Nasional
RI-Malaysia Sepakat Lindungi Pekerja Migran
Malaysia menjadi negara penerima yang mencatat pengaduan tinggi dari PMI.
JAKARTA—Pemerintah Republik Indonesia (RI) dan Malaysia bersepakat melindungi pekerja migran dari Tanah Air yang ada di negeri jiran tersebut. Kesepakatan ini dilakukan melalui penandatanganan Memorandum of Understanding (MoU) terkait penempatan dan perlindungan pekerja migran Indonesia (PMI) di Malaysia.
Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Perdana Menteri Malaysia Dato’ Sri Ismail Sabri Yakob menyaksikan penandatangan MoU tersebut dari Istana Kepresidenan di Jakarta, Jumat (14/3). Presiden Jokowi menuturkan, MoU ini mengatur penggunaan one channel system bagi seluruh proses penempatan, pemantauan, dan kepulangan PMI.
“Ini merupakan kunjungan kedua bagi PM Sabri ke Indonesia. Dalam kunjungan kali ini kita berdua menyaksikan penandatanganan MoU mengenai penempatan dan perlindungan pekerja migran Indonesia di Malaysia,” kata Jokowi saat memberikan keterangan pers bersama di Istana Kepresidenan Jakarta.
Jokowi mengatakan, PMI telah berkontribusi banyak bagi pembangunan ekonomi di Malaysia. Menurutnya, wajar jika PMI mendapatkan hak dan perlindungan yang maksimal dari dua negara. Ia pun optimistis MoU ini dapat dilaksanakan dengan baik. “Saya tidak ingin MoU ini hanya berhenti di atas kertas saja, semua pihak harus menjalankan MoU ini dengan baik,” tegas dia.
Dato' Sri Ismail Sabri Yakob memastikan Kerajaan Malaysia menjamin perlindungan PMI dari segala tindakan majikan yang berpotensi melanggar peraturan tenaga kerja.
"Beberapa inisiatif turut dilakukan Kerajaan Malaysia dalam menjaga kebajikan pekerja domestik dari sudut perlindungan sosial, pertama melalui pertumbuhan keselamatan sosial," kata Dato' Sri Ismail Sabri, Jumat.
Perdana Menteri (PM) Sabri menyebutkan sejumlah kebijakan lainnya yang ditempuh untuk menjamin perlindungan PMI, yakni jaminan pembayaran gaji melalui e-wages. Jaminan ini memastikan pembayaran gaji tidak melewati tujuh hari setiap bulannya.
Selain itu, PMI mendapatkan cuti atau hari libur sehari dalam sepekan, serta memperkenankan pekerja membuat aduan secara daring jika mengalami kekerasan dari majikan, maupun isu lainnya.
"E-aduan ini diteruskan oleh Menteri Sumber Daya Manusia dan kami pastikan jamin ada tindakan kepada majikan yang melanggar," kata PM Sabri.
PM Sabri menjelaskan nota kesepahaman akan memastikan segala perekrutan dan perlindungan pekerja migran atau perkhidmat domestik Indonesia (PDI) akan dilaksanakan secara komprehensif sesuai perundangan di kedua negara.
"Saluran pemasukan tunggal bagi PDI ke Malaysia telah dipersetujui hanya menggunakan sistem saluran tunggal (one channel system) untuk saringan kepada hanya majikan yang layak menggajikan PDI," kata PM Sabri.
Kasus turun
Menteri Luar Negeri RI Retno Marsudi menyampaikan, penandatanganan MoU ini penting untuk memberikan perlindungan secara maksimal kepada para pekerja migran Indonesia yang bekerja di sektor domestik di Malaysia.
“MoU ini sudah dinegosiasikan sejak enam tahun yang lalu. Dan dengan MoU ini maka kita berharap bahwa perlindungan pekerja migran Indonesia yang bekerja di sektor domestik di Malaysia dapat lebih dimaksimalkan, dapat terpantau dengan baik dari saat mereka berangkat, penempatan, sampai kembali,” ujar Retno.
Melalui MoU ini diharapkan berbagai kasus yang menimpa para PMI di Malaysia dapat turun secara drastis. Ke depannya, diharapkan Indonesia dan Malaysia juga mencapai kesepakatan kerja sama di berbagai sektor lainnya, seperti sektor konstruksi, jasa, hingga perladangan.
“Mudah-mudahan juga akan dapat dilakukan kerja sama dengan Malaysia. Karena ini adalah kepentingan kedua negara dari pihak Malaysia tenaga kerja Indonesia sudah memberikan kontribusi yang sangat besar bagi perekonomian Malaysia,” tegas Menlu.
