
Kabar Utama
Rupiah Tertekan, Harga Minyak Naik
Invasi Rusia ke Ukraina berdampak pada minimnya pasokan minyak mentah di pasar dunia.
JAKARTA -- Kalangan ekonom mengingatkan pemerintah untuk mewaspadai dampak konflik Rusia dan Ukraina terhadap perekonomian dalam negeri. Melemahnya nilai tukar rupiah dan naiknya harga batu bara dan minyak dunia akibat perang Rusia-Ukraina dinilai dapat memengaruhi proses pemulihan ekonomi di Tanah Air.
Center of Law and Economic Studies (Celios) mengatakan, konflik Rusia dan Ukraina memberikan risiko ke pasar keuangan Indonesia. Apalagi, konflik terjadi berbarengan dengan kebijakan kenaikan suku bunga oleh the Fed, bank sentral Amerika Serikat (AS).
Direktur Celios Bhima Yudhistira mengatakan, sektor keuangan Indonesia, seperti nilai tukar, diperkirakan paling terkena dampak akibat konflik ini. Saat ini, nilai tukar rupiah terlihat mulai bergerak ke level Rp 14.500 per dolar AS dan diperkirakan bisa mendekati Rp 15 ribu per dolar AS.
Berdasarkan kurs tengah Bank Indonesia pada Kamis (24/2), rupiah melemah ke posisi Rp 14.371 per dolar AS dibandingkan dengan posisi hari sebelumnya, Rp 14.355 per dolar AS.
“Jika konflik meluas dan melibatkan banyak dunia, bisa menimbulkan instabilitas di kawasan, merugikan prospek pemulihan ekonomi Indonesia karena bertepatan dengan tapering off, kenaikan suku bunga terjadi di negara-negara maju,” kata Bhima kepada Republika, Kamis (24/2).

Menurut dia, konflik tersebut juga memberikan dampak terhadap harga komoditas, seperti minyak mentah yang sudah menembus 100 dolar AS per barel. Bhima mengatakan, kondisi tersebut bakal memicu naiknya inflasi dan mahalnya biaya logistik.
Dampaknya, kata dia, harga kebutuhan pokok bakal semakin meningkat. Selain itu, subsidi energi membengkak karena pemerintah menetapkan asumsi harga minyak sebesar 63 dolar AS per barel. "Jarak antara harga minyak yang ditetapkan APBN maupun harga minyak mentah riil sudah terlalu jauh," katanya.
Oleh karena itu, Bhima menyarankan pemerintah melakukan perubahan terhadap APBN 2022. Hal itu perlu dilakukan untuk menyesuaikan perubahan indikator, terutama inflasi dan nilai tukar rupiah.
“Inflasi lebih tinggi dari perkiraan. Perlu antisipasi dana pemulihan ekonomi nasional (PEN) karena sebagian mencakup stabilitas harga pangan dan energi. Ini bisa mengganggu pemulihan ekonomi 2022,” ucapnya.
Kendati demikian, Bhima menilai pemerintah bisa mengambil dua peluang dari konflik Rusia dan Ukraina. Pertama, pemerintah melakukan intervensi mengajak negara yang sedang berkonflik untuk duduk bersama di forum G-20.
“Indonesia bisa jadi penengah karena Indonesia tidak memiliki kepentingan langsung kepada Ukraina. Kalau bisa dilakukan maka Indonesia bisa dianggap sukses sebagai presidensi G-20,” ucapnya.
Kedua, lanjut Bhima, Indonesia bisa menarik negara-negara konflik ke Indonesia, seperti relokasi pabrik besi dan baja, elektronik, sparepart yang berbasis di Rusia dan Ukraina untuk segera dipindahkan ke Indonesia. “Itu yang harus dilakukan Indonesia dalam waktu dekat,” katanya.
Ekonom Center of Reform on Economics (Core) Indonesia Yusuf Rendy Manilet menilai konflik yang terjadi antara Rusia dan Ukraina akan memberikan sentimen terhadap pergerakan harga minyak dan gas. Sebab, Rusia merupakan salah satu produsen beberapa komoditas penting, seperti minyak dan gas.
Indonesia pun bisa terkena dampak karena merupakan negara net importir. Kendati demikian, Rendy memprediksi hubungan dagang antara Indonesia, Rusia, dan Ukraina tidak tergolong besar. Angkanya berada kisaran 1 persen dari total nilai perdagangan Indonesia dengan seluruh negara.

