Ekonomi
Surplus Dagang Berpotensi Mengecil
Impor pada tahun ini masih berpotensi terus meningkat.
JAKARTA -- Neraca perdagangan barang sepanjang Februari 2022 mencatatkan surplus mencapai 3,83 miliar dolar AS. Capaian itu melanjutkan tren surplus ke-22 kali secara beruntun. Meski begitu, kalangan pengusaha menilai surplus dagang berpotensi terus mengecil pada tahun ini.
Wakil Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Shinta Widjaja Kamdani mengatakan, surplus yang terjadi saat ini didorong oleh faktor-faktor yang bersifat sementara. Menurut dia, terdapat lonjakan harga dan peningkatan permintaan komoditas global seperti minyak sawit mentah (CPO) dan batu bara.
"Surplus juga disumbangkan oleh kondisi normalisasi impor yang agak tertahan di Februari karena disinyalir akibat gelombang ketiga pandemi dan pengetatan PPKM sejak akhir Januari yang menyebabkan impor cenderung turun," kata Shinta kepada Republika, Selasa (15/3).
Shinta memproyeksikan, angka impor akan meningkat ke depan seiring normalisasi ekonomi secara bertahap. Menurut dia, industri akan terus menggeliat sehingga memicu peningkatan impor barang pendukung.
Shinta mengatakan, pengusaha tidak bisa memastikan seberapa lama lonjakan harga komoditas bisa dirasakan Indonesia. Menurut dia, pasar global juga akan segera melakukan normalisasi dengan meningkatkan suplai komoditas. Karena itu, dia menekankan, Indonesia tidak bisa mengharapkan surplus dengan hanya mengandalkan ekspor komoditas.
View this post on Instagram
Badan Pusat Statistik (BPS) menyampaikan, neraca perdagangan barang Indonesia selama Februari 2022 kembali melanjutkan tren surplus. Angka surplus itu bahkan melonjak dari capaian surplus pada Januari 2022 yang hanya 960 juta dolar AS.
"Harapan kita semua semoga tren ini terus terjaga di masa-masa berikutnya sehingga pemulihan (ekonomi) bisa berlangsung cepat," kata Kepala BPS Margo Yuwono.
Ia menyampaikan, capaian surplus perdagangan dicapai dari kinerja ekspor yang tercatat sebesar 20,46 miliar dolar AS, sedangkan impor hanya 16,64 miliar dolar AS. Nilai ekspor mengalami kenaikan 34,14 persen (year on year/yoy). Sementara itu, nilai impor tumbuh 25,43 persen (yoy).
Secara lebih detail, BPS mencatat terjadi penurunan impor barang konsumsi selama Februari 2022. Pemicu penurunan tersebut terutama dari turunnya impor produk farmasi.
Total nilai impor barang konsumsi pada Februari 2022 mencapai 1,2 miliar dolar AS. Nilai itu anjlok 23,85 persen dibandingkan dengan Januari 2022. Secara tahunan, impor konsumsi turun 3,06 persen.
"Ini terutama karena terjadi penurunan impor produk farmasi, yakni vaksin yang turun 94,67 persen dibandingkan Januari 2022," kata Margo.
Meski begitu, impor bahan baku penolong dan impor barang modal pada Februari 2022 masih tumbuh secara tahun ke tahun. Impor bahan baku mencapai 12,83 miliar dolar AS atau tumbuh 29,98 persen (yoy). Sementara itu, impor barang modal sebesar 2,6 miliar dolar AS, naik 20,98 persen (yoy).
"Jadi, secara tahunan hanya impor konsumsi saja yang turun, sedangkan bahan baku dan barang modal masih naik. Tentu ini merupakan kabar baik," katanya.
Ekonom Center of Reform on Economics (Core) Indonesia Yusuf Rendy Manilet menilai impor pada tahun ini masih berpotensi meningkat. Dia yakin hal itu akan berdampak positif karena industri punya ruang untuk menambah ekspor terutama dari produk manufaktur.
Sementara itu, untuk ekspor komoditas, akan terjadi pergeseran dari proyeksi awal Core Indonesia. Dalam proyeksi sebelumnya, ekspor batu bara ke Cina diperkirakan akan menurun karena negara tersebut tengah beralih ke sumber energi yang lebih ramah lingkungan.
"Tapi, semua proyeksi itu berubah dalam dua bulan pertama tahun ini karena sentimen konflik Rusia-Ukraina yang mendorong harga energi lebih tinggi. Ini bisa mengubah proyeksi surplus," katanya.
Menurut Yusuf, jika konflik berkepanjangan dan berdampak pada tingginya harga-harga global, Indonesia akan tetap diuntungkan karena bisa mempertahankan angka surplus dagang yang tinggi seperti saat ini. Sementara itu, jika konflik cepat mereda, peluang penyusutan surplus dagang akibat ledakan harga komoditas bisa terjadi.
"Ini akan dipengaruhi banyak sentimen harga energi dan mempengaruhi kondisi ekspor kita," kata Yusuf.
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.