Sejumlah murid belajar menggunakan perangkat laptop di SDN 01 Malasari, Nanggung, Bogor, Jawa Barat, Sabtu (9/4/2022). Direktorat Sekolah Dasar (SD) Kemendikbudristek mengatakan perlu edukasi terkait Pemanfaatan Teknologi, Informasi dan Komunikasi (TIK) d | ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja

Nasional

Implementasi Kurikulum Baru Dinilai Masih Perlu Kajian

Anggota DPR juga meminta Kurikulum Merdeka Belajar tidak dipaksa untuk diterapkan.

JAKARTA -- Komisi X DPR menilai implementasi Kurikulum Merdeka Belajar masih memerlukan kajian akademis dan evaluasi komprehensif. Kajian tersebut melingkupi pertimbangan kondisi sosiologis dan kemampuan pendidik serta tenaga kependidikan. Hal tersebut sudah menjadi rekomendasi salah satu panitia kerja (Panja) yang dibentuk oleh Komisi X DPR.

"Hasil rekomendasi Panja yang telah dilaksanakan Komisi X DPR RI sebelumnya, sebagian besar memberikan penegasan terkait lemahnya landasan hukum kebijakan pendidikan yang dikeluarkan oleh Kemendikbudristek," ujar Wakil Ketua Komisi X DPR, Abdul Fikri Faqih, Kamis (7/7).

Fikri menjelaskan, lemahnya landasan hukum kebijakan pendidikan tersebut terlihat baik dari sisi tidak adanya kajian akademik atau naskah akademik. Selain itu Komisi X DPR RI juga menemukan lemahnya dasar filosofis yuridis maupun sosiologis dan ketidaksesuaian dengan peraturan pendidikan yang lainnya.

Fikri mengatakan, perubahan satu kebijakan, dalam hal ini kurikulum baru, membutuhkan evaluasi menyeluruh terhadap implementasi kurikulum sebelumnya. Perubahan kurikulum tersebut tidak hanya berdampak pada proses pembelajaran di kelas saja, tapi juga aspek lainnya.

"Perubahan kurikulum tidak hanya berdampak pada proses pembelajaran di kelas saja, namun juga bagaimana mempersiapkan guru, menyediakan panduan buku-buku referensi, sosialisasi terhadap tindakan guru dari orang tua wali murid, dan ketersediaan sarana prasarana pendukung," lanjut dia.

Anggota Komisi X lainnya, Ferdiansyah, mendesak Kemendikbudristek untuk tidak memaksakan implementasi Kurikulum Merdeka pada tahun ajaran 2024/2025. Dia menilai, apabila kurikulum tersebut dipaksakan, hal itu akan berdampak pada pendidikan Indonesia yang akan amburadul karena ketidaksiapan sekolah dari berbagai sisi.

"Kami memohon dengan hormat, juga teman-teman Komisi X, jangan paksakan (pelaksanaan) Kurikulum Merdeka," ujar Ferdiansyah.

Politikus Partai Golkar itu menilai, jika melihat dalam proses dan kesiapan untuk mengimplementasikan Kurikulum Merdeka Belajar, termasuk pengalaman sebelumnya, hal tersebut tidak akan berjalan dengan lancar. Menurut dia, hal tersebut bisa dicek sendiri oleh para anggota Komisi X DPR ketika pulang ke daerah pemilihan (dapil) masing-masing dan minimal mengunjungi 40 sekolah.

"(Bisa) kita cek, silakan Anggota Komisi X DPR pulang ke dapil masing-masing, minimal mengunjungi 40 sekolah. Cek satu persatu gurunya sarana dan prasarana dan sebagainya," ujar legislator dapil Jawa Barat XI tersebut.

photo
Sejumlah murid SD Negeri 2 Lasolo Kepulauan duduk menanti tenaga pengajar di Kecamatan Lasolo Kepulauan, Kabupaten Konawe Utara, Sulawesi Tenggara, Senin (14/3/2022). Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan terus melanjutkan program Merdeka Belajar untuk memastikan anak-anak bersekolah dan mendapatkan pendidikan berkualitas, keadilan sosial serta pemerataan dalam mendapatkan akses pendidikan berkualitas. - (ANTARA FOTO/Jojon)

Ferdiansyah juga meminta kebijakan kurikulum tersebut agar dikaji ulang. Dia mewanti-wanti agar jangan sampai di masa yang akan datang kebijakan tersebut menimbulkan permasalahan baru.

Kepala Badan Standar Kurikulum dan Asesmen Pendidikan Kemendikbudristek, Anindito Aditomo, setuju pengimplementasian Kurikulum Merdeka tidak boleh dilakukan dengan tergesa-gesa dan tidak boleh dipaksakan. Menurut dia, kurikulum hanyalah suatu cara untuk mencapai tujuan perbaikan pembelajaran dan kualitas pendidikan.

"Yang penting kualitas implementasinya. Dan kami sepakat, implementasi itu tidak boleh dilakukan dengan tergesa-gesa, tidak boleh dipaksakan juga," kata pria yang kerap disapa Nino itu dalam rapat tersebut.

Dia menerangkan, perubahan kurikulum jangan sampai dianggap sebagai tujuan, melainkan hanya sebuah cara. Perubahan kurikulum, kata dia, adalah kendaraan untuk ikut mendorong tercapainya tujuan semua pihak, yaitu perbaikan pembelajaran dan kualitas pendidikan.

Karena itu, Nino mengatakan, hal yang penting untuk dijaga bukan hanya sekadar jumlah sekolah yang sudah berganti kurikulum. "Yang perlu dijaga adalah kualitas implementasi dari kurikulum tersebut. Karena dengan kualitas implementasi itulah kita bisa mencapai tujuannya. Kami membaca masukan dan catatan-catatan tadi dalam perspektif tersebut," kata dia.

Diterapkan semua sekolah

Sementara itu, Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta, akan menerapkan Implementasi Kurikulum Merdeka (IKM) secara mandiri di semua sekolah negeri mulai TK hingga sekolah menengah pertama pada tahun ajaran baru 2022/2023. Kepala Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga Bantul Isdarmoko mengatakan, sesuai kalender akademik yang dikeluarkan Kementerian Pendidikan, bahwa pada Senin 11 Juli 2022 adalah merupakan awal tahun pelajaran baru 2022/2023 serentak secara nasional.

"Dan kami sepakat besok diluncurkan secara serentak bahwa semua sekolah di Bantul dari jenjang TK, kemudian SD, SMP khususnya yang negeri untuk melaksanakan IKM secara mandiri, untuk pilihan jalur kategori merdeka berubah," kata Isdarmoko.

Menurut dia, IKM kategori merdeka berubah itu jadi pilihan yang kedua, karena yang pertama merdeka belajar, kemudian pilihan yang ketiga adalah kurikulum merdeka berbagi. "Untuk persiapan guru guru, sudah dimulai. Kami sampaikan bahwa sekolah semua harus mempersiapkan langkah-langkah tentang implementasi kurikulum merdeka itu, terutama kaitannya dengan pengisian di aplikasi," kata dia.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat