Perempuan Afghanistan membawa poster dalam aksi unjuk rasa menentang pelarangan sekolah bagi remaja putri oleh Taliban di Kabul, Afghanistan, Sabtu (26/3/2022). | AP Photo/Mohammed Shoaib Amin

Internasional

Malala Sesalkan Larangan Perempuan Afghanistan Bersekolah

Aktivis hak perempuan di Afghanistan akan menggelar demonstrasi nasional.

DOHA -- Aktivis hak perempuan Malala Yousafzai mengatakan, Taliban tidak bisa selamanya memberlakukan larangan terhadap pendidikan anak perempuan. Peraih Nobel itu menekankan, perempuan Afghanistan saat ini sudah mengerti apa artinya "diberdayakan".

"Menurut saya, memang jauh lebih mudah bagi Taliban (untuk menegakkan) larangan pendidikan anak perempuan pada 1996. Tapi, kali ini jauh lebih sulit karena perempuan telah melihat apa artinya dididik, apa artinya diberdayakan," ujar Malala, dilansir Aljazirah, Ahad (27/3).

Namun, ia yakin, kali ini Taliban tidak akan mudah memberlakukan larangan tersebut. Menurut Malala, larangan ini tidak akan bertahan selamanya.

Malala mengatakan, sekolah perempuan harus menjadi syarat pengakuan diplomatik bagi Taliban. “Mereka (Taliban) seharusnya tidak diakui, jika mereka tidak mengakui hak asasi perempuan dan anak perempuan,” kata Malala yang berhasil selamat setelah mengalami serangan Taliban Pakistan saat berusia 15 tahun.

Amerika Serikat (AS) mengatakan, mereka telah membatalkan pembicaraan dengan Taliban yang dijadwalkan berlangsung di Doha, Qatar. Pembatalan dilakukan setelah Taliban menutup sekolah menengah bagi perempuan.

"Kami bersama dengan jutaan keluarga Afghanistan mengungkapkan kekecewaan mendalam dengan keputusan Taliban untuk tidak mengizinkan perempuan kembali ke sekolah menengah," kata juru bicara Departemen Luar Negeri AS.

“Kami telah membatalkan beberapa keterlibatan kami, termasuk pertemuan yang direncanakan di Doha, di Forum Doha, dan memperjelas bahwa kami melihat keputusan ini sebagai titik balik potensial dalam keterlibatan kami," kata juru bicara itu menambahkan.

Taliban melarang anak perempuan bersekolah semasa pemerintahannya di Afghanistan pada periode 1996 hingga 2001. Perempuan diizinkan untuk mengakses pendidikan ketika Taliban dilumpuhkan oleh invasi koalisi pimpinan AS.

Taliban kembali berkuasa saat pasukan AS mundur pada Agustus tahun lalu. Pada Rabu (23/3) lalu, ribuan siswi di tingkat menengah atas, berduyun-duyun kembali ke sekolah. Mereka bersukacita karena Taliban akhirnya membuka lagi ruang-ruang kelas untuk mereka sejak merebut kekuasaan di Afghanistan pada Agustus tahun lalu.

Namun Taliban tiba-tiba menarik kembali keputusannya tersebut. Taliban mengatakan, penutupan sekolah bagi perempuan bakal dilanjutkan hingga mereka menyusun rencana sesuai dengan hukum Islam. Jika hal itu sudah dilakukan, sekolah akan dibuka kembali untuk anak perempuan Afghanistan.

Keputusan Taliban seketika disesalkan banyak pihak. Tak sedikit dari para siswi yang menangis karena terpaksa harus menunda lagi keinginannya bersekolah. Lembaga-lembaga kemanusiaan, kelompok hak asasi manusia, dan sejumlah diplomat telah mengecam langkah Taliban tersebut.

