Safari
Si Cantik yang Tersembunyi di Tanah Papua
Cenderawasih adalah salah satu simbol terbaik untuk masa depan berkelanjutan di Papua.
OLEH FARAH NOERSATIVA
Burung cenderawasih memiliki pesona tersendiri. Eksistensinya pun amat dilindungi. Cenderawasih tidak akan bisa bertahan jika sendirian. Fauna cantik dari Papua ini membutuhkan keberadaan ekosistem yang tertata apik.
Menurut akademisi sekaligus Kepala Balitbangda Papua Barat, Charlie D Heatubun, keanekaragaman hayati flora dan fauna yang membentuk ekosistem sebenarnya saling membutuhkan. “Burung yang indah itu, tidak akan hidup tanpa tumbuhan,” kata Charlie dalam diskusi bertajuk “Defending Paradise” pada akhir 2021.
Dalam proyek yang diprakarsai oleh organisasi nonprofit Econusa ini, para peneliti mengeksplorasi berbagai jenis burung berdasarkan habitat yang mereka temukan. Jurnalis foto alam liar yang juga pendiri proyek ini, Tim Laman, berbagi kisah saat menemukan berbagai jenis burung cenderawasih di Tanah Papua.
"Cenderawasih adalah salah satu simbol terbaik untuk masa depan yang berkelanjutan di Tanah Papua," kata Laman.
Dia bekerja sama dengan seorang ornitologis atau ahli burung dari Lab Cornell Amerika Serikat (AS), Ed Scholes sejak 2004 di Raja Ampat. Keduanya mempelajari bagaimana tingkah laku burung-burung cenderawasih yang mereka temukan.
Ada hal menarik yang membuat Scholes tertarik mempelajari cenderawasih hingga membuatnya harus menjelajahi beberapa pulau untuk mempelajarinya. Menurut dia, cenderawasih merupakan kelompok burung yang amat beragam.
“Mereka memiliki berbagai macam bentuk dan warna yang berbeda-beda. Itulah yang membuat mereka sangat menarik. Perbedaan itu juga tergambar pada tingkah laku mereka," kata Scholes.
Di Raja Ampat, mereka mendokumentasikan beberapa burung cenderawasih langka, yang hanya bisa ditemukan di pulau itu. Saat mendokumentasikan beberapa burung itu, Laman dan Scholes perlu melintasi beberapa tantangan seperti berjalan di tengah hutan belantara dan memanjat bukit tinggi.
Salah satu spesies, Red Bird Paradise, adalah burung yang ditemukan di Raja Ampat. Spesies ini ditemukan di ujung perbukitan, sedang bertengger di sebuah ranting pohon. “Saya harus memanjat untuk mendapatkan gambar yang menarik saat burung ini menghadap ke matahari terbit," jelas Laman.
Selain di pulau tersebut, keduanya juga menjelajahi pegunungan untuk menemukan jenis-jenis burung cenderawasih lainnya. Pegunungan Arfak Papua Barat merupakan salah satu daerah pegunungan yang dijelajahi oleh mereka. Alasan mereka memilih lokasi tersebut karena adanya keanekaragaman hayati yang sangat tinggi dari spesies burung cendreawasih di sana.
Untuk menjelajahi medan hutan yang amat liar, rimbun, dan penuh dengan satwa liar, Laman dan Scholes mengajak orang-orang lokal untuk ikut mengintip spesies-spesies unik cenderawasih. "Mereka memberikan akses ke hutan, menuntun kami di hutan, dan mengajak pemandu lokal yang amat sangat pengalaman di hutan untuk menunjukan di mana burung-burung cenderawasih itu berada," kata Scholes.
Dengan bantuan orang-orang lokal, mereka dapat melakukan dokumentasi beberapa spesies cenderawasih yang cantik. Salah satu jenis burung yang berhasil mereka dokumentasikan adalah Male Western Parotia yang memiliki warna hitam dan corak kuning biru di lehernya.
Mereka juga menemukan burung Paradigala ekor panjang yang juga memiliki warna hitam dan warna kuning pada bagian wajahnya. Burung itu terdeteksi sedang berada di sebuah sangkar. "Kedua jenis burung tersebut hanya ditemukan di hutan pegunungan Arfak Papua Barat," ujar Scholes.
Penjelajahan mendokumentasikan cenderawasih sebenarnya tak hanya meliputi daerah Papua Barat saja. Sebelumnya, mereka menjelajah Pulau Maluku, Papua Nugini, dan menyeberangi laut hingga ke bagian utara dan timur dari benua Australia.
Di beberapa wilayah itulah, tepatnya di hutan-hutan liar, Laman dan Scholes mendokumentasikan 39 jenis spesies cenderawasih. "Itu menghabiskan sekitar delapan tahun, dan hampir 20 ekspedisi untuk mendatangi seluruh area dan mendapatkan gambar seluruh spesies," ujar Laman.
Setelah 2012, mereka mengetahui ada lebih dari 40 jenis spesies cenderawasih yang ada. Sebanyak 28 jenis spesiesnya ditemukan di Indonesia. Dari 28 jenis itu, ada sembilan jenis spesies yang hanya ditemukan di Indonesia yakni tujuh spesies hanya ditemukan di Papua, sementara dua jenis spesies hanya ditemukan di Maluku.
