Nasional
Keterwakilan Perempuan Bisa Turunkan Angka Kekerasan
Sebanyak 338.496 kasus kekerasan berbasis gender terhadap perempuan terjadi sepanjang 2021.
JAKARTA -- Keterwakilan perempuan dalam bidang politik menjadi salah satu modalitas untuk menurunkan angka kekerasan terhadap perempuan. Perempuan yang duduk di lembaga legislatif atau eksekutif dapat menyusun aturan yang ramah terhadap perempuan.
"Kekerasan terhadap perempuan itu terus meningkat setiap tahunnya. Ini yang perlu dipikirkan, apakah keterwakilan perempuan di parlemen atau di dalam partai atau di dalam pemerintahan betul-betul menjadi dorongan untuk pencegahan kekerasan terhadap perempuan," kata Wakil Ketua Komnas Perempuan Mariana Amiruddin dalam diskusi publik secara daring, Selasa (15/3).
Berdasarkan catatan tahunan Komnas Perempuan, sebanyak 338.496 kasus kekerasan berbasis gender terhadap perempuan terjadi sepanjang 2021. Data ini berdasarkan pengaduan langsung ke Komnas Perempuan, lembaga layanan, dan Badan Peradilan Agama (Badilag).
Angka tersebut menggambarkan terjadinya peningkatan kekerasan berbasis gender terhadap perempuan secara signifikan, yakni mencapai 50 persen. Pada 2020, ada 226.062 kasus kekerasan berbasis gender terhadap perempuan.
Data pengaduan ke Komnas Perempuan juga meningkat secara signifikan, yaitu sebesar 80 persen. Dari 2.134 kasus pada 2020 menjadi 3.838 kasus pada 2021.
Deputi Bidang Kesetaraan Gender Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Leny Nurhayanti Rosalin mengatakan, berdasarkan survei pengalaman hidup perempuan nasional 2021, satu dari empat perempuan usia 15-64 tahun pernah mengalami kekerasan fisik dan/atau seksual selama hidupnya.
Sementara, survei pengalaman hidup anak dan remaja pada 2021 menunjukkan bahwa tiga dari 10 anak laki-laki dan empat dari 10 anak perempuan berusia 13-17 tahun mengaku pernah mengalami satu jenis kekerasan, antara lain, kekerasan seksual, emosional, dan kekerasan fisik.
Leny sepakat bahwa makin banyak perempuan berada di dalam pengambilan keputusan dapat berkontribusi turut menurunkan angka kekerasan terhadap perempuan dan anak. “Di dalam parlemen, misalnya, sebagaimana dengan tugas dan fungsi bisa memengaruhi kebijakan, bisa memengaruhi anggaran," kata Leny.
Ia menambahkan, keterwakilan perempuan memadai, keputusan politik atau produk legislasi akan lebih beragam yang pro terhadap perempuan. Hal tersebut dapat berdampak pada peningkatan kualitas hidup perempuan.
Namun, ia mengatakan, jumlah perempuan menjadi anggota legislatif di tingkat pusat maupun daerah cukup rendah. Perempuan hanya mengambil bagian 21 persen di DPR, 30 persen di DPD, dan 17,5 persen di DPRD provinsi dari keseluruhan anggota di masing-masing lembaga.
Karena itu, ia mendorong regulasi untuk meningkatkan keterwakilan perempuan dalam bidang politik. Ia mendorong anggota parlemen yang sedang menjabat sekarang segera menyusun regulasi di level undang-undang terkait upaya meningkatkan keterwakilan perempuan dalam bidang politik.
Saat ini, Kementerian PPPA memiliki program berupa pelatihan bertajuk Suara dan Aksi Perempuan Pelopor (SIAP), mulai dari SIAP ekonomi, SIAP politik, SIAP sehat, SIAP pintar, siap hukum, dan SIAP lestari. SIAP politik ini salah satunya mengangkat topik kepemimpinan (leadership).
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.
KPK Dalami Bagi-Bagi Kaveling di IKN
Konflik agraria sangat mungkin terjadi dalam proses pembangunan Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara
SELENGKAPNYAKetua DPR: Jadwal Pemilu Sudah Disepakati
Pemerintah, DPR, dan penyelenggara pemilu bersepakat menggelar pemilu pada 2024
SELENGKAPNYAAnggaran Pemilu Setelah Pelantikan KPU-Bawaslu
Kedua pihak juga membahas soal tahapan pemilu agar bisa berjalan sesuai dengan harapan masyarakat.
SELENGKAPNYA