Kabar Utama
'Hidup Kami Hancur Hanya dalam Sehari'
Nasionalis Hindu garis keras telah lama mendukung sikap anti-Muslim dan mengajarkan kekerasan.
OLEH RIZKY JARAMAYA
Kekerasan terhadap Muslim di India semakin meningkat. Massa Hindu nasionalis menyanyikan lagu-lagu provokatif yang menyerukan untuk menyerang umat Islam.
Akibatnya, lingkungan Muslim berubah menjadi zona perang, dengan trotoar yang dipenuhi pecahan kaca, kendaraan hangus, dan masjid yang terbakar. Pada 10 April 2022, sebuah festival Hindu yang menandai ulang tahun kelahiran Lord Ram berubah menjadi kekerasan di Kota Khargone, negara bagian Madhya Pradesh.
Kekerasan muncul setelah gerombolan Hindu nasionalis mengacungkan pedang dan tongkat melewati lingkungan Muslim dan masjid. Video menunjukkan ratusan massa Hindu menari dan bersorak, sambil mengumandangkan lagu-lagu dari pengeras suara.
Lagu-lagu itu mencakup seruan kekerasan terhadap Muslim. Tak lama kemudian, kelompok Hindu dan Muslim mulai saling melempar batu. Kekerasan menyebabkan toko dan rumah umat Muslim dijarah serta dibakar.
Sementara, masjid-masjid juga dirusak dan dibakar. Puluhan keluarga Muslim langsung mengungsi setelah insiden tersebut. "Hidup kami hancur hanya dalam satu hari,” kata seorang pengurus masjid, Hidayatullah Mansuri, seperti dikutip pada Jumat (22/4).
Ini adalah tindakan yang terbaru dari serangkaian serangan terhadap Muslim di India. Nasionalis Hindu garis keras telah lama mendukung sikap anti-Muslim dan mengajarkan kekerasan terhadap mereka.
Hindu nasionalis yang menyanyikan lagu-lagu provokatif tersebut adalah bagian dari kelompok dikenal sebagai "pop safron". Warna safron identik dengan agama Hindu dan disukai oleh kelompok Hindu nasionalis.
Sebagian besar lagu secara terbuka menyerukan pembunuhan terhadap Muslim dan mereka yang tidak mendukung “Hindutva,” yaitu sebuah gerakan nasionalis Hindu yang berusaha mengubah India dari sekuler menjadi negara Hindu. Lagu-lagu ini adalah contoh paling jelas dari meningkatnya sentimen anti-Muslim di seluruh negeri.
Muslim India khawatir, lagu kebencian itu menjadi alat bagi nasionalis Hindu untuk menargetkan mereka. “Lagu-lagu ini secara terbuka menyerukan pembunuhan terhadap kami, dan tidak ada yang menghentikannya,” kata Mansuri.
Woman weeps & begs before the authorities as a JCB demolishes part of her house/shop in Delhi's #Jahangirpuri. Citing 'illegal construction', MCD demolished several structures days after communal clases on 16 April. The SC has ordered to maintain status quo TheQuint QuintHindi pic.twitter.com/wfWLatwacx — Eshwar (hey_eshwar) April 20, 2022
Perwira senior polisi Anugraha P mengatakan, kekerasan di Khargone menyebabkan seorang Muslim tewas dan jasadnya ditemukan tujuh hari kemudian. Anugraha mengatakan, polisi menangkap beberapa orang yang terlibat kerusuhan. Tetapi dia tidak merinci apakah orang yang ditangkap telah menyanyikan lagu-lagu provokatif yang memicu kekerasan.
Sejarah India diwarnai dengan kekerasan komunal berdarah sejak pemisahan Inggris dari anak benua India pada 1947. Namun, polarisasi agama telah meningkat secara signifikan di bawah pemerintahan nasionalis Hindu, Perdana Menteri Narendra Modi. Minoritas Muslim sering menjadi sasaran, mulai dari makanan dan gaya pakaian hingga pernikahan antar agama.
Lagu-lagu yang dipenuhi kebencian terhadap umat Muslim tsemakin meningkatkan ketegangan. Tetapi para pencipta lagu-lagu tersebut menilai, nyanyian ini sebagai bentuk pengabdian pada iman mereka dan menegaskan diri untuk bangga menjadi Hindu nasionalis.
“India adalah negara Hindu dan lagu saya merayakan agama kami. Apa yang salah dengan itu?" kata seorang penyanyi, Sandeep Chaturvedi.
Lagu yang dibawakan oleh Chaturvedi adalah yang paling provokatif dan dinyanyikan di Khargone sebelum kekerasan meletus. Lirik lagu itu menyerukan umat Hindu untuk "bangkit" sehingga "mereka yang memakai topi tengkorak akan sujud kepada Dewa Ram". Lirik ini mengacu pada Muslim.