Saat ini Taliban sedang mencari pengakuan internasional untuk pemerintahannya di Afghanistan. Komunitas internasional, terutama Barat, telah mengajukan beberapa syarat jika pemerintahan Taliban ingin diakui. Salah satu syaratnya adalah memenuhi hak dasar perempuan Afghanistan, termasuk di bidang politik, pekerjaan, dan pendidikan.

photo
Perempuan Afghanistan membawa poster dalam aksi unjuk rasa menentang pelarangan sekolah bagi remaja putri oleh Taliban di Kabul, Afghanistan, Sabtu (26/3/2022). - (AP Photo/Mohammed Shoaib Amin)

Pada Sabtu (26/3), puluhan anak perempuan dan perempuan melakukan protes di depan Kementerian Pendidikan di ibu kota Kabul. Keputusan larangan sekolah itu belum dijelaskan secara detail oleh Taliban.

Dengan larangan ini, anak perempuan mulai sekolah menengah ke atas tidak akan bisa bersekolah. Kini, sudah lebih dari tujuh bulan mereka tidak bersekolah.

 “Buka sekolah! Keadilan, keadilan!”  teriak pengunjuk rasa. Beberapa dari mereka membawa buku sekolah saat berkumpul di alun-alun kota di Kabul.

“Bahkan, Nabi Muhammad SAW saja mengatakan, setiap orang berhak mendapatkan pendidikan, namun Taliban merenggut hak itu dari kami," kata seorang pengunjuk rasa, Nawesa.

Mereka memegang spanduk yang bertuliskan, “Pendidikan adalah hak fundamental kami, bukan rencana politik”. Tak lama kemudian, aksi protes bubar ketika personel Taliban tiba di lokasi.

photo
Perempuan dan guru berunjuk rasa menentang pelarangan sekolah bagi perempuan oleh Taliban di Kabul, Afghanistan, Selasa (5/10/2021).  - (AP/Ahmad Halabisaz)

"Ini adalah genosida satu generasi. Bagaimana mungkin ada orang di dunia ini di abad ke-21 melarang anak perempuan dari pendidikan? Saya tidak berpikir seluruh dunia, terutama dunia Muslim, harus menerima,” ujar mantan ketua Komisi Perempuan Masyarakat Sipil dan Hak Asasi Manusia Afghanistan, Fawzia Koofi, dalam orasinya. 

Aktivis-aktivis hak perempuan di Afghanistan menyatakan akan menggelar demonstrasi nasional jika pemerintahan Taliban tetap menutup sekolah menengah atas di negara tersebut untuk para remaja perempuan. Mereka memberi Taliban waktu selama sepekan untuk mengubah keputusannya.

“Kami menyerukan para pemimpin Imarah Islam untuk membuka sekolah perempuan dalam waktu satu pekan,” kata Halima Nasari, seorang aktivis hak perempuan di Afghanistan ketika membacakan surat pernyataan bersama yang dirilis empat kelompok hak-hak perempuan di Afghanistan dalam sebuah konferensi pers di Kabul, Ahad (27/3), dikutip laman Al Arabiya.

Dia pun mengancam Taliban jika tak mengabulkan tuntutan tersebut. “Jika sekolah perempuan tetap ditutup, bahkan setelah sepekan, kami akan membukanya sendiri dan menggelar demonstrasi di seluruh negeri sampai tuntuan kami dipenuhi,” ujarnya.

Dalam pernyataan bersama yang dibacakan Nasari, empat kelompok hak perempuan Afghanistan meminta Taliban membangun lebih banyak sekolah untuk anak perempuan di daerah pedesaan terpencil.

Pada Sabtu (26/3) lalu, puluhan siswi dan perempuan Afghanistan menggelar demonstrasi untuk menentang keputusan pemerintahan Taliban menutup sekolah untuk kaum mereka.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat

Perang Rusia-Ukraina, Anda Pro Siapa?

Pemihakan Anda dan saya tak berpengaruh pada jalannya perang Rusia-Ukraina..

SELENGKAPNYA

Nasib Pengungsi Qarizada di Hungaria Ternyata Berbeda

Pengusiran Qarizada menggambarkan perbedaan mencolok Ukraina dan zona perang non-Eropa.

SELENGKAPNYA