Berdasarkan data Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI), jumlah penempatan PMI di Malaysia mengalami penurunan tajam selama tiga tahun terakhir. Tercatat, pada 2019, penempatan PMI di Malaysia mencapai 79.759 orang. Setahun kemudian, pada 2020, jumlahnya turun menjadi 14.742 orang. Bahkan, tahun lalu, jumlah PMI ke Malaysia hanya di angka 563 orang.
Di sisi lain, jumlah pengaduan PMI di Malaysia menjadi yang tertinggi dibandingkan negara lain, meskipun mengalami penurunan dalam tiga tahun terakhir. Pada 2019, jumlah pengaduan PMI dari Malaysia tercatat 1.428 dari total 5.824 pengaduan seluruh negara penerima PMI.
Tahun 2020, turun menjadi 360 pengaduan, tertinggi kedua dibanding negara penerima PMI lain. Pada 2021 naik lagi menjadi 403 pengaduan dan menjadi pengaduan tertinggi tahun itu.
Gaji terendah
Salah satu kesepakatan dalam penandatanganan MoU Indonesia-Malaysia terkait PMI yakni mengenai besaran upah minimum. Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Ida Fauziyah mengatakan, dari kesepakatan kedua negara, yang ada dalam MoU, upah minimum pekerja rumah tangga (PRT) menjadi Rp 5,2 juta.
Menaker Ida mengatakan, MoU itu memberikan kewenangan kepada perwakilan RI di Malaysia untuk menetapkan besaran upah minimum PMI sebesar 1.500 Ringgit Malaysia (RM) atau setara Rp 5,2 juta per bulan. Pemberi kerja diharuskan memiliki penghasilan minimal RM 7.000 atau setara Rp 23,8 juta per bulan untuk memastikan PMI menerima upah sesuai ketentuan.
"Gaji mereka (PMI) minimal RM 1.500 atau Rp 5,2 juta bersih tanpa potongan. Lebih besar dari UMP DKI. Ini kenaikan dari yang sebelumnya sekitar RM 1.200," kata Ida saat konfrensi pers di kantornya, Jakarta, Jumat (1/4).
Selain soal upah, MoU ini juga menyatakan PRT hanya bisa dipekerjakan di satu rumah saja, yang diisi maksimal enam anggota keluarga. PMI hanya boleh melakukan pekerjaan sesuai tugasnya sehingga tak ada beban kerja ganda (multi tasking). Para PMI juga mendapatkan jatah libur sehari dalam sepekan. Mereka juga mendapatkan hak cuti tahunan. "Hal itu selama ini tidak ada," ujar Ida.
Terkait perlindungannya, menurut Ida, MoU ini mengharuskan pemberi kerja membayar asuransi ketenagakerjaan dan asuransi kesehatan Malaysia bagi PMI yang bekerja di rumahnya. Di lain sisi, para PMI juga akan memperoleh jaminan sosial berupa BPJS Ketenagakerjaan dan BPJS Kesehatan Indonesia.
Ida menambahkan, poin penting lainnya yang diatur dalam MoU ini adalah penerapan skema One Channel System. Dengan skema ini, mekanisme perekrutan dan penempatan PMI sektor domestik hanya bisa dilakukan Perusahaan Penempatan Pekerja Migran Indonesia (P3MI) resmi dengan agensi resmi di Malaysia. P3MI dan agensi Malaysia resmi ini diharuskan terdaftar dalam sistem daring milik Pemerintah Indonesia dan Malaysia.
Skema One Channel System ini, akan berlaku efektif tahun ini. Ida tak bisa memastikan waktu persisnya karena pihak Malaysia masih mempersiapkan diri. "Kita sudah siap. Kita sedang menunggu Malaysia," ujarnya.
Menurut Ida, skema One Channel System ini bisa mencegah pengiriman TKI ilegal oleh para calo. Pihaknya kini sedang berupaya mensosialisasikan isi MoU ini ke daerah-daerah yang banyak warganya menjadi PMI.
Sebelumnya, Ida Fauziyah dan Menteri Sumber Daya Manusia Malaysia Dato' Seri Saravanan Murugan menandatangani MoU tersebut di Istana Merdeka Jakarta, Jumat (1/4) siang. Sore harinya, Ida dan Dato' Sri kembali bertemu di Kantor Kemenaker untuk menandatangani joint statement guna menjamin implementasi MoU tersebut.
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.