Tajuk
IKN dan Status Quo Ketimpangan
Pertanyaannya, bisakah IKN menjadi pengungkit besar untuk mengurangi ketimpangan?
Pemerintah telah melantik kepala Badan Otorita Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara. Maka itu, pekerjaan pembangunan IKN sudah bisa dimulai.
Kemarin, Presiden Joko Widodo, pejabat IKN, sejumlah menteri, dan lima gubernur berkemah di lokasi titik nol pembangunan IKN. Ini untuk menandakan mulainya pembangunan proyek ambisius tersebut.
Sehari sebelumnya, di Balikpapan, Presiden kembali menegaskan pentingnya proyek IKN ini bagi perekonomian nasional. Presiden menyebut persoalan pembangunan IKN adalah salah satu solusi pemerataan pembangunan.
Dengan proyek IKN, menurut Kepala Negara, memperkecil jurang ketimpangan ekonomi. Ketimpangan itu bisa antara Jawa dan luar Jawa ataupun pusat perekonomian yang amat berat sebelah di Jawa. Juga termasuk ketimpangan pendapatan dan pengeluaran rumah tangga di Jawa dan luar Jawa.
“PDB (produk domestik bruto) ekonomi 58 persen ada di Jawa, saat ini magnetnya ada di DKI Jakarta. Sebanyak 56 persen populasi ada di Jawa, sehingga terjadi ketimpangan ekonomi, ketimpangan infrastruktur,” kata Presiden menekankan.
Kita tentu tidak menampik fakta ketimpangan pembangunan di negara ini. Dengan mudah kita yang tinggal di Jawa dan luar Jawa bisa merasakannya. Mulai dari persoalan jaringan internet, harga bahan pokok, infrastruktur jalan, kualitas guru dan sekolah, serta yang lainnya.
Kita tentu tidak menampik fakta ketimpangan pembangunan di negara ini. Dengan mudah kita yang tinggal di Jawa dan luar Jawa bisa merasakannya.
Kita harus mengakui, pemerintah sejak Reformasi belum mampu menipiskan jurang kesenjangan itu. Indeks rasio gini, sebagai salah satu variabel untuk mengukur ketimpangan, memperlihatkan kelompok kaya dan kelompok miskin justru makin terjaga jaraknya. Bukannya mempertipis jarak, yang seharusnya terjadi.
Indeks gini memang turun, tapi penurunan itu amat kecil. Memperkuat fakta bahwa ketimpangan itu tidak menghilang. Tidak seperti yang diprogramkan pemerintah.
Tentu pemerintah sejak Presiden Gus Dur, Megawati Soekarnoputri, Susilo Bambang Yudhoyono, dan Joko Widodo bisa saja berdalih. Menghilangkan ketimpangan adalah pekerjaan rumah yang berat dan panjang. Tetapi tidak ada salahnya kita kritisi bahwa sudah lewat 20 tahun Reformasi, seharusnya rakyat miskin di negara ini semakin sedikit. Yang terjadi adalah rakyat miskin dan rakyat kategori nyaris miskin tetap terjaga jutaan orang.
Data dari Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) dengan gamblang memperlihatkan hal di atas. Bagaimana sejak 2014 sampai sekarang, pada era kepemimpinan Jokowi, pertumbuhan jumlah rekening yang memiliki simpanan di atas Rp 5 miliar jauh lebih pesat ketimbang pertumbuhan jumlah rekening di bawah Rp 1 miliar.
Dalam periode tersebut, jumlah rekening orang kaya tumbuh di atas 100 persen. Bahkan, tetap terjaga tumbuhnya dalam dua tahun pandemi. Sementara jumlah rekening di bawah Rp 1 miliar hanya tumbuh maksimal 60-an persen.
Dalam konteks IKN maka pertanyaannya kemudian, bisakah IKN menjadi sebuah pengungkit besar untuk mengurangi ketimpangan?
Bisalah kita mengatakan, dari data itu, bahwa kebijakan pemerintah saat ini justru kontraproduktif terhadap upaya memperkecil ketimpangan itu. Apa yang terjadi dalam periode Jokowi adalah ketimpangan terpelihara langgeng.
Kebijakan perekonomian tetap membuat kelompok kaya berkembang sangat pesat. Jauh meninggalkan kelompok menengah dan kelompok miskin. Tanpa sebuah gebrakan atau intervensi yang kuat, rasanya situasinya akan menjadi status quo.
Dalam konteks IKN maka pertanyaannya kemudian, bisakah IKN menjadi sebuah pengungkit besar untuk mengurangi ketimpangan? Megaproyek ratusan triliun rupiah ini dalam jangka pendek akan menyuntik perekonomian daerah Kaltim, terutama Kabupaten Penajam Paser Utara.
Tetapi bisakah proyek IKN memperbaiki indeks pembangunan manusia di kabupaten tersebut pada 2024? Yang kita khawatirkan justru ketika proyek ini malah menguatkan oligarki politik ekonomi di daerah.
Karena itu, pemerintah dan Badan Otorita IKN harus mampu menjamin penduduk lokal ikut menikmati proses dan hasil pembangunan IKN. Perekonomian lokal membaik.
Pembangunan IKN memacu tumbuhnya pengusaha lokal baru yang membuka usaha baru. Sektor jasa dan ritel lokal bergairah. Alur transportasi dan logistik antara ibu kota provinsi dan kabupaten bertambah baik.
Pemerintah dan badan otorita harus ingat: Kalimantan punya sejarah pedih terkait gesekan sosial antara pendatang dan warga lokal. Kita tidak ingin IKN menambah catatan merah tersebut.
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.