Internasional
Unicef: Dua Pertiga Anak Ukraina Mengungsi
Sekitar 4,8 juta dari 7,5 juta anak Ukraina kehilangan tempat tinggal dalam waktu singkat.
NEW YORK -- Dua pertiga dari anak Ukraina terpaksa kehilangan tempat tinggal sejak invasi Rusia ulai 24 Februari silam. Pada Senin (11/4), Direktur program kedaruratan Unicef Manuel Fontaine mengatakan, sekitar 4,8 juta dari 7,5 juta anak-anak Ukraina terpaksa kehilangan tempat tinggal dalam waktu singkat. Ini hal yang tidak pernah ia lihat selama 31 tahun menjadi pekerja kemanusiaan.
"Mereka terpaksa meninggalkan segalanya --rumah, sekolah, dan bahkan anggota keluarga mereka," kata Fontaine yang baru pulang dari Ukraina, di hadapan sidang Dewan Keamanan PBB, Senin.
"Saya kerap mendengar kisah orang yang putus asa, terpaksa mengambil langkah menyelamatkan anak-anak mereka. Dan anak-anak juga sedih karena tidak bisa kembali bersekolah," katanya menambahkan.
Fontaine mengatakan sekitar 2,8 juta anak-anak Ukraina mengungsi di dalam negeri. Sementara 2 juta lebih lainnya ke luar negeri.
Sekolah yang ditutup akibat perang mempengaruhi pendidikan 5,7 juta anak-anak berusia muda dan 1,5 juta murid di sekolah menengah. "Ratusan sekolah dan fasilitas pendidikan diserang atau digunakan untuk tujuan militer. Sedang yang lainnya dijadikan tempat penampungan warga sipil," ujar Fontaine.
DK PBB juga mendengarkan pernyataan Direktur Eksekutif UN Women, Sima Bahous. Ia baru saja kembali dari Moldova, tempat sekitar 95 ribu pengungsi Ukraina bernaung.
Bahous mengatakan, badan yang dipimpinnya kian kerap mendengar dugaan pemerkosaan dan kekerasan seksual. Pemerintah Molodova dan polisi perbatasan juga mencemaskan risiko penyelundupan manusia, khususnya pada perempuan muda dan remaja tidak didampingi keluarga.
"Perpaduan antara terlantar massal dan banyaknya wajib militer dan tentara bayaran, serta kebrutalan terhadap warga sipil Ukraina benar-benar mengkhawatirkan," kata Bahous.
Sidang DK PBB ini membahas dampak perang di Ukraina terhadap perempuan dan anak-anak. Sidang digelar atas usul Amerika Serikat dan Albania. Inggris saat ini bertindak sebagai presiden DK PBB.
Sebelumnya, Duta Besar Ukraina untuk PBB Sergiy Kyslytsya mengeklaim Rusia telah mengambil lebih dari 120 ribu anak-anak keluar dari Ukraina. Moskow juga dilaporkan sedang merancang undang-undang yang menyederhanakan dan mempercepat prosedur adopsi anak-anak yatim piatu dan bahkan yang masih memiliki orang tua atau sanak keluarga.
Menurut Kyslytsya, sebagian besar anak-anak itu berasal dari Kota Mariupol yang sedang terkepung dan anak-anak yang diambil dari Donetsk. Kemudian dikirim ke Kota Taganrog, Rusia.
Tuding militerisme
Dalam perkembangan berbeda, Pemerintah Rusia menuding Barat tidak menginginkan adanya solusi diplomatik atau politik untuk konflik di Ukraina. Sebaliknya, mereka justru mendorong Kiev mempertaruhkan militerisme.
“Kami melihat bagaimana pelindung asing dari otoritas Ukraina saat ini terus menerus menghalangi mereka dari cara-cara politik dan diplomatik,” kata Perwakilan Tetap Rusia di Organisasi untuk Keamanan dan Kerja Sama di Eropa (OSCE) Alexander Lukashevich saat berbicara di pertemuan Dewan Tetap OSCE, Senin, dikutip laman kantor berita Rusia, TASS.
Sementara Presiden Rusia Vladimir Putin mengatakan, negaranya tidak akan menutup diri dari dunia luar. “Kami tidak akan menutup diri. Di dunia saat ini, sangat tidak mungkin untuk mengisolasi sepenuhnya siapa pun, dan sama sekali tidak mungkin (mengisolasi) negara besar seperti Rusia. Oleh karena itu, kami akan bekerja sama dengan mitra-mitra kami yang ingin bekerja sama,” kata Putin dikutip TASS, Selasa.
Wakil Perdana Menteri Ukraina Iryna Vereshchuk mencatat setidaknya 4.354 orang telah dievakuasi dari kota-kota Ukraina selama 24 jam terakhir hingga Senin (11/4/2022) waktu setempat. Proses evakuasi terakhir dilakukan melalui skema koridor kemanusiaan.
"Sebanyak 3.854 orang dari kota Mariupol dan Berdyansk yang terkepung mencapai kota Zaporizhzhia tenggara dengan bus transportasi dan kendaraan evakuasi mereka sendiri," katanya seperti dikutip laman Anadolu Agencies, Selasa (12/4/2022).
Ia mengeklaim bahwa tiga hari berturut, pasukan Rusia yang ia sebut penjajah, melanggar perjanjian untuk memastikan lewatnya konvoi bus dari Zaporizhzhia untuk mengevakuasi orang-orang dari Berdyansk, Tokmak dan Enerhodar. Dikatakan pasukan Rusia menahan mereka di pos pemeriksaan di Vasylivka kota di wilayah Zaporizhzhia, Ukraina selatan.
"Meskipun pelanggaran gencatan senjata terjadi terus-menerus oleh penjajah, lebih dari 500 orang dievakuasi dari kota-kota Lysychansk, Severodonetsk, Rubizhne, Kreminna dan Popasna di wilayah timur Luhansk," katanya.
Perang Rusia-Ukraina yang dimulai pada 24 Februari telah menarik kecaman internasional. Invasi Rusia ke Ukraina menyebabkan sanksi keuangan di Moskow dan mendorong eksodus perusahaan global dari Rusia.
PBB memperkirakan setidaknya 1.842 warga sipil telah tewas dan 2.493 terluka di Ukraina sejak Rusia menyatakan perang pada 24 Februari. Angka sebenarnya dikhawatirkan jauh lebih tinggi. Badan pengungsi PBB juga mencatat bahwa lebih dari 4,5 juta orang Ukraina telah melarikan diri ke negara lain dan jutaan lainnya mengungsi di dalam negeri.
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.