Nasional
Survei LSI: Mayoritas Publik Tolak Penundaan Pemilu 2024
PKS mendesak Presiden Joko Widodo menegaskan kembali penolakan penundaan Pemilu 2024.
JAKARTA -- Lembaga Survei Indonesia (LSI) menyatakan mayoritas responden menolak gagasan penundaan Pemilu 2024. Wacana penundaan pemilu ini pun sudah diketahui hampir separuh warga Indonesia.
"Mayoritas menolak usulan ini, baik karena alasan ekonomi, pandemi, maupun IKN (pemindahan ibu kota negara)," ujar Direktur Eksekutif LSI Djayadi Hanan dalam rilis hasil survei secara daring, Kamis (3/3).
Dia memaparkan, sebanyak 64,1 persen responden berpendapat, pergantian kepemimpinan nasional melalui Pemilu 2024 harus tetap dilaksanakan, meski masih dalam kondisi pandemi Covid-19. Dukungan pelaksanaan pemilu juga berasal dari kalangan yang menyatakan cukup/sangat puas terhadap kinerja Presiden Joko Widodo, yakni 56,9 persen.
Padahal, kepuasan kepada Presiden Jokowi saat ini juga cukup tinggi yaitu sebesar 66,3 persen. Meski puas, mayoritas dari mereka juga menolak perpanjangan masa jabatan presiden.
Mereka yang setuju Pemilu 2024 harus tetap dilaksanakan hampir berasal dari setiap basis demografi warga, kecuali wilayah Maluku-Papua dan Jawa Tengah-Yogyakarta. Bahkan, kalangan yang lebih mementingkan pembangunan ekonomi pun mayoritasnya setuju Pemilu 2024 tetap digelar meskipun masih pandemi.
Djayadi mengatakan, mayoritas warga berpendapat masa jabatan Presiden Jokowi harus berakhir pada 2024 sesuai konstitusi. Penolakan perpanjangan masa jabatan presiden makin tinggi pada kelompok yang sudah mengetahui isu ini.
"Artinya, semakin gencar wacana penundaan disuarakan oleh elite politik, maka semakin banyak warga yang tahu, dan akan semakin kuat pula penolakan warga terhadap perpanjangan masa jabatan atau penundaan Pemilu ini. Temuan survei ini menunjukkan bahwa wacana penundaan Pemilu 2024 sebaiknya diakhiri," kata Djayadi.
Survei LSI ini dilakukan dalam rentang pada 25 Februari-1 Maret 2022. Survei menggunakan metode simple random sampling dengan 1.197 responden. Survei ini memiliki toleransi kesalahan (margin of error) sekitar 2,89 persen pada tingkat kepercayaan 9 persen.
Sejumlah koalisi masyarakat sipil menginisiasi petisi tolak penundaan pemilu 2024. Koalisi masyarakat sipil berpandangan, Indonesia berpotensi melanggar prinsip pemerintahan presidensial jika menunda Pemilu 2024 dan memperpanjang jabatan presiden.
"Penundaan Pemilu 2024 menyerta perpanjangan masa jabatan presiden, melanggar aspek hukum, politik, dan ekonomi," kata perwakilan koalisi masyarakat sipil, Ihsan Maulana, Kamis (3/3).
Wakil Sekjen Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Luqman Hakim, menilai, langkah Ketua Umum PKB Abdul Muhaimin Iskandar (Cak Imin) yang menyampaikan aspirasi penundaan Pemilu 2024, ada baiknya. Sebab selama ini isu penundaan pemilu, perpanjangan masa jabatan presiden 2027, hingga masa jabatan tiga periode seolah seperti seolah-olah bak ‘api di dalam sekam’.
"Selama ini pembicaraan pembicaraan mengenai isu ini relatif kalau dalam bahasa saya seperti api dalam sekam, seperti tertutup di bawah meja, maka ketika tiga ketua umum partai mengungkapkan ke publik, Cak Imin, Pak Airlangga Hartarto, dan Pak Zulkifli Hasan. Menurut saya sekarang masalah penundaan pemilu atau perpanjangan masa jabatan presiden ini sudah terbuka keluar, sudah keluar dari persembunyiannya di bawah meja. Sekarang sudah di atas meja bangsa kita ini," kata Luqman.
Wakil Ketua MPR Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Hidayat Nur Wahid mengatakan, pembatasan masa jabatan presiden sudah diatur dalam UUD 1945. Hal tersebut juga menjadi salah satu tuntutan lahirnya Reformasi pada 1998.
"Kedaulatan negara pada waktu sekarang maupun yang akan datang, akan tegak, apabila kita tertib menjalankan kesepakatan nasional, yakni Pancasila dan UUD NRI 1945 dan tuntutan Reformasi," ujar Hidayat lewat keterangan tertulisnya, Kamis (3/3).
Alasan penundaan Pemilu 2024 juga dinilainya tak masuk akal, mengingat DPR, pemerintah, penyelenggara pemilu sudah menyepakati tanggal pelaksanaannya. Pemulihan ekonomi yang menjadi alasan penundaan juga dinilainya tak substansial.
Di samping itu, banyak kelompok masyarakat yang menolak menunda Pemilu 2024 yang bisa berimbas pada perpanjangan masa jabat presiden. Padahal, MPR sudah berkali-kali menegaskan bahwa tak ada perubahan UUD 1945 untuk merealisasikan hal tersebut.
"Pembatasan itu adalah tuntutan reformasi yang sudah disepakati. Demikian juga adanya pemilu sekali dalam lima tahun dan pelaksanaan kedaulatan rakyat dengan memilih saat pemilu yang lima tahun sekali itu," ujra Hidayat.
Ia menilai, sikap Presiden Joko Widodo yang berulang kali menolak perpanjangan masa jabatan presiden sudah tepat. Meskipun usulan tersebut lahir dari partai-partai yang merupakan koalisi pemerintah.
Kendati demikian, ia meminta Jokowi kembali mengeluarkan pernyataan penolakan agar manuver yang dilakukan oleh sejumlah elite partai politik untuk memuluskan perpanjangan masa jabat presiden dapat terhenti.
"Itu juga diperbaharui untuk klarifikasi, sekaligus menghentikan spekulasi. Sikap menolak Presiden Jokowi karena beliau ingin taat konstitusi dan UU yang berlaku dan karena beliau adalah produk Reformasi, adalah sikap yang benar dan sudah semestinya," ujar wakil ketua Majelis Syura PKS itu.
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.