Saat ini ada penelitian terbaru yang menemukan lebih dari 39 jenis spesies cenderawasih yang ditemukan. Dalam penelitian terbaru, Laman dan Scholes yang juga membantu penelitian itu menemukan satu jenis burung yang amat menarik. Burung ini merupakan satu jenis terbaru dari kelompok cenderawasih yang baru terdeteksi.
Burung ini hanya ditemukan di pegunungan Arfak di Papua Barat dan gunung-gunung lainnya di sana. "Dalam bahasa Inggris, burung itu dinamakan Vogelkop Superb Bird-of-Paradise”, ujar Laman.
Ada sesuatu yang berbeda dari jenis burung tersebut yakni dari jenis cicitan dan vokalnya. Salah satu personel band Indonesia, Slank, Ridho Hafiedz, menjadi salah satu saksi indahnya cenderawasih di Pegunungan Arfak, Papua Barat. Perjalanannya dimulai dari Manokwari, di mana dia harus menempuh 50 kilometer perjalanan dalam waktu dua jam dengan menggunakan mobil.
Sesampainya di Kampung Mokwam, dia disambut oleh masyarakat lokal yang menari Tari Tumbuk Tanah atau Tari Ular suku Arfak. Ridho lalu menjelajahi hutan di ekowisata Kampung Mokwam untuk melihat burung-burung Cendrawasih bersama dengan pemandu lokal bernama Elyakim yang terlihat bersiul untuk memanggil burung-burung Cendrawasih.
Ridho menemukan beberapa jenis cenderawasih yang memesona. Termasuk Parotia Arfak, Cenderawasih Vogelkop, Paradigalla Ekor Panjang, dan Astrapia Arfak.
Masyarakat lokal sudah cukup tahu sumber daya alamnya. “Kalau mereka tidak menjaga, maka hutannya hilang, burung-burungnya juga pada tidak ada,” ujar Ridho.
Salah satu pemandu yang ikut dengan Ridho, Alfa Ahoren, bertekad melanjutkan warisan hutan yang telah dibagi menjadi permukiman, perkebunan, zona penyangga, dan hutan primer yang tidak boleh dirusak. Sebagai perempuan Arfak, dia menganggap hutan memiliki manka filosofi mendalam.
Baginya, hutan itu melambangkan perempuan. Untuk itu, perempuan Arfak harus menjadi perempuan yang kuat dan berani. “Karena adat mengharuskan perempuan harus bisa mempertahankan hidup, bisa mengambil hasil bumi di hutan, dan bisa bekerja keras,” ujar Alfa.
Tarian Jantan Pemikat Betina
Pada 2016, Tim Laman kembali ke pegunungan Arfak di Papua Barat untuk mencari tahu tingkah laku burung cenderawasih jenis Vogelkop Superb Bird-of-Paradise, terutama tingkah laku burung jantan. Dia dan tim membuat ekspedisi spesial di Gunung Arfak, masuk dari Manokwari.
“Kami menaiki gunung untuk mendokumentasikan mekarnya sayap burung Vogelkop Superb Bird-of-Paradise. Kami mempelajarinya," ujarnya.
Burung Vogelkop Superb Bird-of-Paradise atau Cenderawasih Vogelkop biasanya muncul pada pohon tumbang dan bersiul untuk menarik perhatian burung betina. Tak jarang pula, burung ini melakukan sebuah tarian untuk memikat burung betina. Laman dan Ed Scholes berencana membuktikan itu dan mempelajarinya lebih dalam.
Biasanya burung jantan jenis ini bertengger di pohon-pohon tumbang. Dia pun mencari beberapa pohon tumbang di dalam hutan. “Setelah menemukan pohon tumbang, kami membuat tempat persembunyian seperti pondok untuk merekam," kata Laman.
Pondok itu tak lebih dari dua meter persegi. Terbuat dari kayu-kayu lapuk dan dedaunan pohon yang jatuh.
Dia memasang beberapa kamera tersembunyi yang sekiranya dapat memuat tampilan burung. Mengingat kejadian ini sangat langka, dia benar-benar memanfaatkan kamera-kameranya untuk menangkap momentum itu dari berbagai sudut pandang.
Setiap hari mereka datang pada pagi hari sebelum matahari terbit. Mereka masuk ke pondok dan menunggu burung datang. “Ada burung datang, tapi tak sesuai yang kami harapkan. Kami menghabiskan waktu berhari-hari," kata dia.
Dia merekam momentum dengan kamera utama, sementara Scholes merekam momentum dengan kamera tambahan yang dioperasikan melalui tablet. Benar saja, ketika tiba saatnya, Laman menemukan burung jantan melakukan semacam tarian untuk memikat Sang Betina.
"Ketika burung jantan datang, dia mulai mempraktikkan mekarnya sayapnya. Apa yang kami lihat sangat mengejutkan," kata Ed.
