Nasional
Komnas HAM: Tambang Picu Perpecahan Warga Wadas
Komisi III DPR meminta ada pemetaan kembali lokasi sumber batu andesit di Desa Wadas.
JAKARTA -- Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) mengaku ada efek turunan serius terhadap warga Desa Wadas, Purworejo, pascainsiden kekerasan aparat kepolisian pekan lalu. Komisioner Komnas HAM, Beka Ulung Hapsara mengatakan, muncul efek perpecahan relasi sosial antarwarga akibat insiden Wadas.
Hasil investigasi Komnas HAM yang turun langsung ke Desa Wadas mengungkap ada kekerasan yang dilakukan aparat kepolisian terkait penolakan penambangan batu andesit di Desa Wadas. Beka Ulung mengatakan, akibat kekerasan aparat, memunculkan trauma warga penolak desa mereka dijadikan lokasi tambang batu andesit yang rencananya digunakan untuk pembangunan Bendungan Bener.
"Temuan kami juga mendapat, ini soal relasi sosial. Hubungan sosial warga baik yang pro dan kontra ini semakin tegang, semakin renggang setelah peristiwa kemarin," tutur Beka dalam diskusi Kedai Kopi, bertajuk 'Wadas, Panggilan Kemanusiaan dalam Pembangunan', Selasa (15/2).
Beka menegaskan Komnas HAM menekankan pada relasi sosial yang semakin meregang antara mereka yang pro dan kontra. Hal ini harus disikapi serius agar tidak terjadi perpecahan horisontal di masyarakat yang justru semakin memperparah kondisi konflik di Desa Wadas.
Padahal, sekitar satu atau dua pekan sebelumnya, hubungan antara warga yang pro dan kontra sudah sempat mencair. Namun setelah aksi penangkapan yang dilakukan aparat kemarin, relasi sosial warga Desa Wadas kembali renggang.
Ia mensinyalir hal inilah yang membuat konflik di Desa Wadas justru belum mereda. Komnas HAM mengaku temuan adanya kekerasan sudah disampaikan kepada Polda Jateng. Komnas HAM sudah meminta ada sanksi kepada oknum aparat yang melakukan kekerasan.
“Kami juga meminta polisi tidak mudah mengecap hoaks terhadap narasi di lapangan yang kontra tidak sesuai informasi di kepolisian. Dan terakhir kami meminta agar bisa dicegah peristiwa yang sama tidak berulang, dengan mengubah pendekatan serta evaluasi setiap langkah yang ada," ujarnya.
Bisa berdamai
Warga Desa Wadas berharap bisa berdamai setelah terbelah akibat pro dan kontra penambangan batu andesit. Warga Dusun Kali Gendol, Desa Wadas, Wagimin, mengatakan kehidupan sosial budaya masyarakat Desa Wadas mengalami kerusakan dengan adanya pro dan kontra rencana penambangan batu andesit. Menurut Wagimin, warga pro dan kontra tidak saling tegur sapa.
Bahkan acara keagamaan, sosial, dan budaya dilakukan masing-masing pihak secara sendiri-sendiri. "Situasinya memang seperti itu, sudah sangat memprihatinkan," katanya.
Kepala Divisi Advokasi LBH Yogyakarta, Julian Duwi Prasetia menuturkan, kasus di Desa Wadas sudah terjadi bertahun-tahun. Pihaknya bersama warga sudah menyampaikan berbagai bentuk penolakan penambangan ke pemerintah.
"Sudah banyak kita menemui dan berdialog dengan banyak pihak, tapi selama ini suara masyarakat di Desa Wadas itu tidak pernah didengar," kata Julian kepada Republika, Selasa (15/2).
Penolakan penambangan batuan andesit dilakukan warga karena beberapa alasan. Salah satunya, ungkap dia, untuk menjaga keutuhan desa mengingat banyak dampak yang akan ditimbulkan seperti kerusakan lingkungan.
Dari aspek kebencanaan, Julian menyebut, Wadas memiliki risiko kebencanaan yang tinggi. Dengan adanya penambangan, maka akan semakin meningkatkan risiko bencana yang terjadi di desa tersebut.
Meskipun menolak penambangan, warga tidak menolak adanya pembangunan bendungan. "Selama ini belum pernah (batuan andesit di Wadas) ditambang, makanya warga bersikukuh bagaimana caranya membuat (lingkungan) utuh," ujarnya.