Lebih lanjut, lirik itu menyatakan bahwa ketika “darah Hindu mendidih", maka Hindu akan menunjukkan kepada umat Islam tempat mereka yang layak dengan “pedang”.
Bagi Chaturvedi, seorang nasionalis Hindu, llirik yang dinyanyikannya tidak berisi kebencian atau provokatif. Lirik itu lebih condong menggambarkan "suasana hati orang-orang. "Setiap orang Hindu menyukai lagu-lagu saya. Itu mendekatkan mereka pada agamanya,” ujar Chaturvedi.
Penilaian Chaturvedi sebagian benar. Terlepas dari kualitas produksi lagu yang buruk, banyak video musik untuk lagu-lagu berlirik provokatif memiliki jutaan penayangan di YouTube. Lagu-lagu ini menjadi hits di kalangan pemuda Hindu India.
Secara historis, musik merupakan bagian penting dari agama Hindu. Mereka menggunakan lagu-lagu untuk memuji berbagai dewa Hindu. Bhajan, gaya musik kebaktian yang dilakukan di kuil dan rumah, tetap menjadi bagian penting dari tradisi ini.
Namun, para pengamat mengatakan, kebangkitan nasionalisme Hindu secara bertahap telah mendorong munculnya musik yang lebih agresif dan memiliki sentimen anti-Muslim.
Seorang jurnalis yang berbasis di New Delhi yang telah menulis biografi tentang Modi, Nilanjan Mukhopadhyay, mengatakan, lagu-lagu ujaran kebencian pertama kali dimanfaatkan pada awal 1990-an oleh nasionalis Hindu melalui kaset audio yang disetel dengan nada musik Bollywood yang populer. Ini membantu mereka menarik pendengar yang lebih muda.
Awal dekade itu, memicu kampanye kekerasan oleh sayap kanan India yang menyebabkan pembongkaran masjid abad ke-16 di India tengah oleh massa Hindu pada 1992. Tindakan ini melambungkan partai Modi menjadi terkenal secara nasional.
Mukhopadhyay mengatakan, lagu-lagu itu telah menjadi kiasan yang teruji waktu dari nasionalis Hindu untuk menghina Muslim, meremehkan agama mereka, dan memprovokasi mereka untuk merespons.
Sebagian besar serangan massa terhadap Muslim mengikuti pola yang sama. Prosesi besar umat Hindu memasuki lingkungan Muslim dan memainkan pidato kebencian dan lagu-lagu pembakar yang tak terhindarkan, sehingga meningkat menjadi kekerasan komunal. "Lagu-lagu itu, pada kenyataannya, dimainkan dengan lebih kuat di depan masjid untuk mendapatkan tanggapan dari umat Islam,” kata Mukhopadhyay, yang juga menulis tentang kerusuhan besar di India.
Selama bertahun-tahun, lagu-lagu menjadi bagian dalam festival Hindu. Ketika kekerasan melanda Khargone, seorang anggota parlemen dari Partai Bharatiya Janata pimpinan Modi, T Raja Singh, memimpin prosesi serupa di kota Hyderabad selatan. Singh menyanyikan lagu ciptaan sendiri yang merujuk pada pengusiran Muslim dari India. Polisi menuduhnya telah menyakiti sentimen keagamaan orang-orang.
Lagu serupa juga menyerukan umat Hindu nasionalis untuk membunuh mereka yang tidak melantunkan "Jai Shri Ram!" atau “Salam Tuhan Ram". Slogan ini telah menjadi seruan perang bagi nasionalis Hindu dan dimainkan di depan masjid-masjid di beberapa kota di India. Tindakan ini diikuti oleh gelombang kekerasan yang setidaknya satu orang tewas di negara bagian Gujarat.
Sementara itu, permintaan terhadap lagu-lagu provokatif terus meningkat. Pekan lalu, penyanyi Laxmi Dubey menampilkan beberapa lagu hitsnya sebelum pertemuan umat Hindu di kota Bhopal, India tengah. Dalam satu lagu, dia mendesak kerumunan umat Hindu yang bersorak untuk “memotong lidah musuh yang menentang Lord Ram".
Pada Sabtu (16/4), lagu yang sama diputar di New Delhi selama prosesi yang menandai festival Hindu lainnya. Siaran televisi menunjukkan ratusan pemuda Hindu, mengacungkan pedang dan pistol buatan sendiri.
Mereka berbaris melalui lingkungan Muslim saat pengeras suara melantunkan lagu-lagu dengan lirik penuh kebencian. Dalam sebuah wawancara telepon, Dubey mengatakan, lagu itu menunjukkan bahwa musiknya diterima secara luas.
“Itu yang diinginkan orang,” kata Dubey.
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.