“Kenaikan (harga minyak) saya kira tidak akan secara signifikan berdampak ke neraca perdagangan. Meskipun nilai impor minyak berpeluang meningkat, ekspor harga batu bara juga berpeluang meningkat, dampak muara dari krisis energi yang muncul dari konflik Rusia dan Ukraina,” ucapnya.
Menurut Rendy, kenaikan harga minyak internasional juga berpotensi mendorong angka inflasi global sehingga berpengaruh terhadap harga pangan global. “Ini tentu yang juga perlu diantisipasi sebagai dampak tidak langsung dari konflik Ukraina dan Rusia,” ucapnya.
Harga minyak dunia pada pembukaan Kamis (24/2) diketahui naik sekitar lima dolar AS menjadi 100 dolar AS per barel akibat konflik Rusia dan Ukraina. Acuan minyak dunia, Brent, yang 100 dolar AS per barel merupakan yang tertinggi sejak 2014.
Pada September 2014, harga minyak sempat menyentuh 102,48 dolar AS per barel. Sementara itu, acuan WTI mencapai angka 96,95 dolar AS per barel, tertinggi setelah Agustus 2014 yang 97,4 dolar AS per barel.
Kondisi perang yantara Rusia dan Ukraina membuat pasokan minyak mentah menjadi berkurang. Sebab, Rusia merupakan produsen minyak terbesar kedua di dunia.
Bursa saham juga terdampak. Indeks harga saham gabungan (IHSG) pada perdagangan Kamis (24/2) sempat terjun bebas ke level 6.758 sebelum ditutup pada posisi 6.817 atau melemah 1,48 persen.
Indeks saham di Asia kompak mencatatkan penurunan tajam. Strait Times terpangkas paling dalam sebesar 3,49 persen dan disusul Hang Seng yang amblas 3,21 persen Nikkei dan Shanghai Composite masing-masing terkoreksi 1,81 persen dan 1,70 persen.
Analis DCFX Futures Lukman Leong mengatakan, pergerakan nilai tukar rupiah akan terus terpengaruh sentimen negatif dalam beberapa waktu ke depan. "Ini karena ada ekspektasi Rusia akan melakukan invasi penuh dan eskalasi sekarang hanya permulaan dari krisis yang akan makin besar," ujar Lukman.
Kendati demikian, sentimen positif mungkin akan datang dari harga komoditas, terutama energi yang akan meningkat tajam. Ia mencontohkan, rupiah bisa terangkat oleh harga batu bara.
"Kenaikan harga komoditas hanya apabila Rusia dikenakan sanksi penuh (energi dan komoditas). Rusia adalah produsen komoditas yang sangat besar, seperti aluminium, paladium, energi gas, dan minyak mentah dan banyak lagi," kata Lukman.

Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Faizasyah, mengatakan, dampak invasi Rusia ke Ukraina tidak hanya dirasakan wilayah Eropa, tapi juga dunia. Bagi Indonesia, dampak invasi Rusia ke Ukraina akan memengaruhi berbagai sektor.
“Kita akan terdampak dalam konteks aliran perdagangan dan aliran pergerakan manusia dari wilayah Eropa oleh negara kita,” ujar Faizasyah.
Rusia dan Ukraina merupakan negara sahabat Indonesia yang telah menjalin hubungan baik di berbagai bidang. Kedua negara memiliki hubungan bilateral yang sangat baik, termasuk dalam konteks hubungan perdagangan, investasi, dan lain-lain.
Oleh karena itu, kata dia, Presiden Joko Widodo dan Menteri Luar Negeri Retno Marsudi berulang kali mengimbau negara-negara untuk menghentikan pertikaian di tengah dunia yang menghadapi tantangan akibat pandemi dan kontraksi ekonomi. Sebab, hal itu akan mempersulit pemulihan ekonomi dunia serta proses keluar dari pandemi Covid-19.
Pertamina Antisipasi Pasokan
Invasi Rusia ke Ukraina berdampak pada kenaikan harga minyak dan minimnya pasokan minyak mentah di pasar dunia. Melihat kondisi ini, PT Pertamina (Persero) menyatakan, mengamati secara cermat dan melakukan langkah antisipatif untuk mengamankan pasokan minyak mentah.
VP Corporate Communication Pertamina, Fajriyah Usman menjelaskan, karena pasokan minyak global menipis dan harga masih bergerak fluktuatif, Pertamina akan memaksimalkan produksi dalam negeri untuk memenuhi kebutuhan. Produksi dari lapangan minyak di luar negeri juga akan dioptimalkan.
"Sebagian minyak mentah kebutuhan dalam negeri disuplai melalui portofolio Pertamina, yaitu Subholding Upstream, juga produksi dalam negeri," ujar Fajriyah kepada Republika, Kamis (24/2).
Sementara itu, pasokan minyak mentah yang selama ini berasal dari pihak lain, Fajriyah menegaskan, Pertamina masih mempunyai sumber pasokan yang fleksibel dan sudah berkontrak jangka panjang. Pasokan dari kontrak tersebut juga bisa disesuaikan berdasarkan kebutuhan.
Namun, Fajriyah tak menampik tingginya harga minyak dunia saat ini yang menembus 100 dolar AS per barel memberikan tekanan terhadap kinerja keuangan perusahaan, khususnya di sektor hilir. Pertamina, menurut dia, terus melakukan kajian dan evaluasi serta berkoordinasi dengan seluruh stakeholder terkait rencana penyesuaian harga jual eceran BBM non-subsidi.
Harga-harga komoditas global tercatat, melonjak ke level tertinggi multitahun pada Kamis setelah Rusia meluncurkan invasi skala penuh ke Ukraina. Harga minyak naik di atas 100 dolar AS per barel untuk pertama kalinya sejak 2014, harga gas Inggris dan Belanda naik 30 persen-40 persen, dan gandum berjangka di Chicago melonjak ke level tertinggi 9,5 tahun.

Rusia memasok 10 persen minyak global, sepertiga gas Eropa dan bersama dengan Ukraina, menyumbang 29 persen ekspor gandum global dan 80 persen minyak bunga matahari, dan 19 persen ekspor jagung. Rusia juga merupakan produsen utama aluminium, nikel, platinum, paladium, uranium, titanium, batu bara, kayu, dan pupuk.
Negara ini memasok volume yang signifikan dari gas ke Eropa melalui Ukraina, terutama ke negara-negara, seperti Austria, Italia dan Slovakia, serta Jerman dan Polandia meskipun yang terakhir mendapatkan sebagian besar gas Rusia mereka melalui rute lain.
Pasar modal dalam negeri juga terdampak konflik Rusia dan Ukraina. Kendati demikian, Ekonom senior PT Samuel Sekuritas Indonesia, Fikri C Permana menilai, dampak perang Rusia-Ukraina terhadap pasar modal domestik sifatnya hanya sementara.
"Kami menilai efek perang Rusia-Ukraina terhadap pasar modal Indonesia akan bersifat temporer dan lebih menyebabkan perilaku berhati-hati di pasar," ujar Fikri di Jakarta, Kamis.

Ia menilai, fundamental ekonomi Indonesia relatif baik, khususnya didorong pemulihan ekonomi yang diindikasikan dengan Indeks Kepercayaan Konsumen (IKK) dan penjualan eceran pada Januari, yang mencapai level tertinggi sejak awal pandemi. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada Kamis ini terkena efek negatif dari invasi Rusia ke Ukraina. IHSG ditutup anjlok 102,24 poin atau 1,48 persen ke posisi 6.817,82.
Namun, menurut Fikri, ada beberapa fakta yang perlu dipahami di tengah ancaman perang tersebut. Pertama, invasi Rusia dilakukan di dua daerah yang selama ini memang telah dikuasai separatis pro-Rusia. Kedua, layaknya invasi Crimea pada 2014, invasi kali ini juga diperkirakan, berdampak lokal alias antara Rusia dan Ukraina saja.
"Hubungan ekonomi langsung Indonesia dengan Rusia dan Ukraina juga relatif kecil. Terlihat dari hubungan dagang (ekspor-impor) ataupun nilai investasi Indonesia dengan Rusia dan Ukraina pada 2021, lebih kecil dari 1 persen," kata Fikri.
Di sisi lain, arus modal masuk atau capital inflow asing di pasar saham Indonesia terus melaju kencang, yaitu Rp15,42 triliun sejak 1 Februari hingga 23 Februari, walau tensi Rusia-Ukraina meningkat.
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.