Sementara, Komisi III DPR merekomendasikan pemda, Badan Pertanahan Nasional, dan Balai Besar Wilayah Sungai melakukan kajian, evaluasi, dan penghitungan kebutuhan dan sumber batu kuari andesit sebagai penunjang pembangunan Bendungan Bener.
Wakil Ketua Komisi III DPR Desmond Junaidi Mahesa menuturkan, pihak terkait perlu melakukan pemetaan kembali lokasi sumber batu andesit. Ini menjadi salah satu dari tujuh rekomendasi yang dikeluarkan Komisi III usai berkunjung ke Desa Wadas.
“Perlu dilakukan pemetaan kembali lokasi-lokasi sumber batu andesit yang dapat dilakukan pengalihan hak agar sesuai dengan kebutuhan dan mengurangi risiko protes atau penolakan warga di sekitar Proyek Strategis Nasional,” tegas Desmond.
Malaadministrasi
Ombudsman Republik Indonesia Perwakilan Jawa Tengah mendalami dugaan malaadministrasi pelayanan dalam proses pengamanan pengukuran lahan di Wadas. Malaadministrasi ini terkait dengan dugaan penyimpangan prosedur atau dugaan pengabaian kewajiban hukum atau juga dugaan ketidakpatutan.
Kepala Keasistenan Pemeriksa Ombudsman Jawa Tengah Sabarudin Hulu mengaku sudah bertemu dengan warga Desa Wadas, Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah, yang menolak penambangan andesit untuk pembangunan Bendungan Bener. Pada pertemuan tersebut hadir juga Tim Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Yogyakarta Julian Dwi Prasetya.
Sabarudin mengatakan, hasil investigasi itu nantinya akan dituangkan dalam laporan akhir hasil pemeriksaan (LAHP) dan jika ditemukan indikasi malaadministratif maka akan ada tindakan korektif yang diberikan kepada atasan bersangkutan. "Jadi tujuan kami ke sini, yakni mencari keterangan secara langsung kepada warga untuk mengetahui secara detail peristiwa di Desa Wadas untuk dituangkan dalam LAHP," ujar Sabarudin Hulu usai audiensi dengan warga, Senin (14/2) malam.
Ia menjelaskan, malaadministrasi yang dimaksud yakni mengenai dugaan penyimpangan prosedur atau kemudian dugaan pengabaian kewajiban hukum atau ketidakpatutan dalam prosedur pengamanan yang dilakukan. Intinya bagaimana mekanisme yang telah dilakukan pihak kementerian lembaga. Prinsipnya dugaan malaadministratif harus ditindaklanjuti dengan pemeriksaan secara komprehensif.
"Situasi Wadas kini sudah kondusif, namun harus ada pihak yang bertanggung jawab dalam peristiwa 8 Februari 2022, tentunya dalam proses pengamanan maka tentu kepada atasannya, kalau ini di wilayah Jawa Tengah maka Kapolda Jateng, kalau kementerian kelembagaan lain juga sama, misal BPN Purworejo maka atasannya yakni Kakanwil BPN Jateng," katanya.
Pihaknya juga akan meminta keterangan kepolisian, BPN, dan kementerian lembaga lain. Dalam kasus 8 Februari 2022 semua data akan diteliti. Pemeriksaan tidak hanya menggunakan satu dua poin saja, tetapi harus menyeluruh sebelum hasilnya disampaikan.
"Kami juga akan minta keterangan pihak kepolisian, BPN dan kementerian lembaga lain, kami akan melihat secara komprehensif, mulai latar belakang dan perkembangan di lapangan. Jika dilihat saat ini sudah kondusif, namun negara harus tetap hadir untuk memastikan permasalahan ini selesai," katanya.
Terkait kumpulan bukti-bukti, katanya, tidak hanya keterangan warga atau pihak terkait, tapi juga dokumen keterangan kementerian lembaga. Ia berharap semua bisa diselesaikan secara baik dan mendapat solusi terbaik di Desa Wadas.
Sesuai dengan regulasi dan kewenangan, katanya, Ombudsman berhak melakukan pemeriksaan tanpa harus didahului dengan pengaduan. Terlebih kasus tersebut sudah menjadi perhatian publik.
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.