Nasional
Angka Stunting di Timor Tengah Selatan Tertinggi di NTT
Pemerintah juga telah menyusun daftar 12 provinsi yang menjadi prioritas penurunan stunting.
SOE -- Studi Status Gizi Indonesia (SSGI) 2021 mencatat angka prevalensi stuntingdi Kabupaten Timor Tengah Selatan mencapai 48,3 persen. Angka ini paling tinggi di Nusa Tenggara Timur, bahkan di Indonesia.
Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Hasto Wardoyo menyampaikan, dibutuhkan kolaborasi semua pihak untuk mengatasi masalah stunting ini. Ia menilai, Kabupaten Timor Tengah Selatan pun tidak bisa berjuang sendiri untuk mengatasi pengentasan stunting.
Dalam upaya pengentasan stunting ini, Presiden Joko Widodo (Jokowi) pun diagendakan meninjau Desa Kesetnana di Kabupaten Timor Tengah Selatan karena termasuk desa yang berisiko stunting. Selain warga yang kesulitan mendapatkan akses air bersih, faktor ekonomi dan rendahnya pendidikan menjadi potensi keawaman terhadap kesehatan. Hampir sebagian besar warga Desa Kesetnana tidak memiliki jamban yang layak.
“Sebagai salah satu unsur pentaheliks dalam wujud kovergensi percepatan penurunan stunting, mitra kerja memiliki peran dan kontribusi bersama pemerintah. Timor Tengah dan NTT sengaja menjadi titik tumpu kunjungan Presiden Joko Widodo mengingat NTT merupakan provinsi prioritas penanganan stunting dengan prevalensi 37,8 persen di tahun 2021, tertinggi dari angka rata-rata prevalensi stunting semua provinsi di Tanah Air yang mencapai 24,4 persen,” jelas Hasto, Kamis (24/3).
Menurut Hasto, persoalan tingginya stunting di NTT bukan hanya masalah kesehatan dan kekurangan gizi, tetapi juga karena kesulitan mendapatkan akses fasilitas pelayanan kesehatan. Selain itu, terdapat pula faktor kemiskinan, rendahnya tingkat pendidikan, serta pola asuh yang salah turut menyumbang tingginya angka prevalensi stunting.
Ia mengatakan, langkah kongkret yang diperlukan untuk mempercepat penurunan angka stunting yakni dengan melibatkan mitra kerja untuk memperluas jangkauan intervensi sesuai dengan kebutuhan sasaran dan potensi yang dimiliki mitra kerja. Lebih lanjut, berdasarkan data SSGI 2021, NTT masih memiliki 15 kabupaten berkategori merah.
Hasto optimistis target penurunan angka stunting nasional sebesar 14 persen pada 2024 nanti dapat tercapai. Ia menyebut, pemerintah telah menyusun strategi untuk mencapai target tersebut.
"Secara nasional kita harus menskenariokan ke sana. Kalau saya sih harus optimis ke sana. Kami sudah membuat strategi untuk menuju angka itu secara nasional, mana yang harus diturunkan lebih banyak," ujar Hasto.
Menurutnya, pemerintah juga telah menyusun daftar 12 provinsi yang menjadi prioritas penurunan stunting. Selain itu, terdapat pula provinsi lainnya yang harus melaksanakan program-program tertentu untuk menurunkan angka stunting di daerahnya. "Itu dalam rangka menuju 14 persen. Mohon dukungannya, mudah-mudah 14 persen insyaallah," ujar Hasto.
Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Muhadjir Effendy menyebut, pandemi Covid-19 menjadi salah saut faktor lambatnya penanganan stunting di Indonesia. Karena itu, ia mengajak masyarakat untuk bersama-sama menjaga kedisiplin protokol kesehatan sehingga pandemi dapat segera berakhir.
"Salah satu faktor yang harus mudah-mudahan selesai itu Covid-19. Jadi memang Covid ini punya andil yang sangat besar terhadap lambatnya kita menangani stunting. Bahkan di kabupaten kota termasuk di NTT ini mengalami kenaikan drastis," kata Muhadjir kepada wartawan di Kantor Bupati Timor Tengah Selatan, NTT, Kamis (24/3).
Ia menyebut, selama pandemi Covid-19 yang terjadi dalam dua tahun terakhir ini, pemerintah masih bisa menurunkan angka stunting nasional yakni sekitar 1,7 persen per tahun. Sehingga untuk mencapai target penurunan stunting menjadi 14 persen pada 2024 nanti membutuhkan penurunan sekitar 3-3,5 persen per tahun.
"Jadi kalau kita harus mencapai 14 persen tahun 2024, itu kira-kira butuh 3-3,5 persen per tahun. Berarti kita hanya menambah sekitar 1,3 persen saja," jelas dia.
Muhadjir pun mengaku optimistis target penurunan stunting yang telah ditetapkan tersebut dapat tercapai melalui kerja sama dengan berbagai pihak baik kementerian maupun pemerintah daerah. "Hanya memang kalau seandainya tidak bisa secara parsial, tetapi secara agregat nasional saya kira akan tercapai," tambah Muhadjir.
Meskipun begitu, menurutnya terdapat beberapa kabupaten kota yang membutuhkan daya ungkit yang lebih ekstra. Sebab, saat ini masih terdapat daerah yang memiliki angka stunting di atas 30 persen, bahkan 40 persen.
"Jadi untuk secara agregat nasional kemungkinan besar bisa. Karena sekarang ini sudah ada kabupaten kota yang angka stuntingnya sudah satu digit. Jadi di bawah 10 persen. Sehingga nanti secara rata-rata sehingga kalau 14 persen itu insyallah asal kita kerja keras bisa," jelasnya.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) meminta agar target penurunan angka stunting sebesar 14 persen pada 2024 nanti dapat tercapai. Saat meninjau program percepatan penurunan stunting di Soe, Kabupaten Timor Tengah Selatan, NTT, Jokowi meminta agar pemimpin daerah melakukan berbagai upaya untuk menekan angka stunting.
"Saya sampaikan hal yang sama bahwa jangan sampai target angka 14 persen itu luput. Harus tercapai. Dan saya lihat kegiatan-kegiatan seperti hari ini akan sangat bagus untuk mendorong kita mencapai target tersebut," ujar Jokowi.
Jokowi menyampaikan, sumber daya manusia (SDM) sangat menentukan maju tidaknya sebuah negara. Karena itu, hal-hal yang berkaitan dengan masalah stunting, gizi, dan pendampingan calon pengantin harus segera dilakukan. Termasuk melakukan pengukuran dan penimbangan bayi-bayi yang baru lahir, pemberian makanan tambahan, dan makanan gizi.
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.