Tajuk
Waspadai Cuaca Ekstrem
Literasi dan mitigasi bencana akibat cuaca esktrem harus dilakukan pemerintah pusat dan daerah
Di tengah lonjakan angka kasus positif Covid-19, masyarakat Indonesia juga tengah dihadapkan dengan ancaman cuaca ekstrem. Berdasarkan analisis Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG), sejumlah wilayah di Tanah Air berpotensi mengalami cuaca ekstrem pada 17-23 Februari 2022. Itu artinya, pemerintah daerah dan masyarakat harus mulai meningkatkan kewaspadaan.
Di Kota Sukabumi, Jawa Barat, hujan deras yang melanda pada Kamis (17/2) sore menyebabkan bencana banjir di 58 titik. Pada enam titik lainnya, hujan intensitas tinggi menimbulkan longsor dan rumah roboh. Satu orang dilaporkan meninggal dunia dan ratusan warga terdampak bencana hidrometeorologi tersebut.
Bencana banjir juga melanda Kota Depok, Jawa Barat. Pada Jumat (18/2) banjir di wilayah penyangga Ibu Kota itu mulai surut. Meski begitu, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mengingatkan masyarakat di wilayah tersebut untuk tetap waspada. Hal itu guna mengantisipasi datangnya banjir susulan.
Banjir akibat cuaca ekstrem juga dialami warga pada sejumlah desa di Kabupaten Batang, Jawa Tengah, sejak Kamis malam (17/2) hingga Jumat (18/2) siang. Selain itu, Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta, menyatakan, cuaca ekstrem berupa hujan lebat disertai angin kencang yang melanda pada Kamis (17/2) sore menyebabkan kejadian banjir dan pergerakan tanah.
Selalu tingginya potensi bencana hidrometeorologi di seluruh wilayah Tanah Air harus diantisipasi oleh semua kalangan. Seluruh elemen bangsa harus menjadikan pengalaman tahun lalu sebagai pelajaran.
Publik berharap pemerintah pusat dan daerah lebih serius dan bekerja keras melakukan pencegahan dan antisipasi ancaman dan dampak bencana alam.
Berdasarkan data BNPB, sepanjang 2021 telah terjadi terjadi 5.402 kejadian bencana. Dan, 99,5 persen bencana yang melanda tahun lalu itu tercatat sebagai bencana hidrometeorologi.
Dampaknya, 728 jiwa meninggal dunia, 87 jiwa hilang, 14.915 jiwa mengalami luka-luka, dan 7.630.692 jiwa menderita dan mengungsi. BNPB juga melaporkan, sebanyak 158.658 unit rumah rusak, 4.445 unit fasilitas umum rusak, 664 unit kantor rusak, dan 505 unit jembatan rusak. Total bencana yang terjadi pada 2021 meningkat sebanyak 16,2 persen dibanding tahun sebelumnya yang mencapai 4.649 kejadian bencana.
Publik tentu berharap pemerintah pusat dan daerah lebih serius dan bekerja keras untuk melakukan pencegahan dan antisipasi terhadap ancaman dan dampak bencana alam. Jumlah korban meninggal dunia, hilang, luka-luka, dan menderita akibat bencana pada 2021 sudah begitu banyak. Tentu, kita tak ingin jumlah korban jiwa akibat bencana pada tahun ini bertambah banyak.
Pemerintah dan masyarakat tak boleh hanya fokus pada pencegahan dan pengendalian Covid-19. Ancaman aneka bencana alam yang terus meningkat juga harus mendapatkan perhatian serius.
Pemerintah dan masyarakat tak boleh hanya fokus pada pencegahan dan pengendalian Covid-19.
Literasi dan mitigasi bencana harus kian getol dilakukan pemerintah pusat dan daerah. Dengan begitu, masyarakat di akar rumput memiliki kewaspadaan yang tinggi.
Bukankah hukum tertinggi adalah keselamatan rakyat? Pemerintah pusat dan daerah harus memegang teguh dan menjalankan prinsip tersebut. Bila setiap tahun jumlah korban jiwa akibat bencana alam terus bertambah di berbagai daerah, patut diduga prinsip tersebut belum dijalankan secara baik.
Para korban bencana harus segera mendapat pertolongan. Mereka harus dievakuasi ke tempat pengungsian yang representatif. Berbagai kebutuhan dasar para penyintas bencana akibat cuaca ekstrem ini harus dipenuhi. Pastikan pula tempat pengungsian menerapkan protokol kesehatan yang ketat. Jangan sampai, para pengungsi justru tertular Covid-19.
Kian buruknya daya dukung lingkungan di sekitar kita harus menggedor kesadaran pemerintah dan masyarakat. Pembangunan yang tak ramah lingkungan serta kebiasaan buruk sebagian besar masyarakat yang masih membuang sampah sembarang turut menjadi pemantik terjadinya bencana.
Selama kesadaran terhadap pentingnya memelihara lingkungan hidup masih rendah, bencana akan terus terjadi. Sebab, sejatinya hujan itu rahmat Tuhan.
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.