Nasional
Kemenkes Fasilitasi Aturan Ganja untuk Medis
Posisi ganja yang masuk kategori narkotika golongan I dalam UU tersebut tak perlu diubah untuk keperluan riset.
JAKARTA -- Wakil Menteri Kesehatan Dante Saksono Harbuwono mengatakan, pihaknya akan segera membuat regulasi yang memperbolehkan riset tanaman ganja untuk pengobatan. Dia menegaskan, pembuatan regulasi itu tak perlu didahului dengan revisi Undang-Undang Nomor 35/2009 tentang Narkotika.
Dante menjelaskan, posisi ganja yang masuk kategori narkotika golongan I dalam UU tersebut tak perlu diubah untuk keperluan riset. "UU Narkotika tidak perlu diubah untuk keperluan riset ganja medis ini," kata Dante kepada wartawan di Jakarta, Senin (4/7).
Untuk diketahui, Pasal 8 UU Narkotika melarang narkotika golongan I digunakan untuk pelayanan kesehatan. Haya saja, narkotika golongan ini boleh digunakan dalam jumlah terbatas untuk kepentingan pengembangan ilmu pengetahuan, teknologi, reagensia diagnostik, reagensia laboratorium.
Agar narkotika golongan I dapat digunakan untuk keperluan riset, maka harus "mendapatkan persetujuan Menteri atas rekomendasi Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan". Karena tak perlu mengubah UU Narkotika, Dante memastikan pihaknya akan segera membuat regulasi izin penelitian ganja. "Dalam waktu dekat akan kita bahas regulasinya," kata dia.
Sebelumnya, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menegaskan bahwa pihaknya akan mengizinkan penelitian medis terkait khasiat tumbuhan ganja. Tapi, masyarakat tetap tak diperbolehkan mengonsumsinya untuk kebutuhan rekreasi.
"Kalau selama ganja dipakai untuk penelitian medis, itu kita izinkan. Tapi bukan untuk dikonsumsi," ujar Budi, Ahad (3/7) lalu.
Anggota Komisi III DPR RI Taufik Basari meminta semua pihak tidak boleh berpandangan konservatif merumuskan kebijakan narkotika. Sehingga jika ada penelitian bahwa tanaman ganja dapat untuk pengobatan maka harus berpikiran terbuka guna merumuskan perubahan kebijakan.
"Selama ini ketika ada yang mengangkat isu tentang ganja untuk kebutuhan medis seringkali langsung mendapatkan stigma dan diberikan berbagai macam tuduhan," kata Taufik, Senin.
Dia menjelaskan, dalam diskursus mengenai ganja untuk kebutuhan medis, masyarakat perlu mengetahui bahwa secara hukum dan berdasarkan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika sebenarnya narkotika merupakan obat. Namun, menurut dia, karena terdapat efek samping jika tidak digunakan dengan standar pengobatan yang tepat, maka dari itu diatur golongan-golongan narkotika.
Dia menjelaskan berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) yang menjadi lampiran UU, sejak dahulu hingga yang terakhir tahun 2021, ganja dan seluruh produk turunannya ditempatkan sebagai narkotika golongan 1 yang hanya dapat digunakan untuk riset dan tidak dapat digunakan untuk terapi kesehatan.
"Akibatnya, pasien seperti anak dari Ibu Santi yang menderita cerebral palsy tidak dapat menggunakan ganja untuk pengobatan, bahkan dalam kasus Fidelis Arie yang memberikan ganja untuk pengobatan istrinya harus berakhir pada proses hukum," ujar dia.
Taufik menilai peristiwa yang dialami Santi dan Dwi Pertiwi yang memperjuangkan pengobatan anaknya serta Fidelis yang membantu pengobatan istrinya hingga harus berhadapan dengan hukum merupakan masalah kemanusiaan yang harus dicarikan jalan keluarnya.
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.
Keberlanjutan Investasi BPKH
Apabila BPKH melakukan investasi berisiko tinggi berbahaya bagi keberlanjutan BPKH.
SELENGKAPNYAProtokol Idul Adha Saat Wabah PMK
Harus ada karantina ternak untuk lalu lintas ternak antarpulau dan zona merah.
SELENGKAPNYA