Internasional
Ukraina Deklarasikan Hari Persatuan
Rusia mengeklaim, sejumlah unit militernya ditarik dari perbatasan Ukraina.
KIEV -- Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskiy mendeklarasikan Rabu (16/2) sebagai Hari Persatuan. Ia menyerukan warganya untuk mengibarkan bendera Ukraina dan menyanyikan lagu kebangsaan.
"Mereka mengatakan, 16 Februari adalah hari serangan. Kita justru akan menjadikannya sebagai Hari Persatuan," kata Zelensky dalam video yang disiarkan secara nasional, Senin (14/2) malam.
"Mereka ingin menakut-nakuti kita dengan menyebutkan tanggal awal aksi militer (Rusia --Red)," katanya. "Pada hari itu, kita justru akan mengibarkan bendera nasional, memakai banner kuning dan biru, serta menunjukkan persatuan kita kepada seluruh dunia."
Para pejabat Ukraina mengatakan, Zelensky tidak memperkirakan Rabu sebagai tanggal invasi Rusia seperti yang disebut-sebut oleh media Barat. Namun, Zelensky justru merespons perkiraan itu dengan cara yang skeptis.
Sejak jauh hari, Zelensky mengakui Rusia memang mengancam untuk menyerang negaranya. Namun, kemungkinan serangan dalam waktu dekat disebutnya sebagai "dilebih-lebihkan oleh sekutu Barat, untuk merespons upaya Rusia mengintimidasi Ukraina dan menumbuhkan kepanikan."
Sementara itu, pada Selasa (15/2), Kementerian Pertahanan Rusia mengeklaim bahwa beberapa unit militer yang ikut latihan militer sudah mulai pulang ke pangkalan militer. Deklarasi ini menyembulkan harapan bahwa Rusia memang tidak akan melancarkan invasi dalam waktu dekat. Namun, Rusia tidak memerinci pasukan mana saja yang ditarik pulang atau berapa jumlahnya.
Ketika ditanya tentang latihan militer ini, Menteri Luar Negeri Rusia Sergey Lavrov menekankan, "Latihan militer itu dilakukan dalam wilayah Rusia sendiri dan sesuai rencana Rusia, kapan dimulai, kapan berlangsung, dan kapan berakhir."
Latihan itu, kata Lavrov, dilakukan sesuai jadwal, terlepas dari "orang yang menduga-duga dan orang yang histeris terkait hal itu, jadi siapa yang menyebarkan teror informasi."
Deklarasi penarikan pasukan Rusia ini berbeda dengan pernyataan seorang petinggi Kementerian Pertahanan Amerika Serikat (AS) beberapa jam sebelumnya. Ia mengatakan, sejumlah unit pasukan Rusia bergerak mendekati perbatasan Ukraina, bukan menjauhinya.
Rusia dilaporkan menempatkan sekitar 130 ribu personel militernya di perbatasan dengan Ukraina. Rusia juga mengerahkan pasukan dan kekuatan untuk menggelar latihan militer dengan Belarus pada 10-20 Februari.
Organisasi Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) dan AS memperingatkan, Rusia mungkin akan menginvasi Ukraina. Tudingan ini ditampik Rusia. Namun, Rusia terus melakukan peningkatan kekuatan di dekat Ukraina. Sementara mobilisasi kekuatan oleh NATO ke Eropa Timur pun berlanjut.
Ukraina juga skeptis mengenai penarikan pasukan Rusia dari perbatasan. "Itu sebabnya kami punya aturan: Kami tidak percaya apa yang kami dengar, kami akan percaya pada apa yang kami lihat. Saat kami melihat pasukan itu memang ditarik, baru kami akan percaya pada de-eskalasi," kata Menteri Luar Negeri Ukraina Dmytro Kuleba.
Sementara di dalam Rusia, Majelis Rendah Parlemen atau Duma menggelar voting untuk meminta Putin mengakui dua wilayah Ukraina yang melepaskan diri. Kedua wilayah itu adalah Donetsk dan Luhansk yang melepaskan diri pada 2014 dengan didukung Rusia. Jika parlemen menyetujui, maka ini diperkirakan akan menyulut ketegangan dengan Ukraina.
Sementara itu, Eropa terus melakukan diplomasi. Kanselir Jerman Olaf Scholz bertemu Presiden Rusia Vladimir Putin di Moskow, Selasa. Sebelumnya, Scholz baru mengunjungi Kiev.
Dalam pidatonya, Scholz menyebutkan ketegangan terkait Ukraina. Namun, ia juga mengakui hubungan ekonomi Jerman dengan Rusia.
Sedangkan Menteri Luar Negeri Polandia Zbigniew Rau bertemu Lavrov di Moskow, Selasa. Keduanya membahas cara menggunakan Organisasi Keamanan dan Kerja Sama di Eropa (OSCE) sebagai sarana perundingan untuk menurunkan ketegangan terkait Ukraina.
Kondisi normal
Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh (LBBP) RI untuk Ukraina Ghafur Akbar Dharmaputra mengatakan, situasi di Ukraina masih dalam kondisi normal. Belum ada penjagaan ketat di ibu kota dan sekitarnya.
"Sampai dengan semalam saya masih menyaksikan kehidupan penduduk Kiev berjalan normal. Tidak ada penjagaan," ujar Ghafur kepada Republika, Selasa (15/2). "Toko, mal, restoran masih buka dan ramai, dan jalan masih macet," ujarnya menambahkan.
Kendati demikian pihak Kedutaan Besar (KBRI) di Kiev memiliki rencana kontingensi bilamana terjadi hal yang tidak diinginkan seperti invasi Rusia ke Ukraina. Sebagaimana Peraturan Menlu nomor 5 tahun 2018 tentang perlindungan WNI, seluruh pihak KBRI di seluruh dunia memiliki rencana kontingensi.
"Rencana kontingensi sudah ada termasuk evakuasi, dan pelaksanaannya akan berkoordinasi dengan pusat antara lain Kemenlu dan instansi terkait," kata Ghafur.
Rencana kontingensi tersebut, kata dia, dilakukan jika situasi dan kondisi di Ukraina telah mengancam keselamatan WNI di Ukraina. Oleh sebab itu, ia, pihak KBRI, dan Kemenlu RI terus memperhatikan dengan seksama perkembangan dan kondisi di lapangan.
Pihaknya pun selalu menjalin komunikasi dengan para WNI yang berada di Ukraina. "Kami terus menjalin komunikasi dengan WNI melalui grup WhatsApp , mereka sehat, aman dan tenang, alhamdulilah," katanya.
Ghafur mencatat jumlah WNI yang menetap di Ukraina sejumlah 138 WNI. Sedangkan tujuh WNI lainnya berstatus turis maupun pengusaha yang memiliki jadwal untuk kembali ke Tanah Air.
Pihak KBRI Kiev juga mengimbau agar WNI di Ukraina tidak panik oleh karena adanya ketegangan RUsia-Ukraina ini. Di sisi lain seperti diketahui, pemerintah setempat tengah berupaya melakukan diplomasi dengan pihak-pihak bertikai.
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.