Burung berwarna hitam itu memekarkan sayapnya seperti burung Merak, dan membentuk lingkaran pada lehernya. Sementara di leher bagian bawah, bulu berwarna biru cerah tampak menarik perhatian siapapun yang melihatnya.
Scholes menceritakan, ada jenis burung yang identik dengan Cenderawasih Vogelkop yaitu Cenderawasih Kerah. Bulunya yang sama-sama hitam dan memiliki bulu di leher berwarna biru, kedua jenis ini memiliki perbedaan saat pemekaran sayap saat mereka merayu burung betina.
Pada jenis Vogelkop, bentuk mekar dari sayapnya berbentuk bulat dan membentuk smiley seperti orang yang cemberut. Sementara pada Cenderawasih Kerah, bentuk mekar dari sayapnya berbentuk oval dan membentuk smiley seperti orang yang tersenyum.
Kedua jenis ini juga memiliki perbedaan dalam menari di depan burung betina. Pada Cenderawasih Vogelkop, Sang Jantan mengelilingi Sang Betina seperti mencoba menangkapnya. Sementara pada burung Cendrawasih Kerah, Sang Jantan melompat-lompat kecil seperti menghadang Sang Betina.
"Pada akhirnya, suara vokal dari cicitan burung Vogelkop jantan, bentuk mekarnya sayap, dan tariannya, membuat kami tahu bahwa ada satu spesies cenderawasih yang masih tersembunyi di Tanah Papua," kata Scholes.
Burung Vogelkop adalah salah satu jenis cenderawasih yang baru diketahui baru-baru ini. Hal tersebut membuktikan mungkin saja masih ada jenis-jenis spesies cenderawasih yang lain yang masih belum ditemukan di Tanah Papua.
Menurut Laman, itu semua adalah salah satu alasan mengapa kita harus melindungi cenderawasih. "Kita harus melindunginya, dengan menjaga habitatnya," kata dia.
Dia yang Hidup dari Hutan
Zeth Wonggor telah putus sekolah sejak kelas lima SD. Namun, kemampuannya dalam memahami burung cenderawasih berhasil membuatnya dikenal sebagai ahli burung cenderawasih di Pegunungan Arfak, Papua Barat.
Setelah putus sekolah, Zeth bercerita bahwa dia hidup dari hutan. Dia sempat berburu cenderawasih untuk dijadikan santapan. Namun, setelah menjadi pemandu lokal sejak 1990 silam, Zeth ikut memandu para peneliti untuk mencari cenderawasih.
“Awalnya saya pikir mereka orang-orang luar itu datang mencari burung untuk dimakan. Saya tidak mendapatkan informasi bahwa mereka hendak foto burung,” ujar Zeth pada akhir 2021.
Dia bercerita, orang-orang luar datang tepat saat dia sedang berburu cenderawasih untuk dimakan. Zeth kala itu membawa tas anyaman khas Arfak untuk membawa burung yang akan diburu untuk disantap di rumah.
Namun, Zeth terkejut karena ternyata mereka tidak membawa burung sama sekali keluar hutan. “Dari situ saya diberi penjelasan tentang pentingnya menjaga burung agar tidak diburu,” ujar Zeth.
Sejak itu, dia mendapatkan konsep mengenai konservasi. Zeth lalu menjadikan pekerjaan memandu tamu mencari cenderawasih sebagai mata pencahariannya.
Pada akhirnya, dia membuat konservasi lebih besar lagi agar burung bisa kembali berkembang biak dan menambah jumlah populasinya. Dengan demikian, dia dan masyarakat setempat bisa bekerja untuk mendapatkan uang.
Salah satu kendala yang dia alami ketika memandu para peneliti adalah sulitnya berkomunikasi. Pada awalnya, Zeth tidak bisa berbahasa Inggris. Namun, seiring berjalannya waktu dan jam terbangnya memandu peneliti dari luar negeri, Zeth belajar bahasa Inggris. Kini dia bisa lancar berkomunikasi dengan mereka.
Zeth adalah sosok yang memandu Tim Laman dan Ed Scholes dalam mendokumentasikan Cenderawasih Vogelkop. Sepanjang hidupnya, dia telah berpengalaman untuk membuat pondok, mencari sarang burung cenderawasih, mengetahui tempat bermain, jam bermain, hingga beberapa jenis suara dalam satu burung.
Menurutnya, cenderawasih selalu bermain sejak pukul 05.00 sebelum matahari terbit sampai pukul setengah sembilan pagi. Setelahnya, mereka berhenti bermain dan mulai mencari makanan. Lalu, mereka kembali lagi bermain pada pukul 14.00.
Burung cenderawasih biasanya keluar untuk bermain di luar mulai Juli sampai Oktober. Namun pada Oktober, angkanya semakin kecil.
Setelah bulan itu, cenderawasih betina membuat sarang lagi dan burung-burung mulai mengganti bulu-bulu yang rusak. Mereka akan kembali keluar untuk bermain lagi pada saat mulai bulan Juli. “Saya jelaskan kepada para turis, agar mereka beruntung mendapatkan foto semuanya,”ujar Zeth.
Baca Selengkapnya';