
Jurnal Haji
Ibadah Lebih Energik Bersama Jamaah Milenial
Jumlah jamaah haji berusia muda masih menjadi minoritas pada musim haji kali ini.
OLEH A SYALABY ICHSAN
Seorang pemuda berkacamata asyik menyeruput kopi di Hotel Manazul Hour 2, Makkah, Kamis (15/7). Didin Samsudin, pemuda itu, menemani jamaah lainnya untuk sekadar menunggu waktu azan Ashar.
Selepas Ashar, warga Rengasdengklok, Karawang, Jawa Barat ini ditugaskan belanja makanan di toko sekitar hotel untuk keperluan syukuran jamaah asal kloter Jakarta-Bekasi (JKS-14). “Di sini memang suka bantu-bantu karena mungkin lihat saya masih muda,” ucap Didin.
Selain kerap membantu keperluan logistik, ayah satu anak ini kerap menolong jamaah lain yang lebih tua untuk mengoperasikan telepon selulernya. Menurut Didin, banyak jamaah yang punya handphone bagus, tetapi sulit menggunakannya meski sekadar mengangkat telepon. Selain itu, Didin membantu mereka agar bisa menghubungi keluarga di Tanah Air lewat jejaring roaming internasional.
Tenaga dan pikiran Didin memang dibutuhkan jamaah lain mengingat usianya yang masih 25 tahun. Didin mengaku sudah didaftarkan haji oleh orang tuanya pada usia 15 tahun.
Syahdan, ayahnya yang seorang petani baru saja pulang umrah dari Tanah Suci. Didin yang masih berseragam putih biru pun meminta untuk diberangkatkan umrah. “Pengen ikut umrah awalnya. Kata bapak mending tahun depan sekalian didaftarkan haji,” kata Didin.
Tenaga dan pikiran Didin memang dibutuhkan jamaah lain mengingat usianya yang masih 25 tahun.
Jadilah Didin didaftarkan bersama lima saudaranya untuk berangkat haji. Didin merasa beruntung karena bisa berhaji saat tubuhnya masih sehat dan segar.
Selain Didin, Fadla Nurazizah menjadi jamaah lain yang berangkat pada usia muda. Di kloternya, Fadla menjadi jamaah termuda yang berangkat ke Tanah Suci.
Fadla yang baru saja berusia 19 tahun sudah mendaftar haji saat duduk di bangku sekolah dasar (SD). “Kalau enggak salah dulu didaftarin sama orang tua saat kelas 5 SD,” ujar dia.
Santri Pesantren Raudhatul Quran, Karawang, Jawa Barat, ini berangkat bersama delapan orang lainnya yang terbilang masih keluarga. Tiga di antaranya merupakan saudara kandung Fadla.
Ayahnya yang merupakan pengusaha material di Karawang ingin agar anak-anaknya bisa berhaji pada usia muda. “Tapi ayah enggak ikut karena sudah berhaji,” kata dia.
Fadla mengungkapkan pengalamannya saat menjalankan ibadah di Arafah-Muzdalifah-Mina (Armuzna). Menurut dia, ada beberapa di antara jamaah yang sudah lanjut usia (lansia) kesulitan untuk beribadah mengingat kondisi fisiknya.
Mereka pun kesulitan untuk berjalan kaki pulang pergi sejauh enam kilometer dari Mina ke Jamarat. Karena itu, dia merasa beruntung bisa berhaji pada usia belasan tahun.
Di kloternya, Fadla menjadi jamaah termuda yang berangkat ke Tanah Suci.
Jumlah haji berusia muda memang masih menjadi minoritas pada musim haji kali ini. Berdasarkan data dari Sistem Komputerisasi Haji Terpadu (Siskohat), ada 3,8 persen jamaah yang berusia di bawah 35 tahun. Persentase jumlah jamaah yang berangkat haji terbesar ada pada usia 56-60 tahun yakni 21,4 persen. Berada di urutan berikutnya, jamaah berusia 61-64 tahun dengan angka 19 persen.
Berhaji pada usia muda kerap digaungkan Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH). Selain karena Muslim yang mendaftar haji sudah mencapai 5,1 juta orang, masa tunggu berhaji kini sudah mencapai rata-rata 21 tahun. Hasil riset BPKH, sebanyak 75 persen masyarakat baru mendaftar haji pada usia di atas 40 tahun. Karena itu, mereka baru berangkat haji pada usia 60 tahun.
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.