yang memicu anak-anak merundung korban untuk menyetubuhi kucing dilandasi motif demi konten. Ya, demi membuat konten untuk media sosial. Buktinya para pelaku sengaja memvideo dan menyebarkannya aksi perundungannya itu ke media sosial.
Kosongnya aturan terkait pemanfaatan serta tayangan yang boleh tampil di media sosial, khususnya untuk anak-anak, telah melahirkan efek negatif. Saat ini, anak-anak dengan bebas bisa menonton tayangan apa saja yang viral di media sosial. Padahal, boleh jadi konten di media sosial itu lebih banyak didominasi tayangan-tayangan sampah.
Aksi anak-anak mencegat truk besar yang melaju kencang di jalan raya, misalnya, adalah bukti bahwa sebagian anak telah terpapar dampak buruk media sosial. Demi konten, sudah banyak anak yang tewas terlindas truk di jalan raya. Meniru orang dewasa, tak sedikit anak membuat konten yang bisa mengancam keselamatan jiwa mereka.
Kehadiran media sosial juga patut diduga pula telah membuat aksi tawuran antarpelajar kian menjadi-jadi.
Kehadiran media sosial juga patut diduga pula telah membuat aksi tawuran antarpelajar kian menjadi-jadi. Dan, setiap hari ada saja pelajar yang tewas akibat tawuran. Bermula saling ejek di media sosial, anak-anak pun tawuran di jalan. Pelajar yang seharusnya belajar di sekolah, malah tawuran membawa senjata tajam yang bentuknya sangat mengerikan. Aksi tawuran itu kemudian disebarkan di media sosial.
Persoalan ini harus segera dipecahkan segera. Kita tak boleh menganggap fenomena yang terjadi saat ini sebagai hal yang biasa. Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlidungan Anak, Kementerian Komunikasi dan Informasi DPR, akademisi, serta para pegiat hak-hak anak perlu duduk bersama untuk mencari solusi. Jangan hanya bergerak saat muncul peristiwa yang viral saja.
Hari ini, media sosial telah menjadi guru pertama bagi anak-anak kita. Padahal, tayangan dan konten yang disajikan di media sosial itu beredar tanpa ada sensor dan pengawasan dari lembaga pemerintah. Saat ini, semua orang bisa membuat konten apapun dan menayangkannya. Demi menjadi viral sangat banyak tayangan tak bermutu bahkan sampah yang kemudian ditonton anak-anak.
Aksi perundungan anak yang berujung kematian juga harus menjadi perhatian serius para orang tua.
Pengaruh tayangan yang hadir melalui media sosial sangat luar biasa pada anak-anak. Ruang kosong aturan soal ini harus segera diisi. Jika tidak, anak-anak akan menjadi korbannya. Tak dipungkiri banyak juga tayangan yang bermanfaat bagi anak-anak. Karena itulah, aturan diperlukan untuk mencegah masuknya tayangan yang dapat merusak mental anak-anak kita di media sosial.
Aksi perundungan anak yang berujung kematian juga harus menjadi perhatian serius para orang tua. Kurangnya perhatian dan kasih sayang orang tua boleh jadi menjadi penyebab anak-anak menjadi pelaku perundungan atau korban. Para orang tua juga harus mulai peduli dengan memantau tayangan yang ditonton anak-anaknya di media sosial. Jangan biarkan anak-anak kita mengonsumsi tayangan yang tak sesuai umur mereka.
Anak adalah amanah yang harus dijaga, dirawat, dan didik dengan baik. Negara, masyarakat dan para orang tua memiliki kewajiban untuk menjaga dan melindungi anak-anak bangsa.
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.
Tiba di Madinah, Jamaah Diimbau Taat Prokes
Belum ada wacana tes acak Covid-19 bagi jamaah Indonesia di Tanah Suci.
SELENGKAPNYADirundung Hingga Depresi, Anak SD Meninggal Dunia
Penyebab kematian berdasarkan hasil diagnosis akhir adalah komplikasi dari tipoid yang menyerang otak.
SELENGKAPNYA