Resonansi
Harapan Setelah Lebaran
Saat silaturahim Lebaran, keluarga besar berkumpul, duduk berdekatan, makan minum satu meja.
Oleh ASMA NADIA
OLEH ASMA NADIA
Salah satu yang mengusik rasa penasaran saya selama libur Idul Fitri lalu, ketika berduyun-duyun masyarakat mudik, bagaimanakah situasi di kampung halaman mereka setelah beberapa tahun tidak bisa pulang selama pandemi?
“Bebas merdeka, Bunda!” sahut seorang pembaca saat saya membuat survey singkat di fanpage Asma Nadia.
“Di kampung saya bebas, bahkan di tempat umum sudah tidak pakai masker.”
“Sebagian masih, tapi tidak menjaga jarak lagi, Bun!”
“Kemarin di kampung, mertua gelar pernikahan anaknya, tamu undangan juga tidak pada pakai masker.”
“Sembilan puluh sembilan persen sudah tidak pakai masker lagi. Saya dan suami termasuk yang satu persen masih menjaga, juga menjauhi keramaian, karena tinggal bersama orang tua yang sudah sepuh.”
Sejauh ini alhamdulillah ini tidak ada berita pelonjakan kasus covid pasca lebaran, di media.
Sementara mbak di rumah yang baru kembali dari pulang kampung, turut membenarkan.
“Hampir semua tidak pakai masker lagi, Bun, seperti sudah tidak ada Covid.”
Saya mengaminkan dalam hati, sebentuk ungkapan yang barangkali mewakili harapan dan doa.
ART kami lalu menceritakan betapa kehidupan sudah berjalan normal -- bukan sebagaimana konsep new normal yang tetap memakai masker, menjaga jarak, dan rajin mencuci tangan—melainkan persis sebelum wabah melanda.
Saat silaturahim lebaran, keluarga besar berkumpul, duduk berdekatan, makan minum satu meja, dan tentu sebelumnya saling bersalaman. Mencium tangan, juga pipi kiri dan kanan yang sebelumnya ditinggalkan kini kembali dilakukan.
Sejauh ini alhamdulillah ini tidak ada berita pelonjakan kasus covid pasca lebaran, di media. Tentu semua berharap memang demikianlah realitanya- bukan karena ditutupi- bahwa negeri ini sudah mendekati keadaan endemik atau bahkan normal.
Tidak berlebihan jika banyak pihak sebelumnya sangat khawatir dengan agenda pulang kampung tahun ini.
Tidak berlebihan jika banyak pihak sebelumnya sangat khawatir dengan agenda pulang kampung tahun ini. Dalam keadaan normal saja, sebelum pandemi, mudik bisa merenggut ratusan hingga lebih dari seribu nyawa akibat macet, kelelahan, dan perjalanan panjang. Tantangan kemarin pasti lebih berat setelah rindu tertahan selama dua tahun pandemi.
Tapi benarkah pandemi sudah mendekati titik akhir atau gambaran setelah lebaran karena kita berangsur terbiasa - sebagaimana sebagian besar negara-negara di Eropa atau Amerika?
Seorang kenalan, ibu rumah tangga di Spanyol bercerita bahwa covid sudah dianggap seperti flu biasa, sehingga masyarakat tidak lagi kaget atau takut bila mendengar tetangga atau kenalan terkena covid. Keprihatinan panjang dan tantangan yang saat ini lebih terasa bagi mereka justru terkait dampak akibat serangan Rusia ke Ukraina.
Situasi di Cina, berbeda. Negeri Tirai Bambu masih menerapkan kebijakan zero Covid-19. Begitu mendeteksi ada kasus, isolasi area langsung dilakukan agar penyebaran mencapai angka nol, sebagaimana yang terjadi di Shanghai akhir-akhir ini. Bahkan pemerintah tidak segan memberikan ancaman hukuman bagi masyarakat yang melanggar aturan yang ditetapkan. Sampai saat ini hal tersebut masih diberlakukan walau WHO berkeberatan atas kebijakan pembatasan yang dianggap berlebihan.
Situasi di Cina, berbeda. Negeri Tirai Bambu masih menerapkan kebijakan zero Covid-19.
Korea Utara lain lagi. Mereka sempat mengklaim bebas covid atau nol kasus selama dua tahun belakangan ini. Dengan alasan itu mereka menolak program vaksin WHO. Hanya saja, penampilan presiden dan pejabat negara di depan publik yang mengenakan masker, menimbulkan pertanyaan tersendiri.
Terlepas dari fenomena dan kebijakan negara lain, tidak adanya pelonjakan kasus pasca mudik, merupakan kabar baik yang harus disyukuri. Angin segarnya membuat peluang lebih besar bagi pelaksanaan kegiatan belajar mengajar secara tatap muka.
Para orang tua barangkali sudah membuat persiapan khusus terkait mengirim anak-anak kembali ke sekolah, terutama bagi mereka yang memiliki anak Taman Kanak-Kanak atau Sekolah Dasar.
Beberapa hal yang tidak idea selama belajar di rumah, mungkin harus ditertibkan. Salah satunya soal jadwal tidur ananda. Di masa covid anak-anak bisa bangun tepat mendekati saat kelas daring dimulai. Mereka bisa sekolah sambal makan atau dengan mata terpejam.
Tidak kalah penting untuk membekali ananda dengan pemahaman pandemi, juga membangun kesadaran untuk tetap prokes.
Namun kini anak-anak harus membiasakan bangun setidaknya satu jam sebelum ke sekolah, untuk persiapan dan perjalanan. Meski kendala ini bukan masalah pada keluarga yang sudah membiasakan anak bangun pagi untuk shalat subuh. Dengan atau tanpa sekolah temu muka, ananda telah terbiasa bangun awal.
Kedua, meski situasi membaik namun pandemi tetap bisa berakibat fatal apalagi belum semua anak mendapatkan imunisasi karena satu dua hal, maka lengkapi anak dengan masker dan hand sanitizer. Termasuk masker cadangan. Idealnya setiap masker harus diganti setelah empat jam. Jumlah ekstra sebab bisa saja masker terjatuh, terinjak dan lain-lain ketika ananda bermain atau berinteraksi dengan teman
Tidak kalah penting untuk membekali ananda dengan pemahaman pandemi, juga membangun kesadaran untuk tetap prokes. Dengan begitu mereka turut menjaga orang tua di rumah. Kenakan masker, lalu tanamkan pentingnya menjaga jarak, terutama saat makan, karena pasti harus membuka masker. Sediakan pula alat makan pribadi yang dibawa dari rumah agar tidak menggunakan milik atau berbagi dengan orang lain. Khususnya sebab kini ancaman virus hepatitis akut yang mematikan, sedang mengincar anak dan remaja kita.
Semoga berbagai pihak siap, orang tua, siswa juga pihak sekolah, hingga insya allah setelah lebaran, hanya kabar-kabar baik yang akan menyapa kita.
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.
Pilpres Prancis, Islamofobia, dan Presidential Threshold
Presidential threshold dalam pemilu Prancis ringan belaka, cukup dapat dukungan tanda tangan 500 pejabat yang dipilih.
SELENGKAPNYAKematian Diduga Hepatitis Akut Bertambah
Kemenkes masih melakukan investigasi terkait penyebab penyakit hepatitis akut misterius.
SELENGKAPNYATransformasi Digital Madrasah
Transformasi digital madrasah dengan mengintegrasikan cyber pedagogy dan cyber technology.
SELENGKAPNYA